Menaklukkan Lidah Para Bangsawan dengan Manisnya Keripik Pisang

Sabtu, 31 Oktober 2020 - 12:00 WIB
loading...
Menaklukkan Lidah Para...
Nurchaeti (39) sedang menyiapkan roti dengan label J-Pas di workshop-nya Kamis (29/10/2020). Foto/Anton Chrisbiyanto
A A A
JAKARTA - Rumah sederhana di jalan Manggis Dalam III Nomor 16 RT 02 RW 01 Ciganjur Jakarta Selatan itu tampak lengang. Atmosfer perkampungan Jakarta begitu terasa. Ada dua bangunan yang dipisahkan oleh halaman yang tidak terlalu luas. Di tengah dua bangunan itu teronggok sebuah mobil Daihatsu Sigra berkelir abu-abu. Atap mobil jenis low cost green car (LCGC) itu dijadikan sebagai tempat jemuran pakaian.

"Ibu ada di rumah seberang," ujar seorang anak perempuan dari dalam sebuah rumah berlantai dua yang terlihat kokoh meskipun catnya mulai kusam. Suasana bangunan di seberangnya juga biasa saja, tidak ada yang istimewa.

Sebagian berdinding tripleks, separuhnya berdinding bata merah. Ruang tamu berukuran 4x5 meter yang bersih dan lega hanya berisikan satu set sofa berwarna merah dengan perabotan sederhana. Tak banyak hiasan dinding yang terpasang. Terpampang foto berukuran besar seorang perempuan bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Juga foto seorang perempuan bersama Presiden Jokowi berada di istana negara dan di banyak kegiatan lainnya. Ada juga foto berukuran besar seorang perempuan yang menerima penghargaan bertajuk Local Hero dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) .

(Baca Juga: Masih Tersisa 2,9 Juta Slot Penerima BLT UMKM, Nih Syarat Pengajuannya)

Namun, siapa sangka, penghuni rumah sederhana dan biasa saja itu adalah perempuan yang luar biasa. Dia adalah Nurchaeti, mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri atau biasa dikenal dengan pekerja migran, yang sukses menaklukkan pasar global dengan keripik pisang. Penampilan Titi, begitu dia disapa, juga biasa saja. Tak ada kesan glamor meskipun kini dia sudah menjadi orang sukses. Penampilannya sederhana seperti orang kebanyakan di sekitar tempat tinggalnya. Tak ada yang mencolok. Namun, di balik semua kesederhanaan itu, terpancar aura seorang pejuang tangguh dan petarung andal dengan semangat membara dalam mengarungi ganasnya persaingan.

"Saya dulu pernah menjadi pekerja migran, satu tahun di Malaysia dan dua tahun di Singapura," ujar Titi kepada SINDOnews Kamis (29/10/2020).

Meskipun mendapatkan gaji cukup besar dengan mata uang dolar Singapura, namun Titi mengaku tak betah berlama-lama sebagai pekerja migran di negeri orang. Apalagi, sebagai single parent, Titi meninggalkan dua anaknya yang masih balita di Jakarta. "Saat itu anak saya yang pertama berumur dua tahun, yang kedua baru delapan bulan. Jadi, saya putuskan untuk kembali ke Tanah Air," ungkapnya.

Sebagai single parent, tentunya Titi harus berjuang ekstra keras untuk memperhatikan anak-anaknya. Tak hanya sekadar mengasuh, tetapi juga memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya, perempuan yang pernah mengenyam pendidikan farmasi ini mencoba usaha laundry kiloan. Bisnis yang dilakoninya itu awalnya tak berjalan mulus, apalagi banyak industri sejenis yang ada di sekitar tempat usahanya. Namun, Titi tak patah arang, dia terus menekuni bisnis itu hingga membuka enam cabang. "Yang membantu saya untuk mengembangkan bisnis itu teman-teman mantan pekerja migran," ungkapnya.

