Gasifikasi Batu Bara Molor, Bukit Asam Hanya Mampu Serap Belanja Modal Rp2,7 T
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyatakan tidak bisa menyerap seluruh anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) yang direncanakan tahun ini yang sebesar Rp4 triliun. Perseroan hanya sanggup menyerap Rp2,7-3 triliun saja atau sekitar 75% dari total capex tahun ini.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, salah satu penyebab lambatnya penyerapan capex adalah karena adanya pandemi virus corona (Covid-19). Akibat pandemi ini, ada sejumlah proyek yang mengalami kemunduran tahap pengerjaan sehingga capex yang dianggarkan tidak berjalan. (Baca juga: Menkes Terawan Janji Percepat Klaim Biaya Perawatan Pasien COVID-19 )
"Mungkin berdasarkan perhitungan kita kita berusaha Rp4 triliun, tapi dengan melihat perkembangan Covid ini kita pastikan di angka Rp2,7 sampai Rp3 triliun. Karena ada kemunduran dari proyek-proyek yang kita kerjakan," ujarnya dalam acara laporan kinerja secara virtual, Rabu (30/9/2020).
Menurut Arviyan, ada sekitar tiga proyek yang meleset dari target. Ketiga proyek tersebut yakni Gasifikasi Batu Bara, PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 dan angkutan batu bara. “Ini memang mau tidak mau ada beberapa kemunduran dari proyek yang kita lakukan,” ucapnya.
Khusus proyek gasifikasi batu bara, semula tahap pengadaan jasa engineering, procurement, dan construction (EPC) pada proyek gasifikasi dilakukan pada kuartal III tahun ini. Namun akibat adanya pandemi, hal tersebut baru bisa dilakukan pada 2021.
Proyek DME PTBA akan dikembangkan di Tanjung Enim provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan PLTU Sumsel-8 berkapasitas 2x620 MW merupakan proyek strategis PTBA dengan nilai mencapai USD1,68 miliar. (Baca juga: Aktivis Kembali Gelar Aksi Tolak Pembangunan PLTU Jawa 9 Dan 10 )
PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35 ribu MW dan dibangun oleh PTBA melalui PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP) sebagai Independent Power Producer (IPP). PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.
Selain itu, PTBA juga bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 72 juta ton/tahun pada tahun 2025. "Kemudian di 2021 itu EPC dan dalam waktu 36-48 bulan pabrik ini sudah bisa produksi DME," ucapnya.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, salah satu penyebab lambatnya penyerapan capex adalah karena adanya pandemi virus corona (Covid-19). Akibat pandemi ini, ada sejumlah proyek yang mengalami kemunduran tahap pengerjaan sehingga capex yang dianggarkan tidak berjalan. (Baca juga: Menkes Terawan Janji Percepat Klaim Biaya Perawatan Pasien COVID-19 )
"Mungkin berdasarkan perhitungan kita kita berusaha Rp4 triliun, tapi dengan melihat perkembangan Covid ini kita pastikan di angka Rp2,7 sampai Rp3 triliun. Karena ada kemunduran dari proyek-proyek yang kita kerjakan," ujarnya dalam acara laporan kinerja secara virtual, Rabu (30/9/2020).
Menurut Arviyan, ada sekitar tiga proyek yang meleset dari target. Ketiga proyek tersebut yakni Gasifikasi Batu Bara, PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 dan angkutan batu bara. “Ini memang mau tidak mau ada beberapa kemunduran dari proyek yang kita lakukan,” ucapnya.
Khusus proyek gasifikasi batu bara, semula tahap pengadaan jasa engineering, procurement, dan construction (EPC) pada proyek gasifikasi dilakukan pada kuartal III tahun ini. Namun akibat adanya pandemi, hal tersebut baru bisa dilakukan pada 2021.
Proyek DME PTBA akan dikembangkan di Tanjung Enim provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan PLTU Sumsel-8 berkapasitas 2x620 MW merupakan proyek strategis PTBA dengan nilai mencapai USD1,68 miliar. (Baca juga: Aktivis Kembali Gelar Aksi Tolak Pembangunan PLTU Jawa 9 Dan 10 )
PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35 ribu MW dan dibangun oleh PTBA melalui PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP) sebagai Independent Power Producer (IPP). PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.
Selain itu, PTBA juga bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 72 juta ton/tahun pada tahun 2025. "Kemudian di 2021 itu EPC dan dalam waktu 36-48 bulan pabrik ini sudah bisa produksi DME," ucapnya.
(ind)