2.000 Perusahaan Korsel Sudah Tanam Modal di RI, BKPM Terus Genjot
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyepakati untuk menjaga dan meningkatkan kerjasama ekonomi dan bisnis dengan Korea Selatan. Hal ini dilakukan karena kedua negara menyadari bahwa kolaborasi adalah strategi kunci untuk bersama-sama mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bertemu dengan Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun-mo di Seoul, Korea Selatan.
Kedua menteri berbagi ide tentang perluasan investasi antara kedua negara. Pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) ke Korea Selatan pada bulan November 2019 lalu.
(Baca Juga: Harga Tanah dan Upah di Indonesia Juara di ASEAN )
Bahlil menyampaikan, bahwa di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, upaya percepatan dalam menjaga dan menarik investor justru semakin diperlukan. Pemerintah Indonesia juga terus mendorong investasi strategis dan berkualitas masuk ke Indonesia.
"Sesuai arahan Bapak Presiden, Indonesia harus bergerak cepat menuju transformasi ekonomi. Inilah momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah. Dan Korea Selatan menjadi salah satu mitra strategis Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut," jelas Bahlil di Jakarta.
Kedua menteri juga membahas perbaikan iklim usaha untuk perusahaan-perusahaan Korea yang berinvestasi di Indonesia, seperti di industri baja, kimia, mobil, dan tekstil. "Kami menilai Indonesia semakin baik dalam membangun iklim usaha yang menguntungkan kedua belah pihak," ujar Sun Yung-mo.
Jika merujuk pada peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, saat ini Indonesia berada di peringkat 73. Dari 11 indikator yang menjadi kajian dalam EoDB, ada beberapa hal yang masih harus Indonesia perbaiki, di antaranya memulai berusaha.
Kepala BKPM meyakini Undang-undang (UU) No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang dikenal dengan UU Cipta Kerja yang baru disahkan akan menjamin kemudahan, kecepatan, efisiensi, dan kepastian dalam memulai berusaha. Juga dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan iklim investasi.
"Seperti yang selalu saya sampaikan. UU Cipta Kerja adalah reformasi regulasi yang kita butuhkan. Pelaku usaha, baik dalam maupun luar negeri, membutuhkan jaminan kemudahan berusaha dan iklim investasi yang sehat. Jika ini terjadi, pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja yang negara harus hadirkan," tegasnya.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bertemu dengan Menteri Perindustrian Korea Selatan Sung Yun-mo di Seoul, Korea Selatan.
Kedua menteri berbagi ide tentang perluasan investasi antara kedua negara. Pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) ke Korea Selatan pada bulan November 2019 lalu.
(Baca Juga: Harga Tanah dan Upah di Indonesia Juara di ASEAN )
Bahlil menyampaikan, bahwa di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, upaya percepatan dalam menjaga dan menarik investor justru semakin diperlukan. Pemerintah Indonesia juga terus mendorong investasi strategis dan berkualitas masuk ke Indonesia.
"Sesuai arahan Bapak Presiden, Indonesia harus bergerak cepat menuju transformasi ekonomi. Inilah momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah. Dan Korea Selatan menjadi salah satu mitra strategis Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut," jelas Bahlil di Jakarta.
Kedua menteri juga membahas perbaikan iklim usaha untuk perusahaan-perusahaan Korea yang berinvestasi di Indonesia, seperti di industri baja, kimia, mobil, dan tekstil. "Kami menilai Indonesia semakin baik dalam membangun iklim usaha yang menguntungkan kedua belah pihak," ujar Sun Yung-mo.
Jika merujuk pada peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, saat ini Indonesia berada di peringkat 73. Dari 11 indikator yang menjadi kajian dalam EoDB, ada beberapa hal yang masih harus Indonesia perbaiki, di antaranya memulai berusaha.
Kepala BKPM meyakini Undang-undang (UU) No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang dikenal dengan UU Cipta Kerja yang baru disahkan akan menjamin kemudahan, kecepatan, efisiensi, dan kepastian dalam memulai berusaha. Juga dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan iklim investasi.
"Seperti yang selalu saya sampaikan. UU Cipta Kerja adalah reformasi regulasi yang kita butuhkan. Pelaku usaha, baik dalam maupun luar negeri, membutuhkan jaminan kemudahan berusaha dan iklim investasi yang sehat. Jika ini terjadi, pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja yang negara harus hadirkan," tegasnya.