Tak puas hanya sekadar menjalankan bisnis laundry kiloan, Titi pun mulai melirik bisnis lain. Dia pun mengikuti pelatihan pengolahan produk makanan. Pada 2015, berbekal resep keripik dari keluarganya, Titi nekat memproduksi keripik pisang tanduk yang langsung ditujukan untuk pasar ekspor. "Karena untuk domestik, sudah terlalu banyak produk sejenis," katanya. Meskipun produksinya baru 10 kilogram per hari dengan fasilitas produksi sederhana di rumahnya Ciganjur, Jakarta Selatan, namun Titi berani mengikuti pameran di Brunei Darussalam.

Dari sinilah kesuksesan Titi bermula. Distributor makanan ringan asal Brunei Darussalam tertarik untuk memasarkan produk Titi dengan volume yang besar. Dia pun menyanggupi keinginan perusahaan yang kemudian membayar down payment sebesar 70% dari total nilai kontrak itu. Sukses di Brunei, membuat Titi semakin bersemangat untuk memperluas jangkauan pemasaran produknya. Jika Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lainnya hanya berkutat di pasar Asia, lain halnya dengan Titi.

Dia langsung masuk ke jantung ekonomi dunia, Eropa. Sebagai UMKM binaan PT Pertamina (Persero), Titi percaya diri menawarkan produknya ke negara-negara seperti Jerman, Perancis, Belanda dan Belgia yang menjadi incarannya. Empat negara tersebut dikenal sebagai negara para bangsawan. Masih banyak para ningrat keturunan raja-raja Eropa di negara-negara itu. Sehingga, sudah pasti negara-negara tersebut memiliki lembaga yang menerapkan standar mutu produk yang tinggi. Sehingga jika berhasil menaklukkan Eropa, maka Titi berkeyakinan bisa menaklukkan dunia. "Respons negara-negara tersebut cukup baik, sehingga saya bisa melakukan ekspor satu kontainer aneka keripik ke Eropa pada 2016," ujarnya.

Sukses di Eropa, Titi berekspansi ke Uni Emirat Arab (UEA), negeri para Sultan. Benar saja, karena sudah memenuhi standar pasar Eropa, keripik Titi langsung diterima di pasar Dubai dan Abu Dhabi. Apalagi, produk keripik Titi telah memiliki sertifikasi halal di dalam negeri sehingga semakin mudah diterima di Timur Tengah dan mengalahkan produk-produk sejenis dari Thailand dan Vietnam. "Di Timur Tengah pembeli lebih percaya dengan sertifikasi halal dari Indonesia dibandingkan negara lainnya," urainya.

Sedangkan untuk pasar Eropa, produk harus memenuhi standar mutu dari otoritas pengawas makanan setempat. Misalnya, harus lolos dari ketentuan batas kadar logam, kadar pewarna, kadar bakteri dan lainnya. Jika disetujui, barulah produsen atau pemasok berhak untuk melakukan registrasi produknya untuk dijual di Eropa. Hal itu tentunya bukan perkara mudah, namun Titi berhasil melaluinya dengan gemilang. "Saat memasarkan keripik ke Uni Emirat Arab, ditanya sudah masuk ke pasar mana saja, saya jawab Eropa, langsung produk saya diterima," ungkapnya.

Dengan semakin besarnya volume ekspor keripiknya, Titi mengaku kewalahan. Untuk memproduksi di rumahnya, tidak memungkinkan karena keterbatasan lahan dan dekat dengan kawasan permukiman. Akhirnya, Titi memutuskan mengalihkan produksinya ke Karawang, Jawa Barat. "Karena tidak hanya memproduksi keripik pisang saja, saya menambah varian keripik buah-buahan. Seperti keripik nagka, keripik nanas, keripik salak, juga keripik tempe dan lainnya," urainya.

Untuk memenuhi kuota seperti yang diminta para pembeli, Titi melibatkan mantan pekerja migran di banyak daerah di Indonesia untuk melakukan produksi bersama-sama sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Jenis keripik buah-buahan diproduksi dengan melibatkan para mantan pekerja migran di Batu, Jawa Timur. Sedangkan untuk produk rengginang dan kerupuk ikan produksinya melibatkan para mantan pekerja migran di Indramayu, Jawa Barat.

"Untuk memproduksi sendiri saya tidak mampu. Melalui sinergi dengan mantan pekerja migran lainnya, kami bisa mengekspor empat kontainer keripik ke Qatar," katanya. Titi pun sudah meneken kontrak untuk memasok pasar ritel Qatar, negeri muslim terkaya di dunia itu, hingga tahun depan.

