Bank Mega Catat Laba Rp2,2 Triliun, Tumbuh Diatas Rata-rata Industri
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Mega Tbk (Bank Mega) berhasil membukukan kinerja positif di tengah-tengah situasi perekonomian yang menantang akibat pandemi Covid-19 yang masih belum mereda.
Hingga kuartal III/ 2020 laba sebelum pajak tercatat naik sebesar 27,7% menjadi Rp2,2 triliun berbanding Rp1,7 triliun. Sedangkan laba bersih tumbuh sebesar 27,8% menjadi Rp1,8 triliun berbanding Rp1,4 triliun pada periode sebelumnya. Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan laba sebelum pajak perbankan per September 2020 yang mengalami pertumbuhan negatif 27,6% year on year (yoy) berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Thayib menjelaskan bahwa strategi menjaga profitabilitas adalah dengan fokus pada peningkatan pendapatan melalui pendapatan bunga bersih dan fee base income serta menurunkan biaya.
“Pertumbuhan laba Bank Mega dikontribusikan oleh meningkatnya Net Interest Income (NII) 8,3% secara year on year menjadi Rp2,97 triliun dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp2,75 triliun. Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih Perbankan per Agustus 2020 yang mengalami pertumbuhan negatif menjadi sebesar -2,57% (yoy),” kata Kostaman dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (11/11/2020).
(Baca juga : Dihajar Pandemi BRI Masih Catatkan Laba Bersih Rp14,15 Triliun)
Faktor penyumbang laba lainnya adalah meningkatnya Fee Based Income secara yoy sebesar 3,1% sebesar Rp1,64 triliun berbanding Rp1,59 triliun. Pertumbuhan Fee Based Income Perbankan per Agustus 2020 tercatat sebesar 12,44% (yoy).
Hal ini semakin diperkuat menurunnya biaya operasional yang menyebabkan menurunnya rasio BOPO menjadi 71,0% pada September 2020 atau turun dibandingkan September 2019 sebesar 74,8 %. Jika dibandingkan dengan rasio BOPO secara industri, BOPO Bank Mega jauh lebih rendah dari BOPO perbankan per Agustus 2020 sebesar 85,0%. “Semakin rendah ini menunjukkan semakin efisiennya Bank Mega dalam melakukan kegiatan operasionalnya,” jelas Kostaman.
Return on Asset (ROA) meningkat menjadi 2,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,7 %. ROA Bank Mega jauh lebih tinggi dari ROA perbankan per Agustus 2020 sebesar 1,9%. ROA Bank Mega yang semakin tinggi ini menunjukkan kemampuan Bank Mega untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi dalam mengelola asetnya.
Adapun, Return on Equity (ROE) meningkat menjadi 15,7% jika dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya pada level 14,0%. “ROE Bank Mega yang semakin tinggi ini menunjukan kemampuan Bank Mega menghasilkan laba yang lebih tinggi untuk pemegang saham,” ujar Kostaman.
Di tengah kondisi perekonomian yang cukup menantang ini, Bank Mega tetap mencatat pertumbuhan kredit di periode September 2020 menjadi Rp50,5 triliun atau meningkat 4,7% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar Rp48,2 triliun. Sementara pertumbuhan kredit perbankan per September 2020 hanya tumbuh 0,12% (yoy). Kredit korporasi memberikan kontribusi terbesar untuk pertumbuhan kredit di September 2020 yaitu sebesar Rp25,9 triliun yang meningkat 33,1% (yoy) dibandingkan September 2019.
(Baca juga : Harap Maklum, Jadi Ini Penyebab Saham Perbankan Melonjak)
Komposisi kredit Bank Mega didominasi terutama oleh 3 segmen kredit yaitu Kredit Korporasi (51%), Joint Finance (25%) dan Credit Card (13%).
