Sri Mulyani 'Konsultasi' Soal APBN Pandemi ke Mahasiswa Almamaternya

Senin, 26 Oktober 2020 - 16:19 WIB
loading...
Sri Mulyani Konsultasi...
Foto/Ilustrasi/Okezone
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pertanyaan kepada para mahasiswa finalis Lomba Debat Hebat APBN yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan. Pertanyaan pertama dilontarkan kepada tim IDLS dari Universitas Indonesia.

Dalam pertanyaannya, Sri Mulyani mengatakan bagaimana cara pengelolaan APBN di tengah ancaman krisis akibat pandemi ini. Apakah ingin mendorong belanja, atau justru mulai melakukan efisiensi pada pos pengeluaran negara tersebut? ( Baca juga:Terungkap, Kementerian/Lembaga Dulu Bisa Bikin Akun Keuangan Sendiri )

Sebelum bertanya, Sri Mulyani memaparkan terlebih dahulu siatuasi yang ada. Pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit dan cenderung tidak populer. Pasalnya, di satu sisi ekonomi Indonesia mengalami kemerosotan, masyarakat juga terancam terkena pemutusan hubugan kerja (PHK).

Di sisi lain pemerintah juga perlu untuk mendorong belanja, khususnya masyarakat yang terdampak pandemi. Konsekuensinya, utang pemerintah akan semakin membengkak.

"Di dalam menghadapi krisis pemerintah dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah dan tidak populer. Ekonomi masyarakat merosot, rakyat terancam keselamatannya karena pandemi dan juga karena kehilangan pekerjaan. Kemungkinan ancaman utang juga meningkat," ujarnya dalam acara Lomba Debat Hebat APBN secara virtual, Senin (26/10/2020).

Sri Mulyani kemudian menjelaskan, jika melihat situasi tersebut, pilihan yang dimiliki pemerintah tidak populer dan baik. Sebenarnya pemerintah ingin menaikan belanja negara, namun pendapatan negara merosot.

Memang ada pilihan untuk menaikkan pajak kepada para pengusaha. Jika hal tersebut dilakukan sangat sulit juga mengingat para pengusaha yang menjadi pembayar pajak tidak memiliki penghasilan akibat adanya pandemi.

"Jadi pilihan mau belanja nambah, atau belanja turun karena pendapatan lagi turun? Apakah harus menambah utang, dan juga tidak populer dan mungkin kita tidak menginginkan memberikan warisan kepada generasi ke depan. Atau sebaiknya kita menaikkan pajak dalam situasi pembayar pajak pun tidak mendapatkan penerimaan," jelasnya.

Oleh karena itu, dirinya ingin mengetahui pilihan dari pandangan soal kebijakan para peserta. Dan mengapa kebijakan tersebut dipilih serta bagaimana pengimplementasiannya.

"Pertanyaan pertama saya. Coba jelaskan pilihan policy apa yang akan Anda lakukan dan mengapa? Dan bagaimana menjalankannya," tanya Sri Mulyani.

Menanggapi pertanyaan dari Sri Mulyani, tim A menyebut belanja harus tetap optimal dan menimbulkan manfaat bagi masyarakat. Meskipun saat ini kondisinya sedang tidak baik akibat pandemi Covid-19.

Peserta tersebut menambahkan, belanja harus tetap optimal dengan memprioritaskan sektor kesehatan. Di sisi lain belanja juga harus memperhatikan pemulihan ekonomi nasional dan bantuan sosial bagi masyarakat.

"Kami sangat sepakat saat ini sedang tidak baik dan dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Tentu sepakat juga tidak kebijakan yang bisa menyenangkan semua pihak sehingga akan muncul juga trade off dan juga pilihan-pilihan bagi pemerintah untuk memilih kebijakan mana yang bisa menghasilkan manfaat bagi masyarakat," jawab salah seorang peserta dari Grup A.

Sementara itu, dari sisi pembiayaan, pemerintah tetap masih berutang. Namun dari tim A menyarankan agar utang yang ditarik berfokus pada protofilonya yang ada di dalam negeri.

Peserta lain menyatakan, porsi portofolio dari utang pemerintah masih lebih besar yang berasal dari luar negeri. Wanita yang mewakili grup A ini menyebut Indonesia bisa mencontoh Jepang dan Amerika Serikat dalam penarikan utangnya.

Menurutnya, opsi ini memang tidak populer karena adanya pandangan miring dari masyarakat. Penyebabnya, ada beberapa masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan tentang cara utang yang baik. ( Baca juga:Kemenag Galang Aktivis Redesain Modul Pembinaan Mahasiswa PTKI se-Indonesia )

"Dari sisi pembiayaan pemerintah dapat berutang, kami menyarankan portofolio diusahakan dari dalam negeri. Karena dari komposisi utang Indonesia sekarang masih di luar negeri. Jika berkaca pada negara yang rasio utang pada PDB-nya itu sangat meroket seperti Jepang atau AS dan negara maju lainnya, mereka tetap bisa membayar utang secara berkelanjutan," jelasnya.

Dari sisi penerimaan negara, pemerintah dapat mengoptimalkan reformasi perpajakan. Misalnya dengan membuat sistem perpajakan lebih efisien.

"Sehingga mengoptimalkan jumlah pajak yang dapat diterima dan didapatkan oleh negara. Lalu juga diversifikasi dari pajak seperti penerapan pajak digital, pajak minuman manis, serta sektor-sektor produktif dapat diterapkan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional dari sisi pembiayaan," jelasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1744 seconds (0.1#10.140)