Berharap Inflasi Pascapelonggaran PSBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah Indonesia mengalami deflasi tiga bulan berturut-turut, indeks harga konsumen Oktober 2020 yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini diperkirakan berada dalam teritori inflasi.
Hal tersebut terlihat dari hasil survei pemantauan Indeks Harga Konsumen (IHK) Bank Indonesia (BI) yang memproyeksikan bakal ada kenaikan sejumlah harga pangan pada minggu keempat Oktober. Peningkatan harga pangan Oktober menyumbang potensi inflasi sebesar 0,08% (month to month/mtm). (Baca: Kehebatan Seseorang Bisa Diukur dari 3 Perkara Ini)
Dengan perkembangannya, perkiraan inflasi Oktober 2020 secara tahun kalender sebesar 0,97% (year to date/ytd), dan secara tahunan sebesar 1,46% (year on year/yoy). “Penyumbang utama inflasi pada periode laporan berasal dari komoditas pangan,” kata Direktur Eksekutif Komunikasi BI Onny Widjarnako di Jakarta kemarin.
Rinciannya, cabai merah sebesar 0,09% (mtm), bawang merah sebesar 0,03% (mtm), dan minyak goreng dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas telur ayam ras sebesar -0,04% (mtm) serta beras dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01% (mtm).
Menurutnya, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
“Ini langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan,” tandasnya.
Meskipun terjadi inflasi, namun peningkatannya masih jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut diungkapkan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda. Dia menilai tingkat inflasi 2020 sudah bisa dipastikan akan jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan sangat mungkin inflasi akan berada di bawah 2%. (Baca juga: Banyak Kaum santri Sudah Berperan di Kancah Internasional)
Pada Oktober kemarin memang diakuinya beberapa kegiatan ekonomi masyarakat sudah mulai membaik sehingga permintaan masyarakat mulai meningkat. “Bulan ini memang diprediksi akan terjadi inflasi secara mtm karena harga pada bulan selanjutnya sudah rendah,” kata Huda saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Sedangkan November dan Desember diperkirakan tidak akan banyak membantu inflasi tahun ini karena berkurangnya faktor kenaikan upah yang relatif rendah, bahkan menurut Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tidak ada pertumbuhan upah minimum provinsi (UMP). “Selain itu, meningkatnya pengangguran juga akan menekan angka inflasi tahun ini,” paparnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, daya beli masyarakat merupakan satu hal yang patut diperbaiki oleh pemerintah di tahun depan. Hal ini masih bisa diperbaiki dengan strategi penanganan Covid-19 yang terukur dan terarah. Di sisi lain, penanganan di sektor kesehatan juga harus kredibel. “Karena masyarakat kelas menengah masih enggan membelanjakan uangnya. Permintaan masyarakat kelas menengah masih rendah,” ucapnya.
Selain itu, yang perlu dikejar adalah perluasan bantuan tunai bagi masyarakat kelas bawah. Mereka biasanya langsung membelanjakan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari. “Harapannya permintaan masyarakat kelas bawah bisa meningkat,” jelasnya. (Baca juga: Covis-19 Sebabkan Otak Menua 10 Tahun)
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,05% pada September 2020 atau sama dengan periode Agustus–Juli yang juga mengalami deflasi. Dengan demikian, selama tiga bulan berturut-turut telah terjadi deflasi pada perekonomian nasional, yaitu Juli sebesar 0,10% serta Agustus dan September masing-masing 0,05%.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan, pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan logistik daerah yang terpapar Covid-19. Lebih lanjut, terang dia, pemerintah pusat dan daerah terus mendorong stimulus ekonomi melalui berbagai jenis bantuan sosial (bansos) untuk tetap menjaga daya beli masyarakat.
“Pada aspek ketersediaan pasokan, pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan logistik daerah yang terpapar Covid-19, di samping juga terus menjaga Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tetap aman bagi kebutuhan masyarakat sehingga tidak akan terjadi gejolak harga,” kata Airlangga di Jakarta belum lama ini.
