Larangan Nenggak Miras, Pengusaha: Malaysia Saja yang Merupakan Negara Islam Tidak Melarang

Sabtu, 14 November 2020 - 20:30 WIB
loading...
Larangan Nenggak Miras, Pengusaha: Malaysia Saja yang Merupakan Negara Islam Tidak Melarang
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Hebohnya isu soal rencana pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) mendapat tanggapan serius dari pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Importir & Distributor Minuman Indonesia (APIDMI). Menurut mereka, tidak ada urgensi bagi DPR untuk membahas RUU Minol di saat Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 .

Pihak APIDMI juga menyatakan akibat pandemi itu, ratusan ribu bahkan mungkin jutaan orang kehilangan pekerjaan dan akan kehilangan pekerjaan. Seluruh komponen bangsa semestinya berkomitmen di bidang masing-masing untuk melakukan segala daya upaya dalam mengurangi dampak krisis ekonomi yang kita hadapi saat ini. ( Baca juga:MUI Minta Pemerintah Tak Tunduk Keinginan Pedagang terkait RUU Minol )

"Pakar ekonomi, memperkirakan krisis ekonomi saat ini akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali normal," kata Ipung Nimpuno, Sekjen APIDMI, di Jakarta, Sabtu (14/11/2020).

Ipung melanjutkan, di tengah pandemi dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan saat ini masih banyak hal lainnya yang perlu menjadi perhatian dan prioritas DPR. Lagi pula, berdasarkan Studi Diet Total Survey Konsumsi Makanan Individu Indonesia, tingkat konsumsi minuman beralkohol penduduk Indonesia sangatlah rendah, hanya 0,2% atau setara dengan 1 mililiter per orang

Yang sering diributkan adalah kasus oplosan yang merupakan alkohol jenis methanol yang tidak tara pangan (non foodgrade) yang apabila dikonsumsi dapat menyebabkan kematian. Dan menurut hasil survei, tingginya kasus oplosan ini tidak lepas dari sulitnya mendapatkan akses minuman beralkohol resmi. Jenis alkohol methanol inilah yang semestinya dilarang dan diatur secara ketat untuk tidak di konsumsi.

"Bukan malah melarang minuman beralkohol resmi yang memberikan kontribusi penciptaan lapangan kerja dan pendapatan negara serta mendukungbsektor pariwisata di Indonesia," tegas Ipung.

Menurutnya, industri minuman beralkohol di Indonesia sudah sangat ketat diawasi dan di kendalikan dengan berbagai peraturan (paling tidak ada 36 peraturan di tingkat pusat dan ratusan perda) yang mengatur secara ketat terkait investasi (daftar negatif investasi), produksi, penyimpanan, distribusi, penjualan, konsumsi dan bahkan dari sisi periklanan atau promosi tidak boleh dilakukan di media apa pun.
(Baca juga:Cerita Persahabatan Khabib, Ronaldo, dan Putra Mahkota Dubai yangTajir Melintir)

Selain itu, alkohol di Indonesia sudah dikenal sebelum Indonesia merdeka. Di zaman Majapahit sudah ada, tertulis di buku Negara Kertagama. Arak Tuban juga sudah dikenal sejak abad ke-13. Brem sudah muncul di Jawa 1.000 tahun sesudah Masehi dll dan sudah sejak zaman dulu dikenal kearifan lokal (local wisdom) yang mendorong orang untuk minum secara bertanggung jawab.

"Sebagai perbandingan, tetangga kita Malaysia saja yang merupakan negara Islam, tidak melarang produksi, distribusi dan konsumsi minuman beralkohol di negaranya. Semestinya demikian juga Indonesia yang merupakan negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila," tutup Ipung.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1760 seconds (0.1#10.140)