Awas, Pemerintah Jangan Dikelabui Importer Berkedok Pelaku Industri

Rabu, 18 November 2020 - 14:43 WIB
loading...
Awas, Pemerintah Jangan...
Pemerintah harus berpihak pada produk yang dihasilkan industri dalam negeri.
A A A
JAKARTA – Pemerintah harus berpihak pada produk yang dihasilkan industri dalam negeri. Caranya, yakni dengan memberikan akses pasar khusus, sehingga bisa memenangi lelang yang diadakan di lembaga-lembaga pemerintah.

Wakil Presiden Direktur PT. Panasonic Gobel Eco Solutions Manufacturing Indonesia Heru Santoso menegaskan, hanya keputusan politik itu yang kini sangat diharapkan oleh para pelaku industri nasional. Tanpa kepastian pasar dari pemerintah akan sulit pelaku industri nasional yang memiliki kedalaman industri dan dibangun dengan investasi sedang dan besar bisa bertahan.

(Baca juga:Industri Mebel dan Kerajinan Megap-megap, Pemerintah harus Turun Tangan)

Krisis yang terjadi saat ini benar-benar-benar luar biasa berat sebagai ujian dibandingkan dengan dua kali krisis yang dialami oleh republik ini. Krisis ekonomi yang terjadi pada kuartal ketiga ini merupakan ujian terberat tanpa ada kepastian solusi dari pemerintah maupun dunia.

Saat mengalami krisis pada periode 1997/1998 dan guncangan krisis keuangan global 2008-2009, para pelaku bisnis masih memiliki jalan keluar karena ada kepastian dan strategi yang bisa disiapkan. Namun, kali ini kondisinya jauh berbeda dengan dua krisis sebelumnya.

Melihat kondisi kegelapan ekonomi yang tak tahu di mana ujungnya, Heru menyarankan, pemerintah mempelajari kebijakan yang diambil dari krisis sebelumnya. Tidak hanya dalam bentuk stimulus yang selama ini sudah dilakukan dan belum terasa efektifitasnya, pemerintah juga sebaiknya berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

(Baca juga:Industri HPTL Perlu Dukungan Pemerintah di Masa Pandemi)

“Pemerintah jangan sampai mengambil langkah sporadis dan membuka selebar-lebarnya pelaku industri yang totalitas hanya berorientasi impor, padahal tidak melakukan investasi apalagi kedalaman industri,” tegas Heru dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/11/2020).

Jangan sampai pemerintah terprovokasi oleh para elit politik, legislatif maupun pengamat agar membuka keran impor, dengan alasan penyelamatan ekonomi. Pemerintah harus menelisik lebih jauh alasan tersebut realistis atau sekadar untuk kepentingan sesaat para importir.

(Baca juga:Pengusaha Sebut Larangan Minuman Beralkohol Bikin Industri Wisata Tambah Susah)

Pemerintah harus menerima masukan tersebut dengan melihat sampai sejauhmana permintaan para importir atas nama industri benar adanya. Benarkah mereka memiliki produk dalam industri dengan tingkat impor bahan baku dan bahan penolong atau hanya industri terbungkus “kosmetik” yang sebenarnya hanya produsen produk impor terurai (CKD) berstempel SNI legal.

Jika kenyataannya hanya industri stempel alias atas nama merek tertentu sebaiknya dikaji uang, karena dalam jangka pendek, menengah, apalagi panjang akan merugikan Indonesia. Pemerintah tidak akan pernah memiliki industri dengan struktur yang kuat, tidak memiliki sumber daya yang berkualitas dan kreatif jelang industri 4.0, tidak terjadi transfer teknologi, dan menguras devisa.

(Baca juga:Potensi Capai USD1.338 Miliar, Industri Perikanan Belum Maksimal)

Peluang pasar dalam negeri, termasuk pasar pemerintah melalui pengadaan barang negara tetap hanya milik produk impor. Industri di dalam negeri kehilangan daya saing dan kekuatan ekonomi yang dimarginalkan oleh negara. Keinginan Presiden dalam periode kedua pasca pembangunan infrastruktur yang berhasil menggairahkan bisnis, dan pembangunan industri yang kuat dan merata akan sia-sia.

Peluang untuk melakukan substitusi impor berbagai produk manufaktur termasuk industri pengolahan makanan untuk mendapatkan nilai tambah sulit dilakukan “Sampai kapanpun Indonesia akan mengalami ketergantungan impor yang makin dalam, baik bahan baku, sumber daya manusia, teknologi, dan desain semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan gap defisit neraca perdagangan terus melebar dan kemajuannya tertinggal dari negara pesaing Vietnam, Filipina, dan mungkin Laos dan Kamboja,” tegas Heru.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1352 seconds (0.1#10.140)