Program Relaksasi OJK Jaga Keberlangsungan UMKM di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
Perpanjangan itu dilakukan setelah memperhatikan asesmen terakhir yang dilakukan OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat rapat dewan komisioner OJK 23 September 2020 lalu.
Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku dan Papua, Mohammad Nurdin Subandi menjelaskan, POJK ini mengatur relaksasi atas restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak penyebaran COVID-19 , baik perorangan, UMKM, maupun korporasi. Skema restrukturisasi diserahkan kepada masing-masing bank sesuai dengan kebutuhan debitur dan kemampuan bank, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
“Bagi masyarakat, kebijakan restrukturisasi dapat meringankan beban masyarakat secara langsung karena dengan adanya kebijakan restruktur COVID-19 , kewajiban masyarakat sebagai debitur menjadi ringan. Bisa hanya membayar bunga/bagi hasil selama periode restruktur (evergreen), bisa cicilannya dikurangi, jangka waktu kreditnya ditambah, bahkan bisa tidak membayar pokok dan bunga selama periode restruktur, sesuai dengan skema yang disetujui LJK,” ujarnya, Senin (2/11/2020).
Sementara, bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), restrukturisasi dilakukan dengan penetapan kualitas kredit langsung menjadi Lancar (Kol 1) sehingga LJK tidak perlu membentuk pencadangan yang seharusnya dibentuk akibat penurunan kualitas aset. Kebijakan ini ini memberikan relaksasi bagi LJK untuk dapat melakukan restrukturisasi kredit dengan penetapan kolektabilitas langsung menjadi "lancar".
Dia menuturkan, hingga 16 Oktober 2020, 29 Bank Umum Konvensional dan Syariah di Sulsel telah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan bagi 203.254 debitur dengan baki debet sebesar Rp20,44 triliun. Selanjutnya 73 perusahaan pembiayaan telah melakukan restrukturisasi pembiayaan untuk 218.581 debitur dengan baki debet sebesar Rp7,70 triliun.
“Jumlah debitur dan baki debet restrukturisasi akan terus bertambah seiring dengan pengajuan oleh nasabah dan proses persetujuan restrukturisasi oleh LJK. Untuk menstimulasi pertumbuhan sektor riil, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN), dengan menempatkan dana pada Bank HIMBARA dan Beberapa BPD untuk disalurkan sebagai penyediaan dana,” tuturnya.
Dalam penyaluran dana PEN, OJK berperan dalam memberikan memberikan informasi tingkat kesehatan bank bagi pemerintah sebelum pemerintah menempatkan dana di bank tersebut, serta mengawasi realisasi rencana bisnis bank atas dana PEN dimaksud. Adapun realisasi penyaluran dana PEN Sulsel sampai dengan 16 Oktober 2020 sebesar Rp6,30 triliun atau 112,22% dari target penyaluran dana PEN Sulsel yang sebesar Rp 5,62 triliun.
Mohammad Nurdin Subandi mengaku bersyukur, di tengah Pandemi COVID-19 yang memberikan tekanan terhadap permintaan agregat, total aset perbankan di Sulsel posisi September 2020 tumbuh 0,36% dengan nominal mencapai Rp153,31 triliun, pertumbuhan tersebut ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang cukup tinggi 8,77% menjadi Rp108,27 trilliun.
Namun demikian, efek COVID-19 terlihat dari pertumbuhan kredit yang terkoreksi -2,41% dengan nominal Rp122,35 triliun.
Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku dan Papua, Mohammad Nurdin Subandi menjelaskan, POJK ini mengatur relaksasi atas restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak penyebaran COVID-19 , baik perorangan, UMKM, maupun korporasi. Skema restrukturisasi diserahkan kepada masing-masing bank sesuai dengan kebutuhan debitur dan kemampuan bank, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
“Bagi masyarakat, kebijakan restrukturisasi dapat meringankan beban masyarakat secara langsung karena dengan adanya kebijakan restruktur COVID-19 , kewajiban masyarakat sebagai debitur menjadi ringan. Bisa hanya membayar bunga/bagi hasil selama periode restruktur (evergreen), bisa cicilannya dikurangi, jangka waktu kreditnya ditambah, bahkan bisa tidak membayar pokok dan bunga selama periode restruktur, sesuai dengan skema yang disetujui LJK,” ujarnya, Senin (2/11/2020).
Sementara, bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), restrukturisasi dilakukan dengan penetapan kualitas kredit langsung menjadi Lancar (Kol 1) sehingga LJK tidak perlu membentuk pencadangan yang seharusnya dibentuk akibat penurunan kualitas aset. Kebijakan ini ini memberikan relaksasi bagi LJK untuk dapat melakukan restrukturisasi kredit dengan penetapan kolektabilitas langsung menjadi "lancar".
Dia menuturkan, hingga 16 Oktober 2020, 29 Bank Umum Konvensional dan Syariah di Sulsel telah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan bagi 203.254 debitur dengan baki debet sebesar Rp20,44 triliun. Selanjutnya 73 perusahaan pembiayaan telah melakukan restrukturisasi pembiayaan untuk 218.581 debitur dengan baki debet sebesar Rp7,70 triliun.
“Jumlah debitur dan baki debet restrukturisasi akan terus bertambah seiring dengan pengajuan oleh nasabah dan proses persetujuan restrukturisasi oleh LJK. Untuk menstimulasi pertumbuhan sektor riil, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN), dengan menempatkan dana pada Bank HIMBARA dan Beberapa BPD untuk disalurkan sebagai penyediaan dana,” tuturnya.
Dalam penyaluran dana PEN, OJK berperan dalam memberikan memberikan informasi tingkat kesehatan bank bagi pemerintah sebelum pemerintah menempatkan dana di bank tersebut, serta mengawasi realisasi rencana bisnis bank atas dana PEN dimaksud. Adapun realisasi penyaluran dana PEN Sulsel sampai dengan 16 Oktober 2020 sebesar Rp6,30 triliun atau 112,22% dari target penyaluran dana PEN Sulsel yang sebesar Rp 5,62 triliun.
Mohammad Nurdin Subandi mengaku bersyukur, di tengah Pandemi COVID-19 yang memberikan tekanan terhadap permintaan agregat, total aset perbankan di Sulsel posisi September 2020 tumbuh 0,36% dengan nominal mencapai Rp153,31 triliun, pertumbuhan tersebut ditopang oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang cukup tinggi 8,77% menjadi Rp108,27 trilliun.
Namun demikian, efek COVID-19 terlihat dari pertumbuhan kredit yang terkoreksi -2,41% dengan nominal Rp122,35 triliun.