Menguji Skema Iclusive Closed Loop di Sektor Pertanian
loading...
A
A
A
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Makanan Olahan dan Industri Peternakan Juan Permata Adoe menambahkan, sistem inclusive closed loop sudah berhasil diterapkan para petani kelapa sawit dan mereka mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Dari hasil itu, dia yakin sistem tersebut juga bisa diterapkan pada komoditas lainnya.
Apabila hal tersebut diinginkan, maka perlu juga disiapkan skema pendamping seperti public private partnership (PPP) agar bisa konsistensi menjalankan peningkatan kebutuhan pangan. "Membuat inclusive closed loop itu mahal dan tidak mudah. Jadi, kalau komoditas lainnya ingin seperti sawit, tidak mungkin bisa cepat dalam kondisi sekarang. Karena itu, perlu ada skema pendamping seperi PPP untuk komoditas nonsawit tersebut," kata Juan. (Baca juga: Jangan Kendor, Olahraga Harus Tetap Dilakukan Pada Masa Pandemi)
Di sektor peternakan, sistem ini telah berhasil meningkatkan daya saing produk budidaya peternakan dalam negeri, beserta produk ternak dan turunannya. Terlebih, budidaya peternakan saat ini menghadapi sejumlah kendala. Seperti pasokan bibit ternak dan ternak budidaya melalui perusahaan atau perseorangan. Namun, sampai saat ini untuk bidang peternakan, tidak ada perubahan karena belum ada ketetapan terkait peraturan pemerintah.
Untuk sektor peternakan, Juan menambahkan, Kadin mengusulkan ditetapkannya peraturan pemerintah berdasarkan asas ekonomi dan protokol kesehatan veteriner sehingga mampu meningkatkan daya saing produk budidaya peternakan dalam negeri beserta turunannya. Sebab, budidaya peternakan saat ini sedang menghadapi sejumlah kendala seperti pasokan bibit ternak.
Tidak hanya berhenti pada industri peternakan, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi lukman mengatakan, saat ini industri makanan dan minuman kekurangan bahan baku, solusinya harus diperkuat dengan upaya kemitraan para pelaku ekonomi melalui skema ini.
Ada sejumlah fakta di Indonesia bahwa usaha di sektor pangan, khususnya makanan dan minuman, berkembang dengan pesat seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia, khususnya kaum milenial. Fenomena ini telah menarik perhatian para private equity. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar Daring 4 Jam)
"Banyak private equity yang melihat pangan di Indonesia sebagai sektor yang sangat menjanjikan untuk investasi. Di Northstar, kami juga investasi di perusahaan agritech seperti eFishery," ujar Adhi. (Aprilia S Andyna)
Lihat Juga: Forum Bisnis Indonesia–Brasil: Korporasi Indonesia dan Brasil Tanda Tangani MoU Senilai USD2,65 Miliar
Apabila hal tersebut diinginkan, maka perlu juga disiapkan skema pendamping seperti public private partnership (PPP) agar bisa konsistensi menjalankan peningkatan kebutuhan pangan. "Membuat inclusive closed loop itu mahal dan tidak mudah. Jadi, kalau komoditas lainnya ingin seperti sawit, tidak mungkin bisa cepat dalam kondisi sekarang. Karena itu, perlu ada skema pendamping seperi PPP untuk komoditas nonsawit tersebut," kata Juan. (Baca juga: Jangan Kendor, Olahraga Harus Tetap Dilakukan Pada Masa Pandemi)
Di sektor peternakan, sistem ini telah berhasil meningkatkan daya saing produk budidaya peternakan dalam negeri, beserta produk ternak dan turunannya. Terlebih, budidaya peternakan saat ini menghadapi sejumlah kendala. Seperti pasokan bibit ternak dan ternak budidaya melalui perusahaan atau perseorangan. Namun, sampai saat ini untuk bidang peternakan, tidak ada perubahan karena belum ada ketetapan terkait peraturan pemerintah.
Untuk sektor peternakan, Juan menambahkan, Kadin mengusulkan ditetapkannya peraturan pemerintah berdasarkan asas ekonomi dan protokol kesehatan veteriner sehingga mampu meningkatkan daya saing produk budidaya peternakan dalam negeri beserta turunannya. Sebab, budidaya peternakan saat ini sedang menghadapi sejumlah kendala seperti pasokan bibit ternak.
Tidak hanya berhenti pada industri peternakan, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi lukman mengatakan, saat ini industri makanan dan minuman kekurangan bahan baku, solusinya harus diperkuat dengan upaya kemitraan para pelaku ekonomi melalui skema ini.
Ada sejumlah fakta di Indonesia bahwa usaha di sektor pangan, khususnya makanan dan minuman, berkembang dengan pesat seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia, khususnya kaum milenial. Fenomena ini telah menarik perhatian para private equity. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar Daring 4 Jam)
"Banyak private equity yang melihat pangan di Indonesia sebagai sektor yang sangat menjanjikan untuk investasi. Di Northstar, kami juga investasi di perusahaan agritech seperti eFishery," ujar Adhi. (Aprilia S Andyna)
Lihat Juga: Forum Bisnis Indonesia–Brasil: Korporasi Indonesia dan Brasil Tanda Tangani MoU Senilai USD2,65 Miliar
(ysw)