Dalam menjaga kualitas kredit, Bank Mega secara intensif mengkaji kemampuan bayar debitur dan melakukan analisa berkala untuk memonitor perkembangan bisnis debitur tersebut. Dengan disiplin menerapkan kedua hal diatas, Bank Mega berhasil menjaga profil dan kualitas kredit dengan baik. Hal ini tercermin dari rendahnya rasio NPL(nett) pada akhir September 2020 sebesar 1,03% atau turun dari 1,15% pada September 2019.
Dana Pihak Ketiga Bank Mega di periode September 2020 meningkat 15,5% (yoy) menjadi Rp76,3 dari posisi sebelumnya sebesar Rp66,0 triliun. Pertumbuhan ini di atas pertumbuhan DPK Perbankan per September 2020 sebesar 12,9% (yoy).
Pertumbuhan DPK yang besar ini telah meningkatkan asset Bank Mega secara signifikan yang meningkat 18,2% (yoy) menjadi Rp103,8 triliun dibandingkan September 2019 sebesar Rp87,8 triliun. Pertumbuhan ini juga jauh di atas pertumbuhan Asset Perbankan per Agustus 2020 sebesar 7,9% (yoy).
Pencapaian DPK dan Kredit menjadikan rasio LDR pada September 2020 sebesar 64,0% atau turun dibandingkan September 2019 sebesar 71,0 %. Dari sisi likuiditas, Bank Mega telah menetapkan kebijakan untuk menjaga rasio LDR di kisaran 70%. Hal ini dilakukan mengingat likuiditas adalah faktor yang penting dijaga terutama saat terjadinya krisis ekonomi.
Jika dibandingkan industri, LDR Bank Mega lebih rendah dari LDR Perbankan per Agustus 2020 sebesar 85,4%. LDR Bank Mega yang menurun ini menunjukkan semakin besarnya cadangan likuiditas yang dimiliki oleh Bank Mega.
Sementara itu, struktur permodalan Bank Mega yang tercermin dari rasio CAR September 2020 yang meningkat menjadi 26% pada periode September 2020, meningkat jika dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 24,4%. Posisi CAR ini juga lebih tinggi dibanding CAR industri perbankan yang sebesar 23,5% pada Agustus 2020.
Hingga kuartal III/ 2020 laba sebelum pajak tercatat naik sebesar 27,7% menjadi Rp2,2 triliun berbanding Rp1,7 triliun. Sedangkan laba bersih tumbuh sebesar 27,8% menjadi Rp1,8 triliun berbanding Rp1,4 triliun pada periode sebelumnya. Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan laba sebelum pajak perbankan per September 2020 yang mengalami pertumbuhan negatif 27,6% year on year (yoy) berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Thayib menjelaskan bahwa strategi menjaga profitabilitas adalah dengan fokus pada peningkatan pendapatan melalui pendapatan bunga bersih dan fee base income serta menurunkan biaya.
“Pertumbuhan laba Bank Mega dikontribusikan oleh meningkatnya Net Interest Income (NII) 8,3% secara year on year menjadi Rp2,97 triliun dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp2,75 triliun. Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih Perbankan per Agustus 2020 yang mengalami pertumbuhan negatif menjadi sebesar -2,57% (yoy),” kata Kostaman dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (11/11/2020).
(Baca juga : Dihajar Pandemi BRI Masih Catatkan Laba Bersih Rp14,15 Triliun)
Faktor penyumbang laba lainnya adalah meningkatnya Fee Based Income secara yoy sebesar 3,1% sebesar Rp1,64 triliun berbanding Rp1,59 triliun. Pertumbuhan Fee Based Income Perbankan per Agustus 2020 tercatat sebesar 12,44% (yoy).
Hal ini semakin diperkuat menurunnya biaya operasional yang menyebabkan menurunnya rasio BOPO menjadi 71,0% pada September 2020 atau turun dibandingkan September 2019 sebesar 74,8 %. Jika dibandingkan dengan rasio BOPO secara industri, BOPO Bank Mega jauh lebih rendah dari BOPO perbankan per Agustus 2020 sebesar 85,0%. “Semakin rendah ini menunjukkan semakin efisiennya Bank Mega dalam melakukan kegiatan operasionalnya,” jelas Kostaman.
