Ekspor Benur Dilanjutkan atau Disetop?

Senin, 30 November 2020 - 09:29 WIB
loading...
Ekspor Benur Dilanjutkan...
Ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur masih menjadi polemik. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur masih menjadi polemik. Saat ini kebijakan ekspor benur untuk sementara waktu dievaluasi alias dihentikan hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Kendati demikian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tidak menutup kemungkinan kebijakan yang tengah dihentikan sementara itu akan dilanjutkan. (Baca: Sempurnakan Wudhu Agar Ibadah Diterima Allah Ta'ala)

Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara (Jubir) Menko Maritim dan Investasi Jodi Mahardi dalam keterangan tertulisnya, kemarin. “Kebijakan mengenai lobster ini masih dievaluasi. Kemarin pesan Pak Menko (Luhut) kalau memang bagus (program ekspor benih lobster) tetap saja jalan, jangan takut kalau memang benar,” ujar Jodi.

Jodi mengatakan, bagi Menko Luhut, hal yang terpenting adalah semua tahapan dan prosedur diikuti. Contohnya syarat adanya budidaya bagi pelaku ekspor. Selain itu, Luhut juga menginginkan tidak ada korupsi atau kolusi dalam eksekusi program kerja pemerintah.

Namun kelanjutan ekspor benih lobster akan menunggu hasil evaluasi pemerintah. “Kita harus bedakan antara kebijakan itu salah dengan eksekusi yang salah atau diselewengkan,” ucap Jodi.

Sebelumnya kebijakan ekspor benih lobster dihentikan sementara. Hal tersebut berdasarkan Surat Edaran Plt. Dirjen Perikanan Tangkap Nomor B.22891/DJPT/Pl.130/XI/2020 tangggal 26 November 2020. Surat edaran tersebut mengatur tentang Penghentian Sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) kepada para Kepala Dinas KP provinsi/kabupaten/kota, Ketua Kelompok Usaha Bersama Penangkap BBL (Benih Bening Lobster), dan para eksportir BBL. (Baca juga: Seleksi Guru PPPK, Guru Wajib Terdata di Dapodik)

Diketahui, kebijakan ekspor benur ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No. 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebijakan tersebut diterbitkan eks Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permen KP No. 12 Tahun 2020 tersebut diduga melegitimasi adanya praktik monopoli dalam proses ekspor benih lobster hingga berujung praktik suap atau korupsi.

Mantan MKP periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti merupakan salah satu tokoh publik yang konsisten mengkritisi regulasi tersebut sejak awal diterbitkan. Meski begitu, dalih Susi bukan soal monopoli atau korupsi, namun pada keberlanjutan (sustainability) benih lobster dalam negeri.

Secara ekonomis, dia menilai, benih lobster sebagai sumber daya yang dimiliki Indonesia akan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dibudidayakan. Tidak saja memberikan keuntungan bagi masyarakat, tapi juga bagi negara. (Baca juga: Manfaat Kesehatan dan Nutrisi Susu Kambing)

Lobster yang dibudidayakan akan memiliki harga yang jauh lebih tinggi daripada benih lobster itu sendiri. Susi menyebut, lobster berukuran 400 gram hingga 500 gram bisa dihargai Rp600.000 hingga Rp800.000. Sementara benih lobster hanya dihargai Rp30.000-Rp60.000 dari nelayan.

Dalam sebuah video pendek yang diunggah melalui akun instagram @susipudjiasuti115 pada Sabtu (28/11/2020), dia mengutarakan, pada saat aktivitas ekspor benih lobster dilegalkan, benih lobster mengalami penurunan nilai karena dihargai pada kisaran Rp6.000-Rp15.000. Hal ini memberikan kerugian bagi nelayan.

“Kenapa kita harus ambil bibitnya (lobster), udah begitu pakai kuota ekspor lagi, kemudian, dulu saya larang, harganya itu Rp30.000, Rp40.000, bahkan sampai Rp60.000 bibit lobsternya dari nelayan. Sekarang setelah dilegalkan dan diatur dengan kuota nelayan cuma dapat Rp7.000, Rp15.000. Itu lah pola pikir dan dasar saya menjadi Menteri, saya punya amanah, saya lakukan meninggalkan legacy untuk melindungi para nelayan,” ujar Susi. (Lihat videonya: Langgar Prokes, Kafe Ditutup)

Susi menyebut, manakala sejumlah negara menerapkan kebijakan larangan ekspor benur , Indonesia justru menerapkan kebijakan terbalik. Indonesia melegalkan ekspor hewan plasma nutfah tersebut ke luar negeri. (Suparjo Ramalan/Sudarsono)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1761 seconds (0.1#10.140)