Saat ini, produksi keripik Titi yang dibantu oleh pekerja migran lainnya mencapai 100 ton per hari dengan omzet miliaran rupiah. Titi mengekspornya dalam bentuk curah, sehingga di masing-masing negara tujuan produk keripik tersebut dikemas dengan merek yang berbeda-beda. Di Singapura misalnya, menggunakan merek BFF sedangkan di Brunei Darussalam dikemas dengan brand Fruit Chips.

Di fasilitas produksi Karawang, semua yang terlibat adalah mantan pekerja migran yang berjumlah ratusan orang. Untuk melibatkan mantan pekerja migran, Titi menggunakan jaringan komunitas mantan pekerja migran yang legal maupun ilegal. "Maksudnya yang ilegal itu, mereka dulu ke Arab Saudi bekerja menggunakan visa umroh, dan banyak yang dipulangkan secara paksa ke Indonesia. Sehingga saya libatkan, termasuk untuk pelatihan, agar mereka punya skill dan mengetahui standar mutu, meskipun sekadar membuat keripik," katanya.

Sebagian besar yang bergabung dengan Titi adalah mantan pekerja migran yang kini menjadi ibu rumah tangga. Mereka ingin memiliki penghasilan tetapi tidak bisa meninggalkan anak-anaknya di rumah. "Ada perasaan yang sama seperti yang saya alami dulu. Karena itu, saya ingin memberdayakan ibu-ibu mantan pekerja migran. Sehingga, meskipun di rumah bersama anak-anak tetapi tetap memiliki penghasilan," urainya. Saat ini, jumlah mantan pekerja migran yang sudah bergabung dengan jaringan produksi keripik Titi mencapai lebih dari 2.000 orang.

Meskipun terhambat karena pandemi Covid-19, namun pada pekan pertama Oktober 2020, Titi berhasil melakukan ekspor satu kontainer keripik ke Singapura. Saat pandemi berakhir, dia optimistis volume ekspor akan kembali normal. Bersama jaringan mantan pekerja migran lainnya, Titi sudah berancang-ancang untuk menggeber produksinya sehingga saat kondisi berangsur normal, dia bisa memenuhi permintaan konsumennya di luar negeri.

(Baca Juga: Ingin Jadi Wirausaha Sosial yang Sukses? Ini Kuncinya)

Titi tak mau menjadi sukses seorang diri. Karenanya, dia terus mendorong komunitas mantan pekerja migran untuk terus berkreasi menghasilkan produk-produk berkualitas. Tak hanya memproduksi keripik, juga produk-produk lainnya yang bisa di ekspor. Apalagi, sebenarnya banyak produk asal Indonesia yang diminati di pasar luar negeri. "Kuncinya ada pada kualitas dan pemenuhan standar yang ditetapkan oleh negara tujuan," ungkapnya. Sejatinya, kata dia, pelaku UMKM Indonesia mampu menembus pasar ekpor, hanya saja sebagian besar tidak memiliki rasa percaya diri. Sedangkan sebagian lainnya enggan untuk mengikuti standar kualitas yang ditetapkan oleh negara tujuan.

Kebanyakan, kata dia, para pelaku UMKM menganggap menembus pasar ekspor sulit. Padahal, jika mengikuti standar dan persyaratan administratif misalnya uji laboratorium, sertifikasi kemananan dan kesehatan produk, juga sertifikasi halal yang diwajibkan oleh negara-negara di Timur Tengah, produk yang berkualitas akan mudah diterima.

Dia menceritakan pengalamannya saat berhasil menaklukkan Eropa. Awalnya, produk keripik yang bernaung dibawah label N&N International itu dikirimkan melalui kontainer yang disewa bersama-sama dengan eksportir lain. Namun, karena dirinya berhasil memenuhi standar mutu negara tujuan, termasuk soal rasa dan kualitas produk, permintaan dari pembeli pun melonjak tajam.

"Sekarang bisa 100 ton per hari per item. Itu bukan keripik produksi saya sendiri, tetapi dengan UMKM lain yang memenuhi standar yang sama, kualitas yang sama, dan ikut pelatihan yang sama," urainya. Apa yang dikatakan Titi memang tidak berlebihan. Saat dicoba, keripik tempe dan rengginang yang diproduksinya terasa renyah dan gurih.

