Kecepatan Pengadaan Barang Jadi Kunci Hadapi Kondisi Sulit Akibat Pandemi

Kamis, 19 November 2020 - 12:12 WIB
loading...
Kecepatan Pengadaan...
Kecepatan merealisasikan belanja menjadi kunci dalam menghadapi kondisi sulit akibat pandemi Covid-19. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Kecepatan merealisasikan belanja menjadi kunci dalam menghadapi kondisi sulit akibat pandemi Covid-19. Hal ini penting untuk mendorong naiknya konsumsi masyarakat.

Demikian dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang dan Jasa 2020 secara virtual di Jakarta kemarin. “Ini untuk meningkatkan konsumsi masyarakat yang akan menggerakkan produksi dan kita harapkan ekonomi tumbuh kembali,” ujarnya. (Baca: Enam jenis Bisikan Setan yang Merasuki Manusia)

Presiden sadar masih ada kekhawatiran di kalangan pejabat soal pengadaan barang dan jasa. Maka, payung hukum mulai dari peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), hingga peraturan menteri (permen) sudah ada.

Karena itu, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga sudah menyiapkan peraturan pengadaan barang dan jasa di situasi darurat. “Jadi, kalau masih ragu saya sudah perintahkan kepada Kepala LKPP, Jaksa Agung, Kapolri, dan pihak terkait untuk memberikan pendampingan-pendampingan. Maka, dengan proteksi seperti itu, para pejabat diharapkan amanah dan berani melakukan demi kepentingan masyarakat, dengan niat baik tentunya, jangan sampai niat korupsi,” ungkap Jokowi.

Dia juga berpesan agar aparat pengawasan intern pemerintah harus menjadi bagian dalam proses percepatan ini. “Aparat pengawasan intern harus menjadi bagian pemercepat, bukan memperlambat. Karena kita butuh kecepatan,” imbuhnya. (Baca juga: Subsidi Gaji 2,4 Juta Guru Non-PNS Cair)

Jokowi mengatakan, jika sudah ada niat tidak baik, dia meminta tidak ada kompromi, dan pejabat yang bersangkutan harus ditindak setegas-tegasnya. “Ini perlu saya sampaikan berulang-ulang, agar kita bekerja dalam satu visi atau pandangan sehingga ada kecepatan dan ketepatan, tapi semua dijalankan dengan tata kelola transparan, akuntabel, dan didorong pengawalan hukum yang tegas,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut Presiden menyoroti beberapa masalah terkait realisasi serapan anggaran dan hambatan-hambatannya. Dia mengatakan, untuk sistem pengadaan barang dan jasa, LKPP harus berani melakukan banyak terobosan dengan memanfaatkan teknologi modern. Terobosan ini diperlukan untuk memonitor transaksi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (pemda) secara real time. “Dengan bantuan teknologi terkini, kita bisa memonitor real time transaksi mereka. Apakah sudah terserap 100% dari total belanja pengadaan atau belum, sehingga mereka bisa diberi alarm peringatan,” katanya.

Selain itu, dengan berpijak pada data tersebut, para menteri, kepala lembaga, dan pemda bisa diberi alarm untuk melakukan langkah percepatan. Terlebih, karena situasi pandemi, pengadaan adalah aspek yang sangat penting. “Alarm peringatan perlu karena masih banyak yang bekerja dengan cara lama. Bahkan (dalam) kondisi darurat masih saja bekerja dengan biasa-biasa saja, belum berganti ke channel yang extraordinary,” tambah Jokowi. (Baca juga: Bali Destinasi Bulan madu Terbaik di Dunia)

Dia juga menyoroti kinerja mereka yang belum mengubah standard operating procedure (SOP), dari normal menjadi SOP yang penuh terobosan. Hal ini yang menyebabkan realisasi anggaran menjadi terlambat.

Kepala LKPP Roni Dwi Susanto mencatat realisasi belanja barang dan jasa pemerintah hingga 9 November baru sebesar Rp289,34 triliun. Angka ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan target nilai belanja barang jasa sepanjang tahun ini yang mencapai Rp1.027,1 triliun. “Dari total nilai belanja barang jasa tahun 2020 sebesar Rp1.027,1 triliun, pencapaian realisasinya sampai 9 November kurang dari 50%, baru Rp289,34 triliun,” sebutnya.

Roni menjelaskan, dari Rp289,34 triliun itu yang sudah selesai tender sebesar Rp228,76 triliun dan yang masih dalam proses sebesar Rp60,58 triliun. Di mana yang masih dalam proses itu merupakan pekerjaan konstruksi Rp48,80 triliun yang di dalamnya menyangkut pengadaan K/L Rp41,55 triliun dan pemda Rp7,25 triliun.

Dari Rp228,76 triliun yang sudah selesai tender, di dalamnya menyangkut pekerjaan konstruksi sebesar Rp148,31 triliun (K/L Rp72,92 triliun dan pemda Rp75,39 triliun). “Rendahnya kinerja penyerapan belanja pengadaan barang jasa pemerintah berdampak terhadap pelayanan publik dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi,” ujarnya.

Menurut Roni, pandemi Covid-19 ini seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk menggenjot belanja pengadaan barang dan jasa, khususnya untuk mengatasi dampak ekonomi dan sosial dari pandemi. “Meskipun pengadaan barang jasa untuk menangani Covid-19 bersifat segera, tidak dapat ditunda, tetap harus memenuhi prinsip cepat, efektif, transparan tanpa meninggalkan akuntabilitasnya untuk mencapai tujuan pengadaannya, punya value for money,” ungkapnya. (Lihat videonya: Pemerintah Austria Kembali Putuskan untuk Lockdown Kedua)

Belanja barang dan jasa pemerintah saat ini telah memanfaatkan sistem pengadaan elektronik sebagai satu kesatuan dari pelaksanaan Perpres Nomor 95/2018 tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik.

Perencanaan dan penganggaran merupakan tahapan awal dari ekosistem pengadaan. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat strategis dan dengan demikian perlu perhatian khusus bagi para pimpinan kementerian/lembaga, pemerintah daerah. (Michelle Natalia)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2100 seconds (0.1#10.140)