Rizal Ramli Beberkan Solusi Recovery Ekonomi Tanpa Nambah Utang

Jum'at, 08 Mei 2020 - 20:44 WIB
loading...
Rizal Ramli Beberkan...
Ekonom Senior Rizal Ramli menilai, pelonggaran defisit dari maksimum 3% GDP menjadi 5% GDP adalah skenario untuk memperkuat argumentasi bahwa Indonesia membutuhkan dana pinjaman. Foto: Dok
A A A
JAKARTA - Pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 diprediksi bakal lama. Pasalnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani hanya mengandalkan stimulus yang lebih besar dengan cara meminjam lebih banyak dengan bunga lebih tinggi untuk menutup dan memompa ekonomi.

Ekonom Senior Rizal Ramli menilai, pelonggaran defisit dari maksimum 3% GDP menjadi 5% GDP adalah skenario untuk memperkuat argumentasi bahwa Indonesia membutuhkan dana pinjaman. Padahal, menurut mantan Anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu, ada langkah jitu agar percepatan recovery segera terealisasi tanpa harus berutang.

"Langkah menambah utang sebetulnya tidak tepat," tegas Rizal Ramli, Jumat (8/5/2020).

Lebih lanjut Ia menjelaskan beberapa solusi dalam menangani dampak pandemi corona terhadap perekonomian tanpa menambah utang. "Pertama, pemerintah bisa gunakan sisa-sisa anggaran lalu meliputi SAL (Saldo Anggaran Lebih) SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) yang ada di Bank Indonesia. Jumlahnya Rp 290 triliun," ungkap mantan Anggota Tim Panel Bidang Ekonomi PBB itu.

Kedua, sambung Rizal Ramli, penghematan Menteri Pertahanan Prabowo dalam pembelian alutsista. "Karena yang mark up tinggi tidak ditandatangani. Penghematan itu Rp 50 triliun," jelas Rizal.

Ketiga, pemerintah harus menghentikan proyek-proyek infrastruktur besar yang belum begitu penting. Bahkan, termasuk proyek ibukota baru.
"Dulu waktu krisis 1998, kita juga melakukan itu, semua proyek infrastruktur dihentikan dalam 1-2 dua tahun. Nanti kalau ada uang, baru kita mulai lagi. Dari penghematan penghentian dan re-alokasi proyek infrastruktur ini akan ada sekitar Rp 300 triliun," ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia era Gus Dur tersebut.

Ke empat, cicilan utang pokok dan bunga sekitar Rp 646 triliun. Inilah kesempatan untuk renegosiasi dengan para kreditor. Sebab, sekitar seperempat adalah pinjaman bilateral dan multilateral.

"Katanya pemerintah punya hubungan internasional hebat dan banyak dikenal, coba manfaatkan dan buktikan bahwa itu ada hasilnya," ungkap Rizal Ramli.

Dia menyarankan, agar pemerintah meminta kepada negara-negara lain dan lembaga keuangan internasional agar menunda dan menghentikan pembayaran sampai Desember 2020.

"Kemudian nanti Januari 2021 kembali kita bayar. Kita tidak ngemplang. Harusnya bisa dilakukan karena untuk negara-negara besar, itu adalah jumlah yang kecil," tukas Rizal Ramli.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1568 seconds (0.1#10.140)