Aturan Turunan UU Cipta Kerja Bikin Izin Usaha Gampang, K/L dan Pemda Seirama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyusunan draf RPP dan RPerpres sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang (UU) Cipta Kerja saat ini telah hampir rampung. Salah satu aturan turunan UU Cipta Kerja yang sedang dirampungkan itu, berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan, yang akan menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dalam mengimplementasikan konsep perizinan berbasis risiko atau Risk Base Approach (RBA).
(Baca Juga: Tim Independen UU Cipta Kerja Disiapkan, Tim Ahli hingga Tokoh Nasional Ambil Bagian )
Seperti kita ketahui, saat ini setiap kegiatan usaha dipersyaratkan memiliki berbagai izin yang cukup banyak untuk melakukan kegiatan usaha, tanpa mempertimbangkan skala usaha maupun kompleksitas kegiatan usaha. Setiap Kementerian/Lembaga (K/L) memiliki pola dan kebijakan yang berbeda dalam mengatur perizinan usaha di sektornya.
Akibatnya, sangat banyak peraturan (hyper regulation) yang mengatur tentang perizinan untuk usaha. Tumpang tindih pengaturan antar sektor (K/L), sehingga memungkinkan satu kegiatan usaha dapat memiliki kewajiban untuk memproses izin lebih dari satu.
NSPK tidak terstandardisasi baik dari segi persyaratan yang harus dipenuhi maupun dari jangka waktu penyelesaian serta dari proses penyelesaiannya baik di K/L maupun di Pemda, sehingga implementasi di lapangan bervariasi sehingga belum memberikan kepastian dalam berusaha, dan pada akhirnya pelaksanaan pengawasan kegiatan usaha tidak optimal dilakukan.
(Baca Juga: Lembaga Pengelola Investasi Amanat UU Cipta Kerja Diisi Profesional, Seleksi Dimulai )
Melalui RPP ini, Pemerintah menetapkan perizinan menggunakan pendekatan berbasis risiko untuk menetapkan jenis perizinan berusaha pada seluruh sektor usaha. Setiap K/L dan Pemda menggunakan pola yang sama, yaitu pendekatan berbasis risiko dalam kebijakan perizinan berusaha untuk bidang usaha.
Setiap K/L melakukan analisis tingkat risiko dan menetapkan tingkat risiko usaha yaitu tingkat risiko Rendah, Menengah atau Tinggi. Dengan demikian, membuka usaha di Indonesia akan menjadi lebih mudah dan cepat, serta menciptakan kepastian usaha.
“Perizinan berusaha yang berbasis risiko akan memberikan kemudahan dan kepastian, sesuai arahan Bapak Presiden agar segera dilakukan pemangkasan Perizinan Berusaha, penyederhanaan Prosedur Perizinan dan penerapan Standar Usaha. Dengan demikian, perizinan akan lebih mudah dan cepat, dan pengawasan akan lebih optimal,” ujar Menko Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (22/11/2020).
(Baca Juga: Ternyata, UU Ciptaker Lahirkan Seabrek Aturan Baru )
RPP tentang NSPK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja yang mengatur tentang jenis perizinan berusaha untuk kegiatan usaha di semua sektor (kompilasi pengaturan dari 18 K/L yang menjadi pembina sektor dan regulator setiap bidang usaha). Pengelompokan bidang usaha mengacu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI ) tahun 2020. Pengaturan dalam RPP ini juga mencakup tentang Kewenangan penerbitan perizinan dan pelaksanaan pengawasan.
Menko Airlangga menerangkan, lebih lanjut RPP ini akan mengatur tentang norma perizinan berusaha berbasis risiko dan tatacara pengawasan yang harus dijadikan referensi oleh semua K/L dan Pemda yang sudah disiapkan oleh Kemenko Perekonomian.
"Juga mengatur tentang norma pelayanan perizinan berusaha melalui sistem OSS yang disiapkan oleh BKPM, serta NSPK untuk masing-masing sektor yang ditetapkan oleh setiap K/L terkait," tandasnya.
