Perlindungan Konsumen dalam Tren Belanja Daring
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh dengan tantangan untuk masyarakat Indonesia, karena tahun ini Indonesia dan negara dunia menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), telah melakukan kebijakan pencegahan penyebaran COVID-19 salah satunya adalah pembatasan sosial atau social distancing.
Tentunya dengan adanya pembatasan sosial ini masyarakat Indonesia perlu menyesuaikan diri dalam aktivitas kesehariannya termasuk dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan. Hal ini memberikan dampak yang sangat besar dari tingkat konsumsi masyarakat, sehingga dampak ini memberikan akibat yang sangat besar kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk memecahkan permasalahan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan secara langsung karena adanya risiko tertular COVID-19, masyarakat Indonesia mengalihkan perilaku konsumsinya dengan menggunakan media daring. Perdagangan melalui sistem elektronik merupakan suatu alternatif yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan sehari-harinya, namun disisi lain merupakan tantangan besar, mengingat perdagangan melalui sistem elektronik merupakan hal baru, dengan risiko kerugian yang mungkin terjadi pada konsumen, bahkan adakalanya merupakan modus operandi untuk kejahatan Penipuan.
Oleh karena itu negara harus hadir, memberikan batasan perilaku pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik sehingga masyarakat dapat melakukan transaksi dengan aman dan tidak menimbulkan kerugian dikemudian hari. Perdagangan melalui sistem elektronik telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 65 UU Perdagangan mewajibkan pelaku usaha yang memperdagangkan barang untuk memberikan data dan informasi yang lengkap dan benar, serta melarang perdagangan barang/jasa secara daring yang tidak sesuai dengan data dan informasi.
Selain itu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Permendag PMSE), menegaskan kewajiban pelaku usaha tidak hanya dalam transaksi elektronik melainkan juga mencakup perizinan, mekanisme pengiriman, pembayaran, iklan, kontrak elektronik.
Materi pengaturan perdagangan melalui sistem elektronik memberikan kewajiban kepada Pelaku Usaha (termasuk Pedagang) yang melakukan PMSE untuk memenuhi persyaratan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persyaratan umum yang dimaksud antara lain izin usaha, izin teknis, Tanda Daftar Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, kode etik bisnis (business conduct)/perilaku usaha (code of practices), standardisasi produk Barang dan/atau Jasa dan hal-hal lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dapat dipertanggungjawabkan apabila melakukan kegiatan yang merugika konsumen.
Selain itu untuk dapat melindungi konsumen PP PMSE dan Permendag PMSE memberikan kewajiban kepada pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik untuk melindungi hak-hak konsumen, mulai dari kegiatan penawaran elektronik, iklan, kontrak elektronik, penukaran dan pembatalan, sampai dalam ranah pengiriman barang dan/atau jasa.Bahkan dalam pengiriman barang dan/atau jasa yang menggunakan jasa kurir, Pelaku Usaha harus memastikan ketepatan waktu pengiriman barang dan/atau jasa kepada konsumen.
Pedagang dan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri dan luar negeri juga diwajibkan memberikan jangka waktu paling sedikit 2 (dua) hari kerja untuk penukaran barang dan/atau jasa, atau pembatalan pembelian, terhitung sejak diterima oleh konsumen. Hal ini tentunya memberikan perlindungan kepada masyarakat sehingga keseluruhan transaksi yang dilakukan aman dan peyelesaian terhadap dampak yang ditimbulkan.
Selain itu PP PMSE juga mengatur jika kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik merugikan konsumen, maka konsumen dapat melaporkan kerugiannya kepada Menteri Perdagangan. Untuk selanjutnya Pelaku Usaha yang dilaporkan harus menyelesaikan pelaporan tersebut. Jika tidak dilakukan maka Pelaku Usaha dapat dimasukkan dalam Daftar Prioritas Pengawasan oleh Menteri yang dapat diakses oleh publik.
Tentunya dengan adanya pembatasan sosial ini masyarakat Indonesia perlu menyesuaikan diri dalam aktivitas kesehariannya termasuk dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan. Hal ini memberikan dampak yang sangat besar dari tingkat konsumsi masyarakat, sehingga dampak ini memberikan akibat yang sangat besar kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk memecahkan permasalahan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakukan secara langsung karena adanya risiko tertular COVID-19, masyarakat Indonesia mengalihkan perilaku konsumsinya dengan menggunakan media daring. Perdagangan melalui sistem elektronik merupakan suatu alternatif yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan sehari-harinya, namun disisi lain merupakan tantangan besar, mengingat perdagangan melalui sistem elektronik merupakan hal baru, dengan risiko kerugian yang mungkin terjadi pada konsumen, bahkan adakalanya merupakan modus operandi untuk kejahatan Penipuan.
Oleh karena itu negara harus hadir, memberikan batasan perilaku pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik sehingga masyarakat dapat melakukan transaksi dengan aman dan tidak menimbulkan kerugian dikemudian hari. Perdagangan melalui sistem elektronik telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 65 UU Perdagangan mewajibkan pelaku usaha yang memperdagangkan barang untuk memberikan data dan informasi yang lengkap dan benar, serta melarang perdagangan barang/jasa secara daring yang tidak sesuai dengan data dan informasi.
Selain itu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Permendag PMSE), menegaskan kewajiban pelaku usaha tidak hanya dalam transaksi elektronik melainkan juga mencakup perizinan, mekanisme pengiriman, pembayaran, iklan, kontrak elektronik.
Materi pengaturan perdagangan melalui sistem elektronik memberikan kewajiban kepada Pelaku Usaha (termasuk Pedagang) yang melakukan PMSE untuk memenuhi persyaratan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persyaratan umum yang dimaksud antara lain izin usaha, izin teknis, Tanda Daftar Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, kode etik bisnis (business conduct)/perilaku usaha (code of practices), standardisasi produk Barang dan/atau Jasa dan hal-hal lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dapat dipertanggungjawabkan apabila melakukan kegiatan yang merugika konsumen.
Selain itu untuk dapat melindungi konsumen PP PMSE dan Permendag PMSE memberikan kewajiban kepada pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik untuk melindungi hak-hak konsumen, mulai dari kegiatan penawaran elektronik, iklan, kontrak elektronik, penukaran dan pembatalan, sampai dalam ranah pengiriman barang dan/atau jasa.Bahkan dalam pengiriman barang dan/atau jasa yang menggunakan jasa kurir, Pelaku Usaha harus memastikan ketepatan waktu pengiriman barang dan/atau jasa kepada konsumen.
Pedagang dan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri dan luar negeri juga diwajibkan memberikan jangka waktu paling sedikit 2 (dua) hari kerja untuk penukaran barang dan/atau jasa, atau pembatalan pembelian, terhitung sejak diterima oleh konsumen. Hal ini tentunya memberikan perlindungan kepada masyarakat sehingga keseluruhan transaksi yang dilakukan aman dan peyelesaian terhadap dampak yang ditimbulkan.
Selain itu PP PMSE juga mengatur jika kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik merugikan konsumen, maka konsumen dapat melaporkan kerugiannya kepada Menteri Perdagangan. Untuk selanjutnya Pelaku Usaha yang dilaporkan harus menyelesaikan pelaporan tersebut. Jika tidak dilakukan maka Pelaku Usaha dapat dimasukkan dalam Daftar Prioritas Pengawasan oleh Menteri yang dapat diakses oleh publik.