Tahun Depan, Wisatawan Nusantara Masih Jadi Tumpuan
loading...
A
A
A
NUSA DUA - Sektor pariwisata Indonesia pada tahun depan diperkirakan masih akan mengandalkan pergerakan wisatawan nusantara (wisnus). Pasalnya, menurut proyeksi Badan Pariwisata Dunia (UNWTO), pemulihan pariwisata internasional baru akan terjadi di kuartal III/2021.
Kendati demikian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terus menyiapkan destinasi-destinasi pariwisata sesuai standar protokol kesehatan global sehingga pada waktunya nanti siap menerima kedatangan wisatawan mancanegara (wisman).
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengajak seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) untuk tetap optimistis dan mengoptimalkan potensi wisatawan di domestik pada tahun depan.
"Kita harus terus optimis namun pada saat yang bersamaan kita harus juga realistis. Menghadapi tahun 2021 kita harus bisa mengambil peluang di dalam negeri," ujarnya saat menutup Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020 di Hotel Westin, Nusa Dua, Jumat (27/11/2020).
( )
Dengan populasi yang besar, kata Angela, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yakni pasar domestik yang juga menjadi peluang besar bagi sektor pariwisata. Pada 2019 tercatat pergerakan wisnus sebanyak 282,90 juta perjalanan dengan pengeluaran Rp307,35 triliun. Adapun untuk wisman sebanyak 16,11 juta kunjungan dan menyumbang devisa Rp280 triliun.
"Ada potensi wisnus yang besar yang kita bisa garap. Secara jumlah besar tapi memang secara revenue masih beda tipis dengan wisman. Artinya, kalau kita mau mendorong domestic market maka harus mendorong juga penguatan daya beli masyarakat, sehingga pengeluaran per wisnus untuk pariwisata dapat lebih dimaksimalkan," tutur wakil menteri termuda Kabinet Indonesia Maju itu.
Di sisi lain, Angela menuturkan, wisatawan Indonesia yang ke luar negeri (outbound) pada tahun 2018 tercatat sebesar 9,5 juta orang dengan pengeluaran USD1.090 per keberangkatan per pax atau totalnya sekitar Rp150 triliun.
"Ini juga merupakan potensi market yang bisa kita maksimalkan dalam strategi pengembangan wisnus jangka pendek," tandas alumnus Universitas Teknologi Sydney itu.
( )
Sebelumnya, UNWTO mencatat selama delapan bulan pertama 2020 terjadi penurunan 70% dalam kedatangan wisatawan internasional, di mana penurunan tertinggi terjadi di Asia Pasifik mencapai 79%.
Data terbaru UNWTO World Tourism Barometer mengungkap jumlah kedatangan wisatawan international anjlok 81% pada Juli and 79% pada Agustus, di mana normalnya dua bulan ini merupakan puncak musim liburan.
“Penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang dramatis, dan menempatkan jutaan pekerjaan dan bisnis dalam risiko,” kata Sekjen UNWTO Zurab Pololikashvili dalam keterangannya pada Oktober lalu.
Berkaca pada hal tersebut, Zurab pun menekankan bahwa pembukaan kembali perjalanan wisata internasional harus mempertimbangkan waktu yang tepat, aman, dan didukung kerja sama yang baik antar negara.
Panel Ahli UNWTO memperkirakan rebound dalam pariwisata internasional pada tahun 2021, yaitu sekitar kuartal ketiga. Bahkan, sebagian kecil ahli memprediksi pemulihan baru terjadi di 2022.
Beberapa kendala yang bisa menghambat pemulihan adalah pembatasan perjalanan (travel restriction), progres penanganan virus yang lambat, dan kepercayaan konsumen yang rendah. Selain itu, kurangnya koordinasi antar negara untuk memastikan protokol yang selaras, serta kondisi ekonomi yang memburuk, juga diidentifikasi oleh para ahli sebagai hambatan penting untuk pemulihan.
( )
Terkait kepercayaan konsumen, Wamenparekraf menegaskan bahwa pariwisata merupakan bisnis kepercayaan dan bisnis pengalaman. Menurut dia, tantangan di tengah pandemi ini adalah bagaimana konsumen bisa percaya bahwa destinasi, usaha dan pekerja pariwisata bisa menyediakan produk dan servis yang aman.
"Tidak hanya itu, kita perlu memberikan pengalaman yang nyata dan positif terhadap konsumen tersebut. Jadi, kalau aman memang kita harus betul-betul pastikan aman sehingga konsumen tersebut akhirnya bisa memberikan testimoni kepada konsumen lainnya bahwa pariwisata Indonesia aman," papar Angela.
Dengan begitu, lanjut dia, dalam rangka pemulihan pariwisata Indonesia di tahap awal dan untuk mendapatkan kepercayaan konsumen kembali, penerapan protokol kesehatan yang baik merupakan kunci utama.
Dalam hal ini, Kemenparekraf dengan mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382 tahun 2020, telah mengeluarkan panduan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE (Clean, Health, Safety, Environmental sustainability) di berbagai bidang usaha pariwisata dan ekonomi kreatif.
Untuk memastikan implementasi CHSE dilaksanakan oleh para pelaku usaha, kata Angela, Kemenparekraf juga telah meluncurkan sertifikasi CHSE gratis secara nasional yang akan terus dilanjutkan tahun depan.
