Go Online Baru Pintu Gerbang, Pengelolaan Aset Digital Harus Dipikirkan
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Di masa pandemi, bisnis UKM mendapatkan tantangan baru dalam mengembangkan bisnis. Tidak hanya berfokus menyiasati efisiensi dari sisi produksi, namun juga harus memikirkan bentuk promosi yang lebih efektif di tengah masyarakat yang serba online.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, 45% bisnis UKM hanya mampu bertahan 3 bulan selama masa pandemi. Selain itu, dari total 64 juta UKM di Indonesia, baru sekitar 8 juta atau 13% yang sudah terhubung dengan ekosistem digital .
(Baca Juga: Ibu Negara Iriana Berbicara Soal UMKM dan Hikmah Pandemi Covid-19 )
Perusahaan penyedia layanan web-hosting Niagahoster menilai, salah satu alasan UKM yang kurang berdaya saing ini disebabkan karena kanal go online yang kurang dimanfaatkan secara maksimal.
“Go online baru pintu gerbang. Untuk menuju kesuksesan online, aset digital tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa adanya pengelolaan, evaluasi, dan perbaikan. Bagi pemilik bisnis yang sudah kuat dari sisi produksi, saya merekomendasikan untuk mulai memikirkan pengelolaan aset digital ini.” ungkap Ayunda Zikrina, Head of Brand & Market Development Niagahoster dalam acara Media Meet-Up.
Perlakukan Toko Digital Seperti Toko Fisik
Di era digital saat ini, media sosial, website, marketplace memiliki fungsi sebagai kanal promosi yang efektif menjangkau pasar yang lebih luas. Terlebih saat pandemi, Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM FK Universitas Indonesia (UI), Kristina Siste Kurniasanti melaporkan, ketergantungan internet pada orang dewasa meningkat 5 kali lipat selama pandemi Covid-19.
(Baca Juga: Wow, 160 Juta Orang Indonesia Aktif di Lapak Online, Nilainya Rp445 Triliun )
Keberhasilan bisnis UKM di masa pandemi, sangat bergantung pada aktivitas go online dan bagaimana pemilik bisnis mengelola aset digital atau kanal go online tersebut. Ayunda menilai toko digital sama dengan toko fisik yang memerlukan pengelolaan dan maintainance secara berkala.
“Untuk mengelola toko fisik, pemilik bisnis mungkin harus mengeluarkan biaya kebersihan, keamanan, promosi offline yang tidak sedikit. Pengelolaan toko online rata-rata dimulai dari konsistensi membuat konten, kemudian mengecek aktivitas media sosial dan berinteraksi dengan pelanggan. Itu semua dapat dilakukan tanpa biaya. Namun, masih banyak pemilik bisnis yang belum memprioritaskan ini,” kata Ayunda.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, 45% bisnis UKM hanya mampu bertahan 3 bulan selama masa pandemi. Selain itu, dari total 64 juta UKM di Indonesia, baru sekitar 8 juta atau 13% yang sudah terhubung dengan ekosistem digital .
(Baca Juga: Ibu Negara Iriana Berbicara Soal UMKM dan Hikmah Pandemi Covid-19 )
Perusahaan penyedia layanan web-hosting Niagahoster menilai, salah satu alasan UKM yang kurang berdaya saing ini disebabkan karena kanal go online yang kurang dimanfaatkan secara maksimal.
“Go online baru pintu gerbang. Untuk menuju kesuksesan online, aset digital tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa adanya pengelolaan, evaluasi, dan perbaikan. Bagi pemilik bisnis yang sudah kuat dari sisi produksi, saya merekomendasikan untuk mulai memikirkan pengelolaan aset digital ini.” ungkap Ayunda Zikrina, Head of Brand & Market Development Niagahoster dalam acara Media Meet-Up.
Perlakukan Toko Digital Seperti Toko Fisik
Di era digital saat ini, media sosial, website, marketplace memiliki fungsi sebagai kanal promosi yang efektif menjangkau pasar yang lebih luas. Terlebih saat pandemi, Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM FK Universitas Indonesia (UI), Kristina Siste Kurniasanti melaporkan, ketergantungan internet pada orang dewasa meningkat 5 kali lipat selama pandemi Covid-19.
(Baca Juga: Wow, 160 Juta Orang Indonesia Aktif di Lapak Online, Nilainya Rp445 Triliun )
Keberhasilan bisnis UKM di masa pandemi, sangat bergantung pada aktivitas go online dan bagaimana pemilik bisnis mengelola aset digital atau kanal go online tersebut. Ayunda menilai toko digital sama dengan toko fisik yang memerlukan pengelolaan dan maintainance secara berkala.
“Untuk mengelola toko fisik, pemilik bisnis mungkin harus mengeluarkan biaya kebersihan, keamanan, promosi offline yang tidak sedikit. Pengelolaan toko online rata-rata dimulai dari konsistensi membuat konten, kemudian mengecek aktivitas media sosial dan berinteraksi dengan pelanggan. Itu semua dapat dilakukan tanpa biaya. Namun, masih banyak pemilik bisnis yang belum memprioritaskan ini,” kata Ayunda.