Tak Bosan, Pemerintah Jelaskan Lagi Poin-Poin yang Disorot dalam UU Cipta Kerja

Senin, 12 Oktober 2020 - 18:12 WIB
loading...
Tak Bosan, Pemerintah...
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terus memberikan penjelasan terkait poin-poin UU Cipta Kerja yang dikhawatirkan publik. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah tak berhenti memberikan penjelasan terkait poin-poin yang menjadi kekhawatiran publik, khususnya buruh, dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja . Mulai dari penggunaan tenaga kerja asing hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) , ditegaskan tidak dibebaskan begitu saja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan, untuk tenaga kerja asing, pemerintah akan memberikan syarat-syarat berbasis pada rencana penggunaan tenaga asing. Selanjutnya, untuk isu waktu kerja, tetap tak berubah sebanyak 40 jam dalam sepekan.

(Baca Juga: Bantah Sebar Hoax, KSPI Sebut Informasi UU Cipta Kerja Bersumber dari DPR)

"Mengenai isu waktu kerja, itu tetap 40 jam. Pada ketentuan 40 jam tersebut pengusahanya dapat memilih sistem 5 hari 8 jam, atau 6 hari 7 jam," ujar Airlangga di Jakarta, Senin (12/10/2020).

Dia melanjutkan, pekerja yang terkena PHK pun akan tetap diberikan pesangon. Pekerja juga diberikan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). "Mereka bahkan diberikan pelatihan selama 6 bulan dan diberi semi bansos sampai mereka mendapatkan akses pekerjaan baru," jelasnya.

Sedangkan terkait isu pendidikan, Airlangga kembali menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak mengaturnya. Menurutnya, tidak ada perubahan sistem dalam pendidikan baik formal maupun pesantren dari adanya UU Cipta Kerja.

Menanggapi isu mengenai pekerja waktu tertentu yang dapat terus menerus bekerja, Airlangga menegaskan bahwa pekerja waktu tertentu tidak berlaku untuk pekerjaan tetap. "Pekerja waktu tertentu hanya berlaku untuk pekerjaan yang penyelesaiannya membutuhkan waktu yang pendek," tandasnya.

(Baca Juga: Sri Mulyani Pede UU Cipta Kerja Hindarkan RI dari middle Income Trap)

Selanjutnya, upah minimum menurutnya tetap, baik untuk upah provinsi maupun upah kabupaten/kota. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) harus lebih tinggi dari Upah Minimum Provinsi (UMP) dan ditetapkan oleh gubernur.

"Sehingga UMP menjadi batas minimal UMK. Pengusaha juga dilarang membayar upah lebih rendah dari tahun sebelumnya, demikian pula setelah UU Cipta Kerja, upahnya tidak boleh rendah dari tahun sebelumnya," pungkas dia.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1480 seconds (0.1#10.140)