Resto Pasca-Pandemi
loading...
A
A
A
Yuswohady
Managing Partner Inventure
Terkait dengan gelaran Indonesia Industry Outlook 2021 yang berlangsung 4–6 November lalu, saya dan tim di Inventure membuat kajian mengenai perubahan lingkungan bisnis resto pada 2021 . Secara umum bisnis resto pada 2021 akan menghadapi tiga tantangan utama, yaitu perubahan di tingkat makro, tekanan kompetisi, dan perubahan perilaku konsumen. Berikut ini ringkasannya.
I. Change Drivers
Dari sisi kondisi makro-industri, tantangan terberat yang dihadapi oleh bisnis resto adalah disrupsi pada rantai pasok makanan. Selain itu kekacauan ekonomi yang diakibatkan oleh Covid-19 dan dialami negara-negara maju turut membuat ancaman resesi dalam negeri semakin nyata. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)
#1. Food Supply-Chain Disruption
Covid-19 menyebabkan rantai pasok makanan menjadi terhambat. Ketika pembatasan sosial diberlakukan, petani sulit untuk mendistribusikan hasil panen karena jalur logistik antarwilayah dibatasi. Akibatnya hasil panen tersimpan di gudang dan membusuk. Belum lagi ada imbauan untuk di rumah saja sehingga kebun atau ladang tidak terkelola dengan baik. Petani mengalami gagal panen dan harga bahan pangan jatuh. Sementara itu rantai pasok global juga mengalami gangguan sehingga aktivitas ekspor-impor terhambat. Ketika bisnis tidak bisa memperoleh bahan baku, bukan tidak mungkin bisnis tersebut harus menutup operasionalnya.
#2. Recession
Negara-negara maju mulai mengumumkan resesi yang berakibat pada economic instability. Bahkan yang terbaru, para menteri menginformasikan bahwa ancaman resesi di Indonesia bisa saja tak terelakkan. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu dan ancaman PHK akibat pemberlakuan PSBB, dalam lingkup keluarga konsumsi mulai menyesuaikan pola ekonomi. Studi dari McKinsey menunjukkan, terjadi penurunan konsumsi dari 23% menjadi 19%. Tidak hanya konsumsi, tetapi juga pada jumlah tabungan. Hal ini salah satunya disebabkan karyawan mengalami pengurangan gaji sehingga jumlah tabungan pun ikut turun. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)
#3. Intermittent Social Distancing
Kebijakan buka-tutup PSBB (intermittent social distancing) akan mendorong pemilik resto mengubah sistem operasional. Ketika konsumen tidak berbelanja di mal, tidak bisa dine-in, konsep resto dengan furnitur yang lengkap tidak lagi relevan. Sebagai gantinya, resto diubah menjadi dapur sentral di mana tenant-tenant berkumpul di satu area sehingga konsumen bisa memesan makanan cukup dengan metode delivery atau take away.
Managing Partner Inventure
Terkait dengan gelaran Indonesia Industry Outlook 2021 yang berlangsung 4–6 November lalu, saya dan tim di Inventure membuat kajian mengenai perubahan lingkungan bisnis resto pada 2021 . Secara umum bisnis resto pada 2021 akan menghadapi tiga tantangan utama, yaitu perubahan di tingkat makro, tekanan kompetisi, dan perubahan perilaku konsumen. Berikut ini ringkasannya.
I. Change Drivers
Dari sisi kondisi makro-industri, tantangan terberat yang dihadapi oleh bisnis resto adalah disrupsi pada rantai pasok makanan. Selain itu kekacauan ekonomi yang diakibatkan oleh Covid-19 dan dialami negara-negara maju turut membuat ancaman resesi dalam negeri semakin nyata. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)
#1. Food Supply-Chain Disruption
Covid-19 menyebabkan rantai pasok makanan menjadi terhambat. Ketika pembatasan sosial diberlakukan, petani sulit untuk mendistribusikan hasil panen karena jalur logistik antarwilayah dibatasi. Akibatnya hasil panen tersimpan di gudang dan membusuk. Belum lagi ada imbauan untuk di rumah saja sehingga kebun atau ladang tidak terkelola dengan baik. Petani mengalami gagal panen dan harga bahan pangan jatuh. Sementara itu rantai pasok global juga mengalami gangguan sehingga aktivitas ekspor-impor terhambat. Ketika bisnis tidak bisa memperoleh bahan baku, bukan tidak mungkin bisnis tersebut harus menutup operasionalnya.
#2. Recession
Negara-negara maju mulai mengumumkan resesi yang berakibat pada economic instability. Bahkan yang terbaru, para menteri menginformasikan bahwa ancaman resesi di Indonesia bisa saja tak terelakkan. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu dan ancaman PHK akibat pemberlakuan PSBB, dalam lingkup keluarga konsumsi mulai menyesuaikan pola ekonomi. Studi dari McKinsey menunjukkan, terjadi penurunan konsumsi dari 23% menjadi 19%. Tidak hanya konsumsi, tetapi juga pada jumlah tabungan. Hal ini salah satunya disebabkan karyawan mengalami pengurangan gaji sehingga jumlah tabungan pun ikut turun. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)
#3. Intermittent Social Distancing
Kebijakan buka-tutup PSBB (intermittent social distancing) akan mendorong pemilik resto mengubah sistem operasional. Ketika konsumen tidak berbelanja di mal, tidak bisa dine-in, konsep resto dengan furnitur yang lengkap tidak lagi relevan. Sebagai gantinya, resto diubah menjadi dapur sentral di mana tenant-tenant berkumpul di satu area sehingga konsumen bisa memesan makanan cukup dengan metode delivery atau take away.