Memanfaatkan Peluang Resesi, Apa Bisa?

Selasa, 13 Oktober 2020 - 10:12 WIB
loading...
Memanfaatkan Peluang Resesi, Apa Bisa?
Indonesia dipastikan bakal mengalami resesi pada kuartal ketiga tahun ini, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi terkontraksi atau minus sekitar 2%. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Resesi sudah di depan mata. Indonesia dipastikan bakal mengalami resesi pada kuartal ketiga tahun ini, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi terkontraksi atau minus sekitar 2%. Namun, resesi bukanlah akhir dari segalanya. Malah, bisa menjadi peluang jika dimanfaatkan dengan benar.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menilai, resesi ekonomi nasional tidak dapat dihindari di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Dia meminta seluruh pihak untuk berani menghadapi resesi tersebut dan bahkan memanfaatkan kondisi tersebut. (Baca: Nasihat Indah Aa Gym: Jangan Mempersulit Diri!)

“Resesi jangan sampai disia-siakan. Resesi sesuatu yang harus dihadapi dan dimanfaatkan. Saat resesi adalah saat terbaik untuk melihat yang harus diperbaiki dari kondisi ekonomi, kita transformasi agar semakin kuat setelah keluar resesi,” kata Febrio dalam diskusi virtual di Jakarta kemarin.

Menurutnya, tantangan Covid-19 masih di depan mata. Eskalasi Covid-19 masih meningkat yang bisa menyebabkan ekonomi nasional kembali terkontraksi. Hal tersebut jelas menyebabkan investasi dan konsumsi menurun.

“Ini jadi ancaman bagi perekonomian tahun ini dan mungkin jadi ancaman tahun depan. Pekerjaan hilang, mengancam daya beli inilah yang harus dikoreksi jangka pendek,” ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, UU Cipta Kerja dirasa akan menjadi modal penting dalam pemulihan ekonomi pada 2020 dan 2021 mendatang, terlebih untuk reformasi perpajakan setelah diterbitkannya UU tersebut.

“Di sinilah kalau kita ingin reformasi sektor perpajakan kita, kontribusi sektoral harus dipelajari, pertimbangkan, apakah fair, adakah sesuatu yang harus diubah. Ini jadi bagian dari kebijakan reform perpajakan ke depan,” tukasnya. (Baca juga: PSBB Diperpanjang, Sekolah di Jakarta Belum Bisa Terapkan Tatap Muka)

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menilai sangat sulit untuk memanfaatkan resesi sebagai peluang. Menurut dia, hal tersebut merupakan optimisme yang tidak berdasar. "Bagaimana mau memanfaatkan resesi, jelas resesi adalah tekanan terhadap ekonomi khususnya di sektor UMKM," katanya.

Dia mengungkapkan, pada 1998 dan 2008, UMKM bisa menjadi penyelamat ekonomi. Sementara pada 2020, kondisi UMKM juga mendapatkan tekanan dari penurunan daya beli. Jadi, pemerintah harus memiliki empati dengan memperbesar stimulus untuk UMKM, misalnya pada 2021.

Apalagi berdasarkan data yang ada, lanjut Bhima, 87% UMKM belum tersambung ke dalam ekosistem digital. Hal ini tentu jadi tugas pemerintah untuk memastikan sektor usaha yang paling kecil, jangan tertinggal dari booming ekonomi digital. "No one left behind harusnya bukan sekadar slogan," tegas dia.

Kepala Ekonom TanamDuit Ferry Latuhihin mengatakan, di tengah kondisi saat ini, risiko resesi memang tidak terhindarkan. Namun yang terpenting adalah masyarakat masih punya daya beli. “Setidaknya dari bantuan langsung pemerintah,” katanya. (Baca juga: Tips Aman ke Dokter Gigi Selama Covid-19)

Resesi saat ini, dijelaskannya, bukan disebabkan oleh business cycle atau boom & bust cycle yang secara berkala dapat terjadi karena misalnya over-leveraged atau tingginya debt to equity ratio atau karena tingginya inflasi, sehingga mengharuskan bank sentral injak rem dengan suku bunga tinggi, lalu ekonomi terjungkal.

"Resesi kali ini disebabkan oleh exogenous shock, bukannya endogenous. Maka pemerintahan mana pun di dunia saat ini harus berani melakukan berbagai macam stimulus. Tujuannya untuk menjaga likuiditas agar tidak berkembang menjadi masalah sovabilitas atau kebangkrutan, lalu terjadi PHK massal. Saat ini ada PHK, tapi dalam skala kecil atau normal," ujar Ferry.

Bahkan, lanjut dia, stimulus dari pemerintah jauh lebih baik bila terlalu besar daripada terlalu kecil. Karena ada tantangan akibat supply dan demand shock, sehingga diharapkan setan inflasi tidak muncul. "Kalau terlalu kecil takutnya akan menyebabkan debt-deflation spiral yaitu kondisi di mana utang naik, permintaan turun, pertumbuhan amblas, dan bank-bank bangkrut. Untungnya tanda-tanda itu tidak ada di negara kita sekarang," jelasnya. (Baca juga: Banjir Tewaskan 17 Orang di Vietnam)

Dia menilai kebijakan dari pemerintah sudah benar. Termasuk Omnibus Law Ciptaker, yang belum dipahami oleh sebagian masyarakat yang mungkin awam dalam masalah ekonomi. Menurutnya, resesi kali ini jangan disamakan dengan resesi yang disebabkan oleh kinerja BUKU yang jelek di sektor perbankan.

"Ini disebabkan shock yang tiba-tiba terjadi karena Covid-19. Tahun depan rasanya pertumbuhan ekonomi kita sudah kembali normal di sekitar 5%. Apalagi kalau Omnibus Law Ciptaker berhasil menarik investasi langsung dari mancanegara. Ekonomi bisa tumbuh di atas 6%. Jadi, seharusnya semua masyarakat membela produk hukum itu dan bukan malah menentangnya," tegasnya.

Menurut pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah, resesi di tengah pandemi kini adalah kenormalan baru atau terelakkan, sedangkan yang bisa dilakukan adalah berusaha bertahan hidup agar bisa bangkit setelah pandemi berakhir. "Tentunya akan sangat baik bila kita tidak hanya bertahan, tetapi bisa lebih aktif memanfaatkan momentum saat ini memperbaiki semua kelemahan kita selama ini," ujar Piter. (Lihat videonya: Kelompok Geng Motor di Medan Terjaring Razia Polisi)

Piter mengungkapkan, pemerintah sebaiknya fokus dalam pembenahan reformasi struktural, seperti membenahi kebijakan menyangkut sistem prosedural. Tujuannya agar semua hambatan bisa diatasi. Bahkan, ini akan menjamin ketika pandemi berlalu nanti maka Indonesia benar-benar bisa bangkit dengan cepat. "Saya melihat dan mengartikan memanfaatkan peluang di tengah pandemi seperti itu," pungkasnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/Hafid Fuad)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1405 seconds (0.1#10.140)