Dia pun menyampaikan, beberapa capaian penting pengendalian inflasi pada 2019 serta tantangan pengendalian inflasi ke depan, utamanya di masa pandemi dan pascapandemi Covid-19. (Lihat videonya: Kerajinan Tangan Bali yang kerap jadi Incaran Wisatawan)
“Sebelumnya kita telah berhasil menjaga level inflasi selama lima tahun terakhir pada kisaran 3,0% dan terjaga dalam sasaran nasional dengan laju inflasi pada 2019 sebesar 2,72% (yoy), lebih rendah daripada 2018 sebesar 3,13% (yoy). Namun, realisasi inflasi pada September 2020 masih menunjukkan perlambatan 1,42% (yoy), sejalan dengan permintaan domestik yang masih lemah di tengah pandemi Covid-19,” ucapnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/Hafid Fuad)
Hal tersebut terlihat dari hasil survei pemantauan Indeks Harga Konsumen (IHK) Bank Indonesia (BI) yang memproyeksikan bakal ada kenaikan sejumlah harga pangan pada minggu keempat Oktober. Peningkatan harga pangan Oktober menyumbang potensi inflasi sebesar 0,08% (month to month/mtm). (Baca: Kehebatan Seseorang Bisa Diukur dari 3 Perkara Ini)
Dengan perkembangannya, perkiraan inflasi Oktober 2020 secara tahun kalender sebesar 0,97% (year to date/ytd), dan secara tahunan sebesar 1,46% (year on year/yoy). “Penyumbang utama inflasi pada periode laporan berasal dari komoditas pangan,” kata Direktur Eksekutif Komunikasi BI Onny Widjarnako di Jakarta kemarin.
Rinciannya, cabai merah sebesar 0,09% (mtm), bawang merah sebesar 0,03% (mtm), dan minyak goreng dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas telur ayam ras sebesar -0,04% (mtm) serta beras dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01% (mtm).
Menurutnya, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
“Ini langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan,” tandasnya.
Meskipun terjadi inflasi, namun peningkatannya masih jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut diungkapkan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda. Dia menilai tingkat inflasi 2020 sudah bisa dipastikan akan jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan sangat mungkin inflasi akan berada di bawah 2%. (Baca juga: Banyak Kaum santri Sudah Berperan di Kancah Internasional)
Pada Oktober kemarin memang diakuinya beberapa kegiatan ekonomi masyarakat sudah mulai membaik sehingga permintaan masyarakat mulai meningkat. “Bulan ini memang diprediksi akan terjadi inflasi secara mtm karena harga pada bulan selanjutnya sudah rendah,” kata Huda saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Sedangkan November dan Desember diperkirakan tidak akan banyak membantu inflasi tahun ini karena berkurangnya faktor kenaikan upah yang relatif rendah, bahkan menurut Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tidak ada pertumbuhan upah minimum provinsi (UMP). “Selain itu, meningkatnya pengangguran juga akan menekan angka inflasi tahun ini,” paparnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, daya beli masyarakat merupakan satu hal yang patut diperbaiki oleh pemerintah di tahun depan. Hal ini masih bisa diperbaiki dengan strategi penanganan Covid-19 yang terukur dan terarah. Di sisi lain, penanganan di sektor kesehatan juga harus kredibel. “Karena masyarakat kelas menengah masih enggan membelanjakan uangnya. Permintaan masyarakat kelas menengah masih rendah,” ucapnya.
Selain itu, yang perlu dikejar adalah perluasan bantuan tunai bagi masyarakat kelas bawah. Mereka biasanya langsung membelanjakan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari. “Harapannya permintaan masyarakat kelas bawah bisa meningkat,” jelasnya. (Baca juga: Covis-19 Sebabkan Otak Menua 10 Tahun)
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,05% pada September 2020 atau sama dengan periode Agustus–Juli yang juga mengalami deflasi. Dengan demikian, selama tiga bulan berturut-turut telah terjadi deflasi pada perekonomian nasional, yaitu Juli sebesar 0,10% serta Agustus dan September masing-masing 0,05%.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan, pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan logistik daerah yang terpapar Covid-19. Lebih lanjut, terang dia, pemerintah pusat dan daerah terus mendorong stimulus ekonomi melalui berbagai jenis bantuan sosial (bansos) untuk tetap menjaga daya beli masyarakat.
“Pada aspek ketersediaan pasokan, pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan logistik daerah yang terpapar Covid-19, di samping juga terus menjaga Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tetap aman bagi kebutuhan masyarakat sehingga tidak akan terjadi gejolak harga,” kata Airlangga di Jakarta belum lama ini.
Dia pun menyampaikan, beberapa capaian penting pengendalian inflasi pada 2019 serta tantangan pengendalian inflasi ke depan, utamanya di masa pandemi dan pascapandemi Covid-19. (Lihat videonya: Kerajinan Tangan Bali yang kerap jadi Incaran Wisatawan)
“Sebelumnya kita telah berhasil menjaga level inflasi selama lima tahun terakhir pada kisaran 3,0% dan terjaga dalam sasaran nasional dengan laju inflasi pada 2019 sebesar 2,72% (yoy), lebih rendah daripada 2018 sebesar 3,13% (yoy). Namun, realisasi inflasi pada September 2020 masih menunjukkan perlambatan 1,42% (yoy), sejalan dengan permintaan domestik yang masih lemah di tengah pandemi Covid-19,” ucapnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/Hafid Fuad)
(ysw)