Memanfaatkan Peluang Resesi, Apa Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Resesi sudah di depan mata. Indonesia dipastikan bakal mengalami resesi pada kuartal ketiga tahun ini, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi terkontraksi atau minus sekitar 2%. Namun, resesi bukanlah akhir dari segalanya. Malah, bisa menjadi peluang jika dimanfaatkan dengan benar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menilai, resesi ekonomi nasional tidak dapat dihindari di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Dia meminta seluruh pihak untuk berani menghadapi resesi tersebut dan bahkan memanfaatkan kondisi tersebut. (Baca: Nasihat Indah Aa Gym: Jangan Mempersulit Diri!)
“Resesi jangan sampai disia-siakan. Resesi sesuatu yang harus dihadapi dan dimanfaatkan. Saat resesi adalah saat terbaik untuk melihat yang harus diperbaiki dari kondisi ekonomi, kita transformasi agar semakin kuat setelah keluar resesi,” kata Febrio dalam diskusi virtual di Jakarta kemarin.
Menurutnya, tantangan Covid-19 masih di depan mata. Eskalasi Covid-19 masih meningkat yang bisa menyebabkan ekonomi nasional kembali terkontraksi. Hal tersebut jelas menyebabkan investasi dan konsumsi menurun.
“Ini jadi ancaman bagi perekonomian tahun ini dan mungkin jadi ancaman tahun depan. Pekerjaan hilang, mengancam daya beli inilah yang harus dikoreksi jangka pendek,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, UU Cipta Kerja dirasa akan menjadi modal penting dalam pemulihan ekonomi pada 2020 dan 2021 mendatang, terlebih untuk reformasi perpajakan setelah diterbitkannya UU tersebut.
“Di sinilah kalau kita ingin reformasi sektor perpajakan kita, kontribusi sektoral harus dipelajari, pertimbangkan, apakah fair, adakah sesuatu yang harus diubah. Ini jadi bagian dari kebijakan reform perpajakan ke depan,” tukasnya. (Baca juga: PSBB Diperpanjang, Sekolah di Jakarta Belum Bisa Terapkan Tatap Muka)
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menilai sangat sulit untuk memanfaatkan resesi sebagai peluang. Menurut dia, hal tersebut merupakan optimisme yang tidak berdasar. "Bagaimana mau memanfaatkan resesi, jelas resesi adalah tekanan terhadap ekonomi khususnya di sektor UMKM," katanya.
Dia mengungkapkan, pada 1998 dan 2008, UMKM bisa menjadi penyelamat ekonomi. Sementara pada 2020, kondisi UMKM juga mendapatkan tekanan dari penurunan daya beli. Jadi, pemerintah harus memiliki empati dengan memperbesar stimulus untuk UMKM, misalnya pada 2021.
Apalagi berdasarkan data yang ada, lanjut Bhima, 87% UMKM belum tersambung ke dalam ekosistem digital. Hal ini tentu jadi tugas pemerintah untuk memastikan sektor usaha yang paling kecil, jangan tertinggal dari booming ekonomi digital. "No one left behind harusnya bukan sekadar slogan," tegas dia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menilai, resesi ekonomi nasional tidak dapat dihindari di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Dia meminta seluruh pihak untuk berani menghadapi resesi tersebut dan bahkan memanfaatkan kondisi tersebut. (Baca: Nasihat Indah Aa Gym: Jangan Mempersulit Diri!)
“Resesi jangan sampai disia-siakan. Resesi sesuatu yang harus dihadapi dan dimanfaatkan. Saat resesi adalah saat terbaik untuk melihat yang harus diperbaiki dari kondisi ekonomi, kita transformasi agar semakin kuat setelah keluar resesi,” kata Febrio dalam diskusi virtual di Jakarta kemarin.
Menurutnya, tantangan Covid-19 masih di depan mata. Eskalasi Covid-19 masih meningkat yang bisa menyebabkan ekonomi nasional kembali terkontraksi. Hal tersebut jelas menyebabkan investasi dan konsumsi menurun.
“Ini jadi ancaman bagi perekonomian tahun ini dan mungkin jadi ancaman tahun depan. Pekerjaan hilang, mengancam daya beli inilah yang harus dikoreksi jangka pendek,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, UU Cipta Kerja dirasa akan menjadi modal penting dalam pemulihan ekonomi pada 2020 dan 2021 mendatang, terlebih untuk reformasi perpajakan setelah diterbitkannya UU tersebut.
“Di sinilah kalau kita ingin reformasi sektor perpajakan kita, kontribusi sektoral harus dipelajari, pertimbangkan, apakah fair, adakah sesuatu yang harus diubah. Ini jadi bagian dari kebijakan reform perpajakan ke depan,” tukasnya. (Baca juga: PSBB Diperpanjang, Sekolah di Jakarta Belum Bisa Terapkan Tatap Muka)
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menilai sangat sulit untuk memanfaatkan resesi sebagai peluang. Menurut dia, hal tersebut merupakan optimisme yang tidak berdasar. "Bagaimana mau memanfaatkan resesi, jelas resesi adalah tekanan terhadap ekonomi khususnya di sektor UMKM," katanya.
Dia mengungkapkan, pada 1998 dan 2008, UMKM bisa menjadi penyelamat ekonomi. Sementara pada 2020, kondisi UMKM juga mendapatkan tekanan dari penurunan daya beli. Jadi, pemerintah harus memiliki empati dengan memperbesar stimulus untuk UMKM, misalnya pada 2021.
Apalagi berdasarkan data yang ada, lanjut Bhima, 87% UMKM belum tersambung ke dalam ekosistem digital. Hal ini tentu jadi tugas pemerintah untuk memastikan sektor usaha yang paling kecil, jangan tertinggal dari booming ekonomi digital. "No one left behind harusnya bukan sekadar slogan," tegas dia.