UU Cipta Kerja Beri Dampak Positif bagi Industri Keuangan Syariah, Intip Peluangnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kehadiran Undang-undang (UU) Cipta Kerja dinilai memiliki dampak positif pada Industri Keuangan Syariah (Perbankan Syariah, Industri keuangan syariah (non-bank) dan pasar modal syariah. Hal ini disampaikan Sekertaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah, Faozan Amar dalam diskusi daring bertajuk Peluang dan tantangan Industri Keuangan Syariah dalam UU Cipta Kerja.
Meski begitu meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, namun pangsa pasar Industri Keuangan Syariah hanya 5,3%. Dikatakan oleh dosen Fakuktas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA ini, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh pelaku Industri Keuangan Syariah saat ini. Salah satunya keterbatasan permodalan.
“Indonesia 5,3%, Malaysia sudah 23,8%, Arab Suadi 51,1% dan Uni Emirat Arab 19,6%. Ini menarik dikaji kenapa pangsa pasar Industri keuangan syariah di Indonesia masih kecil,” kata Faozan dalam diskusi daring yang digelar oleh goodmoney[dot]id dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
(Baca Juga: Jokowi Mau Bangunkan Raksasa Tidur demi Majukan Ekonomi Rakyat )
Salah satun manfaat UU Cipta Kerja, terang Faozan bisa mengatasi persoalaan perizinan yang ribet. “Saat ini, ngurus CV saja harus ke Kementerian Hukum dan HAM. Ini ribet banget. Dalam UU Cipta Kerja ada penyederhanaan perizinan,” tutur Faozan.
Kata Faozan, ada beberapa poin dalam UU Cipta Kerja yang memberikan peluang positif bagi pelaku usaha Industi Keuangan Syariah. Baik dalam sektor perbankan syariah, ataupun koperasi syariah. Faozan mencontohkan soal Perbankan Syariah yang diatur dalam pragraf 4 Pasal 79 UU Cipta Kerja.
“Peluang pertama, dalam butir 3 (Pasal 79) tetang permodalan. Dalam UU sebelumnya, aturan mengenai permodalan diatur sesuai dengan regulasi Bank Indonesia. Sedangkan dalam UU Cipta Kerja peraturan tersebut kini diatur oleh regulator penanaman modal. Ini adalah peluang bagus,” beber Fauzan.
“Peluang kedua, terdapat dalam butir 1 tentang kepemilikan bank yang semula diatur mengenai ketentuan pelengkap (pairing). Namun, dalam UU Cipta Kerja pairing tersebut dihilangkan, dengan kata lain jadi lebih mudah,” sambung Direktur Al Wasah Institiute ini.
Lebih lanjut terang dia, selain perbankan syariah, Omnibus Law ini juga beri manfaat bagi Koperasi dengan Prinsip Syariah. Koperasi dengan Prinsip Syariah sekarang dijamin oleh UU Cipta Kerja.
“Pendirian koperasi dengan Prinsip Syariah mudah dilakukan dengan adanya Pasal 86 UU Cipta Kerja, yang menambahkan Pasal 44A dalam UU Perkoperasian,” ungkap Faozan.
(Baca Juga: Kadin: Omnibus Law Reformasi Struktural Terbesar Pemerintah )
Aturan baru ini, menurut Faozan, adalah peluang bagus untuk mendirikan Koperasi dengan Prinsip Syariah demi penciptaan lapangan kerja, mengingat saat ini jumlah koperasi jenis ini baru ada 4.500-5.500 unit.
Narasumber lain, Arief Mufraini, mengatakan bahwa pengaturan dalam UU Cipta Kerja soal penanaman modal asing pada perbankan syariah itu penting. “Dalam perbankan syariah, size is matter. Bahwa permodalan itu sangat penting,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Selain permodalan, menurut Arief, yang tak kalah penting juga stabilitas bank-bank kecil. Namun Arief positif bahwa konsentrasi akan meningkatkan stabilitas. “Artinya, penambahan modal seharusnya akan memberikan ruang yang lebih baik dalam perbankan syariah atau Islamic banking,” jelasnya.
Meski begitu meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, namun pangsa pasar Industri Keuangan Syariah hanya 5,3%. Dikatakan oleh dosen Fakuktas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA ini, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh pelaku Industri Keuangan Syariah saat ini. Salah satunya keterbatasan permodalan.
“Indonesia 5,3%, Malaysia sudah 23,8%, Arab Suadi 51,1% dan Uni Emirat Arab 19,6%. Ini menarik dikaji kenapa pangsa pasar Industri keuangan syariah di Indonesia masih kecil,” kata Faozan dalam diskusi daring yang digelar oleh goodmoney[dot]id dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
(Baca Juga: Jokowi Mau Bangunkan Raksasa Tidur demi Majukan Ekonomi Rakyat )
Salah satun manfaat UU Cipta Kerja, terang Faozan bisa mengatasi persoalaan perizinan yang ribet. “Saat ini, ngurus CV saja harus ke Kementerian Hukum dan HAM. Ini ribet banget. Dalam UU Cipta Kerja ada penyederhanaan perizinan,” tutur Faozan.
Kata Faozan, ada beberapa poin dalam UU Cipta Kerja yang memberikan peluang positif bagi pelaku usaha Industi Keuangan Syariah. Baik dalam sektor perbankan syariah, ataupun koperasi syariah. Faozan mencontohkan soal Perbankan Syariah yang diatur dalam pragraf 4 Pasal 79 UU Cipta Kerja.
“Peluang pertama, dalam butir 3 (Pasal 79) tetang permodalan. Dalam UU sebelumnya, aturan mengenai permodalan diatur sesuai dengan regulasi Bank Indonesia. Sedangkan dalam UU Cipta Kerja peraturan tersebut kini diatur oleh regulator penanaman modal. Ini adalah peluang bagus,” beber Fauzan.
“Peluang kedua, terdapat dalam butir 1 tentang kepemilikan bank yang semula diatur mengenai ketentuan pelengkap (pairing). Namun, dalam UU Cipta Kerja pairing tersebut dihilangkan, dengan kata lain jadi lebih mudah,” sambung Direktur Al Wasah Institiute ini.
Lebih lanjut terang dia, selain perbankan syariah, Omnibus Law ini juga beri manfaat bagi Koperasi dengan Prinsip Syariah. Koperasi dengan Prinsip Syariah sekarang dijamin oleh UU Cipta Kerja.
“Pendirian koperasi dengan Prinsip Syariah mudah dilakukan dengan adanya Pasal 86 UU Cipta Kerja, yang menambahkan Pasal 44A dalam UU Perkoperasian,” ungkap Faozan.
(Baca Juga: Kadin: Omnibus Law Reformasi Struktural Terbesar Pemerintah )
Aturan baru ini, menurut Faozan, adalah peluang bagus untuk mendirikan Koperasi dengan Prinsip Syariah demi penciptaan lapangan kerja, mengingat saat ini jumlah koperasi jenis ini baru ada 4.500-5.500 unit.
Narasumber lain, Arief Mufraini, mengatakan bahwa pengaturan dalam UU Cipta Kerja soal penanaman modal asing pada perbankan syariah itu penting. “Dalam perbankan syariah, size is matter. Bahwa permodalan itu sangat penting,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Selain permodalan, menurut Arief, yang tak kalah penting juga stabilitas bank-bank kecil. Namun Arief positif bahwa konsentrasi akan meningkatkan stabilitas. “Artinya, penambahan modal seharusnya akan memberikan ruang yang lebih baik dalam perbankan syariah atau Islamic banking,” jelasnya.
(akr)