Terkadang, lanjut dia, UMKM dari dalam negeri ingin produknya laku di luar negeri, tetapi saat diminta meningkatkan kualitas produk tidak memiliki semangat dan kemauan yang kuat. "Contohnya ada UMKM yang memproduksi minuman herbal dari jahe dan sangat diminati di pasar luar negeri, namun tatkala dilakukan pengujian laboratorium, kadar aluminiumnya tinggi. Saat diminta untuk memperbaiki kualitasnya dengan menggunakan panci yang lebih baik, dia tidak bersedia. Akhirnya produknya tidak bisa di ekspor," ujar Titi. Dia berpendapat, sedikitnya jumlah UMKM yang go global dikarenakan belum ada kemauan untuk memperbaiki kualitas produk sesuai standar.

Selain itu, kalangan UMKM masih banyak yang sudah merasa puas dengan produk yang dihasilkan. Karena itu, Titi terus mendorong para UMKM lainnya untuk bersemangat naik kelas. "Untuk pembiayaan, dan skill pemasaran ada pemerintah dan BUMN yang sudah memberikan bantuan, seharusnya teman-teman UMKM bisa lebih kreatif," tuturnya.

Titi mengaku beruntung sejak menjadi UMKM mitra binaan PT Pertamina (Persero) dirinya semakin bersemangat dan percaya diri untuk terus memperluas pasar ke mancanegara. "Semua berawal dari keinginan seperti UMKM lain menjadi mitra binaan. Banyak sekali keuntungan yang saya dapatkan sebagai mitra binaan Pertamina. Selain mendapatkan fasilitas untuk pemasaran produk melalui pameran, juga pelatihan bagaimana UMKM naik kelas, go digital, hingga go global. Termasuk meningkatkan kualitas produk," ungkapnya.

Selain mendapatkan pelatihan pemasaran, Titi juga mendapatkan bantuan modal. Hal itulah yang membuat dia sangat bersyukur, karena untuk mendapatkan pinjaman dari bank, status Titi tidak bankable. Bersama UMKM binaan lainnya, Titi sering mengikuti kegiatan coaching yang diadakan Pertamina, termasuk melalui pertemuan tatap muka secara daring di saat pandemi seperti sekarang ini.

Pertamina menyediakan aplikasi e-learning dengan panduan kurikulum yang memungkinkan para pelaku UMKM dapat mengikuti pelatihan secara digital sambil tetap menjalankan aktivitasnya. Dengan memiliki jaringan yang luas untuk pemasaran produk, Pertamina dinilai mampu memberdayakan UMKM-UMKM yang belum memiliki akses pemasaran.

Tak hanya pelatihan, Pertamina, kata dia, juga memberikan fasilitas pameran di dalam dan luar negeri sehingga memberikan kesempatan agar produknya lebih dikenal di mancanegara. Bahkan, dalam sebuah pameran yang difasilitasi Pertamina, Titi berhasil meraih kontak ekspor selama dua tahun ke Singapura. Untuk pasar domestik, Titi mendapatkan fasilitas penjualan secara langsung di Halal Park Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dan Halal Park di Hall Lapangan Basket, Senayan, Jakarta. Pertamina juga membantu perluasan pasar untuk memasuki pasar ritel melalui Bright Cafe. Omzet penjualan secara online juga melonjak 40% karena bantuan promosi yang dilakukan Pertamina melalui katalog, website hingga media sosial.

Menjadi UMKM mitra binaan menghadirkan banyak berkah bagi Titi. Dia mencontohkan, saat ini sudah mengantongi sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk dua merek yakni Hj. Neneng untuk produk aneka keripik dan J-Pas untuk produk aneka roti dan jajanan pasar. "Yang mendaftarkan Pertamina, sertifikatnya sudah diterbitkan pada Mei 2020 lalu," katanya. Di masa pandemi saat ini, Titi memaksimalkan produksi roti dan jajanan pasar dengan label J-Pas. Hal ini dilakukan agar para mantan pekerja migran masih mampu menghasilkan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Jadi mereka tetap bisa bekerja dan menghasilkan uang," tuturnya.

