Ekonom Kritisi Klaster Ketenagakerjaan UU Ciptaker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah disahkan oleh DPR, Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja menuai respon negatif dari para pekerja. Hal ini karena isi dari UU tersebut yang dinilai akan merugikan para pekerja nantinya setelah diterapkan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut, dari klaster ketenagakerjaan dia menyoroti pengurangan hak pesangon dan ini akan menurunkan daya beli buruh.
"Ini tidak bisa diterima oleh pekerja yang saat ini rentan di-PHK. Padahal buruh membutuhkan pesangon yang adil untuk mempertahankan biaya hidup disaat sulit mencari pekerjaan baru," ujar Bhima saat dihubungi, Minggu (11/10/2020). (Baca juga: Jangan Tertipu! Pesangon PHK Memang Disunat Pengusaha Tapi Diganti Jaminan Kehilangan Kerja )
Bhima menambahkan, terkait adanya peluang pekerja akan mendapatkan kontrak terus-menerus tanpa batas yang menurutnya akan membuat ketidakpastian kerja meningkat. Bahkan, jenjang karier bagi pegawai kontrak pun tidak pasti karena selamanya bisa dikontrak.
"Praktik ini merupakan strategi pengusaha untuk menekan biaya pensiun atau pesangon dan tunjangan lain, tapi merugikan pekerja karena haknya tidak sama dengan pegawai tetap," kata dia. (Baca juga: Pepe Siap Bantu Portugal Juarai Piala Dunia 2022 Sebelum Pensiun )
Bahkan, dengan dicabutnya hak-hak pekerja dalam omnibus law, Bhima menyebut hal ini tidak menutup kemungkinan persepsi investor khususnya negara maju jadi negatif terhadap Indonesia.
"Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work dimana hak-hak buruh sangat dihargai bukan sebaliknya menurunkan hak buruh berarti bertentangan dengan prinsip negara maju," ucapnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut, dari klaster ketenagakerjaan dia menyoroti pengurangan hak pesangon dan ini akan menurunkan daya beli buruh.
"Ini tidak bisa diterima oleh pekerja yang saat ini rentan di-PHK. Padahal buruh membutuhkan pesangon yang adil untuk mempertahankan biaya hidup disaat sulit mencari pekerjaan baru," ujar Bhima saat dihubungi, Minggu (11/10/2020). (Baca juga: Jangan Tertipu! Pesangon PHK Memang Disunat Pengusaha Tapi Diganti Jaminan Kehilangan Kerja )
Bhima menambahkan, terkait adanya peluang pekerja akan mendapatkan kontrak terus-menerus tanpa batas yang menurutnya akan membuat ketidakpastian kerja meningkat. Bahkan, jenjang karier bagi pegawai kontrak pun tidak pasti karena selamanya bisa dikontrak.
"Praktik ini merupakan strategi pengusaha untuk menekan biaya pensiun atau pesangon dan tunjangan lain, tapi merugikan pekerja karena haknya tidak sama dengan pegawai tetap," kata dia. (Baca juga: Pepe Siap Bantu Portugal Juarai Piala Dunia 2022 Sebelum Pensiun )
Bahkan, dengan dicabutnya hak-hak pekerja dalam omnibus law, Bhima menyebut hal ini tidak menutup kemungkinan persepsi investor khususnya negara maju jadi negatif terhadap Indonesia.
"Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work dimana hak-hak buruh sangat dihargai bukan sebaliknya menurunkan hak buruh berarti bertentangan dengan prinsip negara maju," ucapnya.
(ind)