Kemenperin Genjot Industri Rock Wool dengan Insentif dan SNI (Lagi)
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian sedang berupaya keras mendorong peningkatan utilisasi di seluruh sektor manufaktur, terutama yang terdampak pandemi Covid-19 . Salah satunya adalah subsektornya yang cukup potensial adalah industri bahan isolasi panas, penyerap suara dan tahan api dari mineral wool.
“Beberapa waktu lalu, kami meninjau pabrik PT Nichias Rockwool Indonesia di Cikampek. Kami sangat mengapresiasi perusahaan itu yang selama ini telah memberikan kontribusinya,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Rabu (30/9). ( Baca juga:Duh, Kesiapan Digital Bisnis Indonesia di Bawah Singapura dan Thailand )
PT Nichias Rockwool Indonesia berdiri sejak tahun 1995, dan saat ini sudah memiliki tiga pabrik dengan total kapasitas terpasang sebesar 35.000 ton per tahun. “Namun realisasi produksinya hanya 16.362 ton per tahun. Jadi, utilisasinya sekitar 46,75%,” ungkap Khayam.
Sementara itu, kebutuhan di pasar domestik terhadap bahan isolasi panas, penyerap suara dan tahan api dari mineral wool ini mencapai 22.343 ton pada tahun 2018, sedangkan di tahun 2019 menembus hingga 23.765 ton. Pertumbuhan permintaannya setiap tahun meningkat sekitar 10-15%.
“Saat ini, kebutuhan bahan tersebut di dalam negeri hanya dipasok oleh PT Nichias Rockwool Indonesia,” paparnya.
Rock wool adalah serat pintal anorganik yang terbuat dari mineral atau batuan alami. Pembuatan rock wool dengan cara melelehkan bahan baku mineral pada suhu tinggi kemudian dicampur resin dan diembuskan dengan tekanan tertentu sehingga menghasilkan serat yang dinamakan rock wool. ( Baca juga:Inovator 4.0 Sarankan Inovasi dan Renovasi Gagasan Masuk ke Ranah Politik )
Guna menggenjot produktivitas dan menarik investasi di sektor industri bahan isolasi panas, penyerap suara dan tahan api dari mineral wool ini, Kemenperin terus memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. “Misalnya, kami sedang menyusun regulasi peraturan menteri terkait SNI wajib bahan isolasi panas penyerap suara dan tahan api dari mineral wool,” tandasnya.
“Beberapa waktu lalu, kami meninjau pabrik PT Nichias Rockwool Indonesia di Cikampek. Kami sangat mengapresiasi perusahaan itu yang selama ini telah memberikan kontribusinya,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Rabu (30/9). ( Baca juga:Duh, Kesiapan Digital Bisnis Indonesia di Bawah Singapura dan Thailand )
PT Nichias Rockwool Indonesia berdiri sejak tahun 1995, dan saat ini sudah memiliki tiga pabrik dengan total kapasitas terpasang sebesar 35.000 ton per tahun. “Namun realisasi produksinya hanya 16.362 ton per tahun. Jadi, utilisasinya sekitar 46,75%,” ungkap Khayam.
Sementara itu, kebutuhan di pasar domestik terhadap bahan isolasi panas, penyerap suara dan tahan api dari mineral wool ini mencapai 22.343 ton pada tahun 2018, sedangkan di tahun 2019 menembus hingga 23.765 ton. Pertumbuhan permintaannya setiap tahun meningkat sekitar 10-15%.
“Saat ini, kebutuhan bahan tersebut di dalam negeri hanya dipasok oleh PT Nichias Rockwool Indonesia,” paparnya.
Rock wool adalah serat pintal anorganik yang terbuat dari mineral atau batuan alami. Pembuatan rock wool dengan cara melelehkan bahan baku mineral pada suhu tinggi kemudian dicampur resin dan diembuskan dengan tekanan tertentu sehingga menghasilkan serat yang dinamakan rock wool. ( Baca juga:Inovator 4.0 Sarankan Inovasi dan Renovasi Gagasan Masuk ke Ranah Politik )
Guna menggenjot produktivitas dan menarik investasi di sektor industri bahan isolasi panas, penyerap suara dan tahan api dari mineral wool ini, Kemenperin terus memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. “Misalnya, kami sedang menyusun regulasi peraturan menteri terkait SNI wajib bahan isolasi panas penyerap suara dan tahan api dari mineral wool,” tandasnya.
(uka)