Pemulihan Kredit Jadi Tantangan Sektor Keuangan di Tengah Pandemi

Rabu, 18 November 2020 - 21:51 WIB
loading...
Pemulihan Kredit Jadi Tantangan Sektor Keuangan di Tengah Pandemi
Industri perbankan masih dihadapai tantangan melemahnya permintaan kredit. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA- Permintaan kredit yang turun drastis akibat pandemi Covid-19 menjadi tantangan bagi industri perbankan saat ini.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, sekitar 75% hidup bank berasal dari pemberian kredit yang kemudian memberikan keuntungan pada perbankan.

"Jadi kalau kreditnya tidak tumbuh, pasti keuntungannya bisa berkurang," ujarnya pada diskusi Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021: Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi, Rabu (18/11/2020).

(Baca juga:Penurunan Bunga Kredit Bank Lamban, BI Bersiap Lakukan Ini)

Dia menampik apabila bank disebut tidak mau memberikan kredit karena bank hidup dari penyaluran kredit. Bahkan dalam kebijakan pemerintah tahun 2020, ada sebagian dari dana PEN yang justru dikontribusikan kepada sektor perbankan untuk bisa menyalurkan kredit.

"Namun dalam kenyataannya kalau kita lihat pertumbuhan kredit hanya sekitar 1%. Jadi kalau ditanya, apakah bank tidak mau memberikan kredit, itu tidak benar," tuturnya.

Menurut dia, sering kali pemerintah melihat sektor perbankan sebagai sektor yang menjadi motor penggerak. Padahal perlu diingat bahwa sektor perbankan mengikuti perkembangan sektor riil.

"Sektor perbankan itu adalah just follow the trade, follow the business. Jadi kalau sektor riilnya nggak berjalan tentu saja perbankan tidak bisa jalan," kata Aviliani.

Aviliani menuturkan, saat ini ada beberapa sektor yang memang sudah tumbuh namun ada juga yang belum tumbuh. Sektor-sektor yang tumbuh kebanyakan padat modal seperti ICT atau teknologi informasi dan komunikasi yang kecenderungannya tidak terlalu banyak kredit bank.

Sementara sektor lain yang tumbuh adalah sektor pertanian tetapi permintaan rata-rata yang membutuhkan kredit kecenderungannya hanya 50%. Hal ini karena mengikuti kapasitas produksi yang masih setengahnya atau 50%.

"Artinya, kalau dia ekspansi kemungkinan justru kemampuan bayarnya juga tidak ada. Jadi ini juga perlu dipikirkan. Jangan membuat kebijakan yang membebani pengusaha yang akhirnya nanti tidak bisa bayar, karena itu sudah perhitungan buat mereka bahwa mereka belum butuh yang namanya kredit," tandasnya.
(bai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)