Hak Cuti hingga Jam Kerja Dipersoalkan Buruh, Ini Tanggapan Menaker

Selasa, 06 Oktober 2020 - 13:42 WIB
loading...
Hak Cuti hingga Jam Kerja Dipersoalkan Buruh, Ini Tanggapan Menaker
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah membeberkan tanggapannya atas poin-poin dalam RUU Cipta Kerja yang ditolak aliansi buruh. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Menanggapi tujuh tuntutan dari aliansi buruh , mulai dari perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) seumur hidup, outsourcing, penolakan jam kerja yang eksploitatif, hingga hak cuti, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah membeberkan poin-poin positif yang terangkum dalam Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

"Terdapat prinsip-prinsip umum yang dipatuhi dalam penyusunan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja, yang pertama, penyusunan ketentuan klaster ketenagakerjaan memperhatikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU 13/2003," ujar Ida di Jakarta, Selasa (6/10/2020).

(Baca Juga: Buruh di Jawa Barat: Kami Tidak Percaya Lagi dengan DPR)

Kemudian, jelas dia, ketentuan mengenai sanksi ketenagakerjaan dikembalikan kepada UU 13/2003. Ida mengatakan, RUU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/buruh PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja. Disamping itu, RUU Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi kepada pekerja/buruh pada saat berakhirnya PKWT.

"Syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/buruh dalam kegiatan Alih Daya (outsourcing) masih tetap dipertahankan. Bahkan RUU Cipta memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian Perusahaan Alih Daya. Hal ini sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011," jelas Ida.

Di samping itu, dalam rangka pengawasan terhadap Perusahaan Alih Daya, RUU Cipta Kerja juga mengatur syarat-syarat perizinan terhadap Perusahaan Alih Daya yang terintegrasi dalam sistem Online Single Submission (OSS).

"Ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat tetap diatur seperti UU eksisting (UU 13/2003) dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu. Hal ini untuk mengakomodir tuntutan perlindungan pekerja/buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu yang di era ekonomi digital saat ini berkembang secara dinamis," paparnya.

(Baca Juga: Dibohongi DPR, 10 Ribu Buruh Bekasi Gelar Aksi Mogok Kerja)

Dia menyampaikan, RUU Cipta Kerja tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja/buruh sebagaimana peraturan perundang-undangan eksisting (UU 13/2003 dan PP 78/2015) dan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang baru.

"Terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan Upah Minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Selain itu, ketentuan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota tetap dipertahankan. Dengan adanya kejelasan dalam konsep penetapan Upah Minimum dimaksud, maka RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran Upah Minimum," ucapnya.

Di samping itu, dalam rangka memperkuat perlindungan upah bagi pekerja/buruh serta meningkatkan pertumbuhan sektor Usaha Mikro dan Kecil, maka RUU Cipta Kerja mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor Usaha Mikro dan Kecil.

"Dalam rangka perlindungan kepada pekerja/buruh yang menghadapi proses pemutusan hubungan kerja (PHK), RUU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK," tambahnya.

(Baca Juga: Diprotes Keras Buruh, Begini Bunyi Pasal yang Mengatur Perjanjian Kerja UU Ciptaker)

Ida mengatakan, RUU Cipta Kerja tetap memberikan ruang bagi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.

"RUU Cipta Kerja semakin mempertegas pengaturan mengenai “upah proses” bagi pekerja/buruh selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incraht). Hal ini sebagaimana amanat Putusan MK No.37/PUU-IX/2011," sambungnya.

Kemudian dalam rangka memberikan jaminan sosial bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK, RUU Cipta Kerja mengatur ketentuan mengenai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang manfaatnya berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.

(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2923 seconds (0.1#10.140)