Pasca Covid-19, Uni Eropa Dibidik Jadi Tujuan Ekspor Produk UKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenKop UKM) mengincar pasar Eropa sebagai tujuan penjualan produk UKM dari dalam negeri. Pasalnya, pasar Eropa akan semakin terbuka setelah berakhirnya wabah virus corona.
"Untuk meningkatkan ekspor diperlukan peningkatan kualitas sehingga dapat bersaing di pasar global khususnya di pasar Eropa. Di samping itu juga perlu kerja sama dari berbagai pihak," ujar Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran KemenkopUKM Victoria Simanungkalit di acara seminar online, di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Menurut dia eskpor produk UKM ke berbagai negara semakin terbuka lebar seperti baru-baru ini dilakukan pelaku UKM dari Bangka Belitung yang mengekspor lidi nipah ke Nepal. Selain itu juga ada produk UKM lain yang sukses di ekspor ke China.
Guna mendukung meningkatkan ekpsor produk UKM perlu sinergi agar produk lokal bisa mudah mendapatkan standarisasi internasional. Tidak hanya itu, perlu juga melibatkan stakehokders lain guna mempercepat digitalisasi hingga promosi.
Berdasarkan laporan KemenkopUKM saat ini ada 64 juta pelaku UKM yang mampu menciptakan tenaga kerja dan berkontribusi sebsar 60% terahadap Porduk Domestik Bruto (PDB) nasional. Apabila melihat angka tersebut peran UKM cukup besar bagi perekonomian nasional. Namun demikian, kontribusi ekspor UKM baru 14%, sehingga perlu ditingkatkan.
Berdasarkan data BPS 2019, ekspor Indonesia ke Uni Eropa senilai USD 14,6 miliar masih cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara APEC mencapai USD 122 miliar, ASEAN USD 41,4 miliar, dan NAFTA USD19,6 miliar. Adapun ekspor Indonesia ke Uni Eropa terbesar di Belanda dengan nilai USD 3,20 miliar, Jerman USD 2,4 miliar, Italia USD 1,74 miliar, Spanyol USD 1,59 miliar, Inggris USD 1,35 miliar, Perancis USD 1,01 miliar; dan Belgia USD 1,07 miliar.
Sementara itu, Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI)/Wakil Kepala Perwakilan RI di Brussel, Belgia, Sulaiman Syarif mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan UKM di Indonesia sebelum melakukan ekspor ke Eropa. "UKM harus bisa menetapkan harga yang pasti, konsisten dan transparan," kata dia.
Selain itu, kata dia, UKM harus mampu menjaga konsistensi kualitas produk, kesinambungan volume dan produksi, serta representatif atau menyediakan kontak yang mudah untuk dihubungi. "UKM juga harus memperhatikan terkait preferensi konsumen di Uni Eropa untuk sustainability, fair trade, dan ethical trade," jelasnya.
"Untuk meningkatkan ekspor diperlukan peningkatan kualitas sehingga dapat bersaing di pasar global khususnya di pasar Eropa. Di samping itu juga perlu kerja sama dari berbagai pihak," ujar Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran KemenkopUKM Victoria Simanungkalit di acara seminar online, di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Menurut dia eskpor produk UKM ke berbagai negara semakin terbuka lebar seperti baru-baru ini dilakukan pelaku UKM dari Bangka Belitung yang mengekspor lidi nipah ke Nepal. Selain itu juga ada produk UKM lain yang sukses di ekspor ke China.
Guna mendukung meningkatkan ekpsor produk UKM perlu sinergi agar produk lokal bisa mudah mendapatkan standarisasi internasional. Tidak hanya itu, perlu juga melibatkan stakehokders lain guna mempercepat digitalisasi hingga promosi.
Berdasarkan laporan KemenkopUKM saat ini ada 64 juta pelaku UKM yang mampu menciptakan tenaga kerja dan berkontribusi sebsar 60% terahadap Porduk Domestik Bruto (PDB) nasional. Apabila melihat angka tersebut peran UKM cukup besar bagi perekonomian nasional. Namun demikian, kontribusi ekspor UKM baru 14%, sehingga perlu ditingkatkan.
Berdasarkan data BPS 2019, ekspor Indonesia ke Uni Eropa senilai USD 14,6 miliar masih cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara APEC mencapai USD 122 miliar, ASEAN USD 41,4 miliar, dan NAFTA USD19,6 miliar. Adapun ekspor Indonesia ke Uni Eropa terbesar di Belanda dengan nilai USD 3,20 miliar, Jerman USD 2,4 miliar, Italia USD 1,74 miliar, Spanyol USD 1,59 miliar, Inggris USD 1,35 miliar, Perancis USD 1,01 miliar; dan Belgia USD 1,07 miliar.
Sementara itu, Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI)/Wakil Kepala Perwakilan RI di Brussel, Belgia, Sulaiman Syarif mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan UKM di Indonesia sebelum melakukan ekspor ke Eropa. "UKM harus bisa menetapkan harga yang pasti, konsisten dan transparan," kata dia.
Selain itu, kata dia, UKM harus mampu menjaga konsistensi kualitas produk, kesinambungan volume dan produksi, serta representatif atau menyediakan kontak yang mudah untuk dihubungi. "UKM juga harus memperhatikan terkait preferensi konsumen di Uni Eropa untuk sustainability, fair trade, dan ethical trade," jelasnya.
(nng)