Lihat Juga: Lewat AZEC, Indonesia akan Percepat Transisi Energi Sekaligus Dorong Pertumbuhan Ekonomi
(Baca Juga: Tim Independen UU Cipta Kerja Disiapkan, Tim Ahli hingga Tokoh Nasional Ambil Bagian )
Seperti kita ketahui, saat ini setiap kegiatan usaha dipersyaratkan memiliki berbagai izin yang cukup banyak untuk melakukan kegiatan usaha, tanpa mempertimbangkan skala usaha maupun kompleksitas kegiatan usaha. Setiap Kementerian/Lembaga (K/L) memiliki pola dan kebijakan yang berbeda dalam mengatur perizinan usaha di sektornya.
Akibatnya, sangat banyak peraturan (hyper regulation) yang mengatur tentang perizinan untuk usaha. Tumpang tindih pengaturan antar sektor (K/L), sehingga memungkinkan satu kegiatan usaha dapat memiliki kewajiban untuk memproses izin lebih dari satu.
NSPK tidak terstandardisasi baik dari segi persyaratan yang harus dipenuhi maupun dari jangka waktu penyelesaian serta dari proses penyelesaiannya baik di K/L maupun di Pemda, sehingga implementasi di lapangan bervariasi sehingga belum memberikan kepastian dalam berusaha, dan pada akhirnya pelaksanaan pengawasan kegiatan usaha tidak optimal dilakukan.
(Baca Juga: Lembaga Pengelola Investasi Amanat UU Cipta Kerja Diisi Profesional, Seleksi Dimulai )
Melalui RPP ini, Pemerintah menetapkan perizinan menggunakan pendekatan berbasis risiko untuk menetapkan jenis perizinan berusaha pada seluruh sektor usaha. Setiap K/L dan Pemda menggunakan pola yang sama, yaitu pendekatan berbasis risiko dalam kebijakan perizinan berusaha untuk bidang usaha.
Setiap K/L melakukan analisis tingkat risiko dan menetapkan tingkat risiko usaha yaitu tingkat risiko Rendah, Menengah atau Tinggi. Dengan demikian, membuka usaha di Indonesia akan menjadi lebih mudah dan cepat, serta menciptakan kepastian usaha.
“Perizinan berusaha yang berbasis risiko akan memberikan kemudahan dan kepastian, sesuai arahan Bapak Presiden agar segera dilakukan pemangkasan Perizinan Berusaha, penyederhanaan Prosedur Perizinan dan penerapan Standar Usaha. Dengan demikian, perizinan akan lebih mudah dan cepat, dan pengawasan akan lebih optimal,” ujar Menko Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (22/11/2020).
(Baca Juga: Ternyata, UU Ciptaker Lahirkan Seabrek Aturan Baru )
RPP tentang NSPK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja yang mengatur tentang jenis perizinan berusaha untuk kegiatan usaha di semua sektor (kompilasi pengaturan dari 18 K/L yang menjadi pembina sektor dan regulator setiap bidang usaha). Pengelompokan bidang usaha mengacu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI ) tahun 2020. Pengaturan dalam RPP ini juga mencakup tentang Kewenangan penerbitan perizinan dan pelaksanaan pengawasan.
Menko Airlangga menerangkan, lebih lanjut RPP ini akan mengatur tentang norma perizinan berusaha berbasis risiko dan tatacara pengawasan yang harus dijadikan referensi oleh semua K/L dan Pemda yang sudah disiapkan oleh Kemenko Perekonomian.
"Juga mengatur tentang norma pelayanan perizinan berusaha melalui sistem OSS yang disiapkan oleh BKPM, serta NSPK untuk masing-masing sektor yang ditetapkan oleh setiap K/L terkait," tandasnya.
Lihat Juga: Lewat AZEC, Indonesia akan Percepat Transisi Energi Sekaligus Dorong Pertumbuhan Ekonomi
(akr)