"Terhadap usaha-usaha yang telah lulus verifikasi, maka usaha tersebut akan menerima sertifikasi dan dapat memasang logo CHSE InDonesia Care di lokasi usaha mereka dengan QR Code khusus sehingga tidak dapat diduplikasi," jelas wanita kelahiran 1987.
Kendati demikian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terus menyiapkan destinasi-destinasi pariwisata sesuai standar protokol kesehatan global sehingga pada waktunya nanti siap menerima kedatangan wisatawan mancanegara (wisman).
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengajak seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) untuk tetap optimistis dan mengoptimalkan potensi wisatawan di domestik pada tahun depan.
"Kita harus terus optimis namun pada saat yang bersamaan kita harus juga realistis. Menghadapi tahun 2021 kita harus bisa mengambil peluang di dalam negeri," ujarnya saat menutup Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020 di Hotel Westin, Nusa Dua, Jumat (27/11/2020).
( )
Dengan populasi yang besar, kata Angela, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yakni pasar domestik yang juga menjadi peluang besar bagi sektor pariwisata. Pada 2019 tercatat pergerakan wisnus sebanyak 282,90 juta perjalanan dengan pengeluaran Rp307,35 triliun. Adapun untuk wisman sebanyak 16,11 juta kunjungan dan menyumbang devisa Rp280 triliun.
"Ada potensi wisnus yang besar yang kita bisa garap. Secara jumlah besar tapi memang secara revenue masih beda tipis dengan wisman. Artinya, kalau kita mau mendorong domestic market maka harus mendorong juga penguatan daya beli masyarakat, sehingga pengeluaran per wisnus untuk pariwisata dapat lebih dimaksimalkan," tutur wakil menteri termuda Kabinet Indonesia Maju itu.
Di sisi lain, Angela menuturkan, wisatawan Indonesia yang ke luar negeri (outbound) pada tahun 2018 tercatat sebesar 9,5 juta orang dengan pengeluaran USD1.090 per keberangkatan per pax atau totalnya sekitar Rp150 triliun.
"Ini juga merupakan potensi market yang bisa kita maksimalkan dalam strategi pengembangan wisnus jangka pendek," tandas alumnus Universitas Teknologi Sydney itu.
( )
Sebelumnya, UNWTO mencatat selama delapan bulan pertama 2020 terjadi penurunan 70% dalam kedatangan wisatawan internasional, di mana penurunan tertinggi terjadi di Asia Pasifik mencapai 79%.
Data terbaru UNWTO World Tourism Barometer mengungkap jumlah kedatangan wisatawan international anjlok 81% pada Juli and 79% pada Agustus, di mana normalnya dua bulan ini merupakan puncak musim liburan.
“Penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang dramatis, dan menempatkan jutaan pekerjaan dan bisnis dalam risiko,” kata Sekjen UNWTO Zurab Pololikashvili dalam keterangannya pada Oktober lalu.
Berkaca pada hal tersebut, Zurab pun menekankan bahwa pembukaan kembali perjalanan wisata internasional harus mempertimbangkan waktu yang tepat, aman, dan didukung kerja sama yang baik antar negara.
Panel Ahli UNWTO memperkirakan rebound dalam pariwisata internasional pada tahun 2021, yaitu sekitar kuartal ketiga. Bahkan, sebagian kecil ahli memprediksi pemulihan baru terjadi di 2022.
Beberapa kendala yang bisa menghambat pemulihan adalah pembatasan perjalanan (travel restriction), progres penanganan virus yang lambat, dan kepercayaan konsumen yang rendah. Selain itu, kurangnya koordinasi antar negara untuk memastikan protokol yang selaras, serta kondisi ekonomi yang memburuk, juga diidentifikasi oleh para ahli sebagai hambatan penting untuk pemulihan.
( )
Terkait kepercayaan konsumen, Wamenparekraf menegaskan bahwa pariwisata merupakan bisnis kepercayaan dan bisnis pengalaman. Menurut dia, tantangan di tengah pandemi ini adalah bagaimana konsumen bisa percaya bahwa destinasi, usaha dan pekerja pariwisata bisa menyediakan produk dan servis yang aman.
"Tidak hanya itu, kita perlu memberikan pengalaman yang nyata dan positif terhadap konsumen tersebut. Jadi, kalau aman memang kita harus betul-betul pastikan aman sehingga konsumen tersebut akhirnya bisa memberikan testimoni kepada konsumen lainnya bahwa pariwisata Indonesia aman," papar Angela.
Dengan begitu, lanjut dia, dalam rangka pemulihan pariwisata Indonesia di tahap awal dan untuk mendapatkan kepercayaan konsumen kembali, penerapan protokol kesehatan yang baik merupakan kunci utama.
Dalam hal ini, Kemenparekraf dengan mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382 tahun 2020, telah mengeluarkan panduan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE (Clean, Health, Safety, Environmental sustainability) di berbagai bidang usaha pariwisata dan ekonomi kreatif.
Untuk memastikan implementasi CHSE dilaksanakan oleh para pelaku usaha, kata Angela, Kemenparekraf juga telah meluncurkan sertifikasi CHSE gratis secara nasional yang akan terus dilanjutkan tahun depan.
"Terhadap usaha-usaha yang telah lulus verifikasi, maka usaha tersebut akan menerima sertifikasi dan dapat memasang logo CHSE InDonesia Care di lokasi usaha mereka dengan QR Code khusus sehingga tidak dapat diduplikasi," jelas wanita kelahiran 1987.
(ind)