Titi menaruh harapan besar kepada Pertamina untuk menjangkau lebih luas lagi para pelaku UMKM di pedalaman, di seluruh pelosok Indonesia, yang sangat membutuhkan pendampingan. Sehingga akan lebih banyak lagi UMKM yang bisa naik kelas dan go global. Dia menilai, Pertamina sebagai salah satu BUMN besar juga bisa mendorong BUMN lain untuk berkolaborasi dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia. Misalnya, Pertamina membantu permodalan, BUMN lain yang membantu pemasaran produk.

Senada dengan Titi yang menaruh perhatian besar terhadap kualitas produk, seorang pelaku UMKM konveksi, Asih Wijayanti, juga merasakan pentingnya menghadirkan produk yang berkualitas agar diterima pasar. Asih, yang sudah 12 tahun menjalankan bisnis konfeksi itu menghadapi gelombang pasang surut saat menjalankan usahanya. Usai mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai karyawan di salah satu BUMN 15 tahun silam, berbekal hobi merajut, Asih memberanikan diri terjun ke usaha konfeksi.

Usaha yang dilakoninya itu tak langsung berjalan mulus, Asih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya yakni varian produk yang diproduksi. "Misalnya tas, orang jika sudah punya terkadang tidak mau beli lagi. Nah, bagaimana caranya agar mau membeli lagi,itu tantangannya," ujarnya kepada SINDOnews. Wanita yang memiliki workshop di Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini akhirnya menemukan cara agar para pelanggan kembali membeli produknya, yakni melakukan inovasi. Beragam produk mulai dia produksi. Selain tas rajutan, juga tempat penyimpanan sepatu, dan perlengkapan sholat. Namun, Asih gagal mempertahankan produknya.

Asih tak putus asa, dia terus melakukan penyempurnaan. Kali ini dengan meningkatkan kualitas. Produk yang dihasilkan pun semakin beragam dan diterima oleh pasar. "Awalnya ada pesanan tas dari Pertamina, lalu ada masukkan agar kualitas ditingkatkan misalnya kerapihan jahitan dan lainnya," paparnya. Mendapatkan angin segar, Asih pun gencar mengikuti serangkain pelatihan. Pelatihan yang diikuti mencakup peningkatan kualitas produk agar bisa menjangkau segmen pasar yang lebih luas, juga cara memasarkan produk secara digital, termasuk pelatihan agar produk yang dihasilkan bisa go global. "Pertamina juga membantu pemasarannya," ungkapnya. Hal itu berlangsung sejak Asih menjadi UMKM mitra binaan PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap.

Dengan mempertahankan kualitas, Asih berhasil meningkatkan volume produksi dan omset penjualan. Tak hanya itu, produk Asih, juga dilirik oleh pembeli dari luar negeri. Bahkan, Asih sempat tak mampu memenuhi kebutuhan pembeli asal Jepang dan Hongkong yang memesan satu juta tas berbahan kulit dalam waktu tiga bulan karena keterbatasan tenaga kerja. "Alhamdulillah sekarang sudah mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar," ungkapnya.

Asih pun berhasil membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lainnya sehingga meningkatkan taraf hidup mereka yang terlibat. Termasuk para pekerja industri garmen asal Jabodetabek yang harus pulang kampung karena efek pandemi Covid-19. "Mereka saya libatkan untuk kegiatan produksi agar tidak menganggur," cetusnya. Produk kerajinan tangan Asih dengan brand AW kini semakin dikenal luas. Selain pinjaman lunak, Pertamina juga membantu pemasaran produk-produk AW, termasuk menjadikan produk pernak-perniknya menjadi rujukan dan salah satu kerajinan yang direkomendasikan.

Usahanya yang sempat anjlok di awal pandemi Covid-19 membut Asih hampir putus asa. Namun, secuil harapan muncul saat ada pesanan merancang baju hazmat bagi kebutuhan paramedis datang. Berbekal pengalaman dan komitmen menjaga kualitas produknya, Asih berhasil memenuhi pesanan baju hazmat dari Baznas sebesar 15 ribu unit, Pertamina, Dompet Dhuafa dan RS Darurat Wisma Atlet Jakarta masing-masing 5.000 baju hazmat. Asih bersyukur, melalui pembinaan dari Pertamina usahanya semakin berkibar dan dirinya terus meningkatkan kualitas produknya, serta memperluas pemasaran dengan mengikuti pelatihan digital marketing.