Return on Asset (ROA) meningkat menjadi 2,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,7 %. ROA Bank Mega jauh lebih tinggi dari ROA perbankan per Agustus 2020 sebesar 1,9%. ROA Bank Mega yang semakin tinggi ini menunjukkan kemampuan Bank Mega untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi dalam mengelola asetnya.
Adapun, Return on Equity (ROE) meningkat menjadi 15,7% jika dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya pada level 14,0%. “ROE Bank Mega yang semakin tinggi ini menunjukan kemampuan Bank Mega menghasilkan laba yang lebih tinggi untuk pemegang saham,” ujar Kostaman.
Di tengah kondisi perekonomian yang cukup menantang ini, Bank Mega tetap mencatat pertumbuhan kredit di periode September 2020 menjadi Rp50,5 triliun atau meningkat 4,7% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar Rp48,2 triliun. Sementara pertumbuhan kredit perbankan per September 2020 hanya tumbuh 0,12% (yoy). Kredit korporasi memberikan kontribusi terbesar untuk pertumbuhan kredit di September 2020 yaitu sebesar Rp25,9 triliun yang meningkat 33,1% (yoy) dibandingkan September 2019.
(Baca juga : Harap Maklum, Jadi Ini Penyebab Saham Perbankan Melonjak)
Komposisi kredit Bank Mega didominasi terutama oleh 3 segmen kredit yaitu Kredit Korporasi (51%), Joint Finance (25%) dan Credit Card (13%).
Dalam menjaga kualitas kredit, Bank Mega secara intensif mengkaji kemampuan bayar debitur dan melakukan analisa berkala untuk memonitor perkembangan bisnis debitur tersebut. Dengan disiplin menerapkan kedua hal diatas, Bank Mega berhasil menjaga profil dan kualitas kredit dengan baik. Hal ini tercermin dari rendahnya rasio NPL(nett) pada akhir September 2020 sebesar 1,03% atau turun dari 1,15% pada September 2019.
Dana Pihak Ketiga Bank Mega di periode September 2020 meningkat 15,5% (yoy) menjadi Rp76,3 dari posisi sebelumnya sebesar Rp66,0 triliun. Pertumbuhan ini di atas pertumbuhan DPK Perbankan per September 2020 sebesar 12,9% (yoy).
Pertumbuhan DPK yang besar ini telah meningkatkan asset Bank Mega secara signifikan yang meningkat 18,2% (yoy) menjadi Rp103,8 triliun dibandingkan September 2019 sebesar Rp87,8 triliun. Pertumbuhan ini juga jauh di atas pertumbuhan Asset Perbankan per Agustus 2020 sebesar 7,9% (yoy).
Pencapaian DPK dan Kredit menjadikan rasio LDR pada September 2020 sebesar 64,0% atau turun dibandingkan September 2019 sebesar 71,0 %. Dari sisi likuiditas, Bank Mega telah menetapkan kebijakan untuk menjaga rasio LDR di kisaran 70%. Hal ini dilakukan mengingat likuiditas adalah faktor yang penting dijaga terutama saat terjadinya krisis ekonomi.
Jika dibandingkan industri, LDR Bank Mega lebih rendah dari LDR Perbankan per Agustus 2020 sebesar 85,4%. LDR Bank Mega yang menurun ini menunjukkan semakin besarnya cadangan likuiditas yang dimiliki oleh Bank Mega.
Sementara itu, struktur permodalan Bank Mega yang tercermin dari rasio CAR September 2020 yang meningkat menjadi 26% pada periode September 2020, meningkat jika dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 24,4%. Posisi CAR ini juga lebih tinggi dibanding CAR industri perbankan yang sebesar 23,5% pada Agustus 2020.
(her)