Mendorong UMKM Naik Kelas

Pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki komitmen yang kuat untuk mendorong UMKM agar naik kelas dan mampu berekspansi ke pasar global. Beberapa kementerian dan lembaga berkolaborasi dalam rangka memperkuat peran UMKM tersebut. Pemerintah menilai, UMKM harus maju dan berkembang, karena UMKM memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional dengan menyumbang 61% Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97% tenaga kerja. Karena itu, pemerintah memberikan perhatian lebih kepada UMKM melalui berbagai paket kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Diantaranya restrukturisasi kredit, subsidi bunga, pemberian modal kerja, subsidi iuran penjaminan kredit, dan stimulus pajak.

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menegaskan dukungan penuh agar pelaku UMKM bisa terus berkembang ditengah gelombang pandemi Covid-19 yang belum usai. Menteri BUMN Erick Thohir dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan Kementerian BUMN menegaskan, sumber daya yang dimiliki BUMN yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dapat dioptimalkan dalam upaya pengembangan UMKM. "Saya sangat mendukung. Karena memang BUMN untuk Indonesia," ungkap Erick.

Pengembangan UMKM oleh Kementerian BUMN telah diwujudkan dengan membuka ruang kepada para pelaku UMKM untuk menjadi vendor atau supplier proyek-proyek BUMN. Melalui program Pasar Digital UMKM (PaDi UMKM), pengadaan BUMN sebesar Rp250 juta hingga Rp14 miliar akan diserahkan ke UMKM.

PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu dari sembilan BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengembang pasar digital UMKM. Karena itu, BUMN energi ini terus mendorong inovasi teknologi digital bagi UMKM untuk membangkitkan usaha para pelaku UMKM di seluruh Indonesia saat menghadapi pandemi Covid-19.

Erick menegaskan, UMKM merupakan bagian yang sangat penting dari ekonomi nasional karena itu perlu didukung penuh. "Kita harus membantu dan dukung penuh UMKM agar tetap survive dan bangkit. Pertamina SMEXPO memberikan motivasi kepada mereka untuk tetap optimis agar bertahan dalam kondisi apapun. Dari sini UMKM juga belajar agar kita bisa adaptasi dan menyesuaikan pola bisnis di new normal," ujar Erick.

(Baca Juga: Pertamina SMEXPO 2020 Catat Potensi Transaksi Rp9,3 Miliar)

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan, inovasi teknologi UMKM yang dilakukan Pertamina sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar UMKM beralih menggunakan teknologi digital, agar cepat naik kelas. Sebab, saat ini, baru 13% UMKM nasional yang sudah mengadopsi teknologi digital.

Fajriyah menjelaskan, Pertamina SMEXPO 2020 merupakan inovasi Pertamina agar produk UMKM agar tak hanya berhasil di pasar domestik tetapi juga menembus pasar mancanegara. Harapannya, UMKM tetap produktif, dan bangkit bahkan bisa naik kelas di tengah tantangan Covid-19.

Pertamina SMEXPO menjembatani pelaku UMKM mempromosikan produk unggulannya kepada pembeli potensial dari mancanegara sehingga terjadi kesepakatan bisnis. Dalam pameran dengan pengunjung dari 38 negera ini, transaksi bisnis yang berhasil diraih mencapai sebesar Rp 9,25 miliar dari Arab Saudi, Australia, Jerman, Perancis, Qatar, Amerika Serikat, Singapura dan China.

Saat ini, terdapat sekitar 7.000 UMKM mitra binaan Pertamina telah terdaftar dalam platform procurement PaDi BUMN. Dari sisi permodalan, hingga September 2020, Program Kemitraan Pertamina telah menyalurkan dana bergulir dengan nilai Rp181,92 miliar. Penyaluran ditargetkan untuk para UMKM mitra binaan Pertamina di 34 provinsi melalui delapan Marketing Operation Region (MOR) dan empat Refinery Unit (RU) Pertamina di seluruh Indonesia. "Pertamina berkomitmen terus mendorong dan mendampingi UMKM agar bisa survive, tumbuh berkembang dan mandiri sehingga bisa menyerap tenaga kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," tegas Fajriyah

Fajriyah mengungkapkan, salah satu tujuan UMKM yakni menciptakan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi dari tingkat yang paling kecil. Sehingga dapat membantu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Tanah Air. Pertamina akan membantu UMKM untuk naik kelas menjadi UMKM unggul dan mandiri melalui beberapa tahapan seperti membantu dapat pengurusan izin usaha atau sertifikasi. Juga mendorong dari UMKM tradisional menjadi Go Modern, Go Digital, Go Online, hingga Go Global. Sehingga dapat membantu masyarakat mendapat pekerjaan yang layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional

Pertamina memproyeksikan sekitar satu juta orang telah mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung dari program pengembangan UMKM yang telah dilakukan. Pertamina, sebagai BUMN di sektor energi memberi bantuan untuk UMKM sesuai amanat UU 19 tahun 2003 tentang BUMN, yakni turut aktif memberikan bimbingan bantuan kepada pengusaha golongan lemah, koperasi, dan masyarakat.

Selama pandemi, Pertamina juga menyerap produk dari UMKM binaan untuk disalurkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang terkait Covid-19 dengan nilai penjualan hampir Rp12 miliar. Ada 10.000 produk yang disalurkan dari 176 UMKM mitra binaan Pertamina.

"Pertamina telah menggelontorkan dana senilai Rp3,5 triliun untuk membina dan memajukan lebih dari 63.000 UMKM di seluruh wilayah Indonesia. Langkah ini diambil sebagai bagian dari tanggung jawab sosial lingkungan Pertamina yang sudah dilakukan sejak tahun 1993," ungkap Fajriyah.

Pertamina, lanjut dia, mendapatkan tanggung jawab untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) prioritas, salah satunya adalah SDGs penciptaan lapangan kerja yang akan berdampak signifikan bagi upaya penuntasan kemiskinan. Karena itu, dibentuk Program Kemitraan yang merupakan wujud pemberdayaan UMKM.

Pengajuan aplikasi untuk menjadi Mitra Binaan Program Kemitraan Pertamina sekarang semakin mudah dan bisa dilakukan melalui aplikasi digital. Dengan mengajukan diri menjadi mitra binaan Pertamina, pelaku UMKM berpeluang untuk mendapatkan pinjaman modal usaha serta pembinaan usaha.

Manager SMEPP Pertamina, Rudi Ariffianto mengungkapkan, pelaku UMKM yang menjadi mitra binaan Pertamina akan mendapatkan fasilitas pembiayaan yang mudah dan murah. Dana pinjaman Program Kemitraan diberikan dengan nilai hingga Rp200 juta dan jasa administrasi sebesar 3% per tahun. Beragam dukungan yang diberikan tersebut diharapkan bisa mendorong UMKM nasional naik kelas dan berkiprah di kancah global.

Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyambut baik program peningkatan skill para UMKM yang melibatkan BUMN. Apalagi di masa pandemi Covid-19 para UMKM dihadapkan pada situasi yang kurang menguntungkan. "Akumindo sangat mendukung adanya program pelatihan bagi para pelaku UMKM, seperti digital marketing," kata Ketua Umum Akumindo, Ikhsan Ingratubun.

Dia menambahkan, asosiasinya juga menyambut baik berbagai program yang telah dilakukan BUMN termasuk Pertamina dalam membantu UMKM selama masa pandemi. Mulai dari modal usaha, hingga pendampingan yang meliputi program pelatihan, mentoring dan coaching. Ikhsan menilai, pelaku UMKM perlu meningkatkan daya saing dan meningkatkan kualitas produk agar mampu bersaing dengan produk lain di luar negeri.

Para UMKM, kata dia, harus melakukan inovasi dan memanfaatkan teknologi digital dalam setiap proses bisnis agar lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, akan tercapai produktivitas yang lebih tinggi, sehingga produk yang dihasilkan bisa lebih berkualitas dan dipasarkan dengan harga lebih kompetitif di pasar global.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1190 seconds (0.1#10.140)