Ini 4 Tantangan Pasarkan Mobil Listrik di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Nissan Motor Indonesia menemukan sejumlah tantangan dalam memasarkan kendaraan listrik di Indonesia. Seperti diketahui, pabrikan otomotif asal Jepang ini pada September 2020 lalu meluncurkan Nissan Kicks e-Power ke konsumen Indonesia dengan banderol Rp 449 juta.
Deputy Director External and Goverment Affairs Nissan Motor Indonesia Coki Panjaitan, menjelaskan, mobil listrik adalah solusi dalam mengurangi polusi udara dan suara di kota-kota besar. Terlebih survei dari Frost & Sullivan yang dilakukan tahun lalu, menyebutkan pada 2050 mendatang sebanyak 2 dari 3 penduduk di Indonesia akan memadati kota besar karena urbanisasi.
"Hal ini akan menyebabkan banyak kerugian. Dari sisi kehilangan waktu, penduduk Indonesia akan merasakan kerugian terbesar setelah Bangkok karena kepadatan lalu lintas. Kemudian polusi udara bisa menyebabkan banyak penyakit. Oleh karena itu visi dan fitur dari mobil listrik Nissan adalah menciptakan zero fatality dan meningkatkan kenyamanan konsumen dalam berkendara," kata Coki, Senin (7/12/2020).
(Baca Juga: Bentuk Sub Holding Baterai Kendaraan Listrik, Erick Thohir Gabung 4 BUMN Energi )
Ketika memutuskan untuk memasarkan mobil listrik ke Indonesia, Coki menyebut perusahaannya telah melakukan survei yang menemukan tiga fakta. Pertama, 41% pengguna kendaraan di Indonesia menyatakan, akan membeli mobil listrik sebagai kendaraan barunya.
Kedua, masyarakat Indonesia sudah menyadari pentingnya dampak positif bagi lingkungan dengan menggunakan mobil listrik. Ketiga, masyarakat sudah mengetahui begitu banyak keuntungan yang akan didapatnya dengan menggunakan kendaraan listrik. Apalagi Nissan sudah berpengalaman dalam mengembangkan dan memasarkan mobil listrik sejak 2010 lalu.
"Mobil listrik kami sudah dipasarkan di 59 negara di dunia dengan 500 ribu unit terjual. Seluruh mobil tersebut sudah menjelajah sejauh 16 miliar kilometer dan mengurangi emisi CO2 sebanyak 2,5 miliar. Bagian dari strategi kami masuk ke Indonesia adalah terus melakukan edukasi dan meningkatkan awareness mobil listrik ini dengan berkolaborasi bersama regulator," jelasnya.
Namun, Coki mengakui masih ada beberapa kendala yang dihadapi pelaku industri otomotif dalam memasarkan kendaraan listrik di dalam negeri. Pertama, harga mobil listrik yang tinggi masih menjadi kendala bagi konsumen di Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa cepat membuat keputusan insentif yang akan diberikan bagi pembeli dan pengguna mobil listrik.
"Pemerintah Pusat maupun Daerah harus bersama-sama memberikan insentif ini. Mulai dari diskon PPnBM dan PPN di level pemerintah pusat, maupun diskon non fiskal seperti yang sudah diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Bali yang akan memberikan diskon pajak kendaraan dan BPKB," kata Coki.
(Baca Juga: Kendaraan Listrik Nasional Bersiap Menuju Pasar Global )
Kedua, Coki menyebut masih banyak calon konsumen yang menanyakan keandalan dan keamanan baterai mobil listrik dalam kondisi banjir atau jika melalui jalanan yang bisa mengguncang cukup parah.
"Ketiga, dari sisi jarak tempuh mobil listrik itu sendiri masih banyak yang mempertanyakan. Padahal survei kami menunjukkan, sekitar 70% masyarakat pengguna kendaraan itu mengendarai mobilnya sekitar 50 km per hari. Sementara teknologi baterai mobil listrik rata-rata bisa menempuh sampai 320 km dalam sekali isi. Jadi dalam 5-6 hari baru perlu di charge lagi," jelasnya.
Keempat, Kementerian Perindustrian mewajibkan industri otomotif yang ingin memasarkan mobil listriknya di Indonesia untuk memiliki kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sampai 2023 sebesar 35%. Setelah itu, TKDN mobil listrik akan naik menjadi 40%.
"Terkait syarat tingkat TKDN tertentu itu, kami justru melihatnya dengan semakin banyak kendaraan listrik di jalan, maka bisa memberikan banyak opsi ke masyarakat karena akan ada banyak pilihan harga yang dipilih. Kalau bisa hal tersebut jadi perhatian pemerintah juga," tandasnya.
Deputy Director External and Goverment Affairs Nissan Motor Indonesia Coki Panjaitan, menjelaskan, mobil listrik adalah solusi dalam mengurangi polusi udara dan suara di kota-kota besar. Terlebih survei dari Frost & Sullivan yang dilakukan tahun lalu, menyebutkan pada 2050 mendatang sebanyak 2 dari 3 penduduk di Indonesia akan memadati kota besar karena urbanisasi.
"Hal ini akan menyebabkan banyak kerugian. Dari sisi kehilangan waktu, penduduk Indonesia akan merasakan kerugian terbesar setelah Bangkok karena kepadatan lalu lintas. Kemudian polusi udara bisa menyebabkan banyak penyakit. Oleh karena itu visi dan fitur dari mobil listrik Nissan adalah menciptakan zero fatality dan meningkatkan kenyamanan konsumen dalam berkendara," kata Coki, Senin (7/12/2020).
(Baca Juga: Bentuk Sub Holding Baterai Kendaraan Listrik, Erick Thohir Gabung 4 BUMN Energi )
Ketika memutuskan untuk memasarkan mobil listrik ke Indonesia, Coki menyebut perusahaannya telah melakukan survei yang menemukan tiga fakta. Pertama, 41% pengguna kendaraan di Indonesia menyatakan, akan membeli mobil listrik sebagai kendaraan barunya.
Kedua, masyarakat Indonesia sudah menyadari pentingnya dampak positif bagi lingkungan dengan menggunakan mobil listrik. Ketiga, masyarakat sudah mengetahui begitu banyak keuntungan yang akan didapatnya dengan menggunakan kendaraan listrik. Apalagi Nissan sudah berpengalaman dalam mengembangkan dan memasarkan mobil listrik sejak 2010 lalu.
"Mobil listrik kami sudah dipasarkan di 59 negara di dunia dengan 500 ribu unit terjual. Seluruh mobil tersebut sudah menjelajah sejauh 16 miliar kilometer dan mengurangi emisi CO2 sebanyak 2,5 miliar. Bagian dari strategi kami masuk ke Indonesia adalah terus melakukan edukasi dan meningkatkan awareness mobil listrik ini dengan berkolaborasi bersama regulator," jelasnya.
Namun, Coki mengakui masih ada beberapa kendala yang dihadapi pelaku industri otomotif dalam memasarkan kendaraan listrik di dalam negeri. Pertama, harga mobil listrik yang tinggi masih menjadi kendala bagi konsumen di Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa cepat membuat keputusan insentif yang akan diberikan bagi pembeli dan pengguna mobil listrik.
"Pemerintah Pusat maupun Daerah harus bersama-sama memberikan insentif ini. Mulai dari diskon PPnBM dan PPN di level pemerintah pusat, maupun diskon non fiskal seperti yang sudah diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Bali yang akan memberikan diskon pajak kendaraan dan BPKB," kata Coki.
(Baca Juga: Kendaraan Listrik Nasional Bersiap Menuju Pasar Global )
Kedua, Coki menyebut masih banyak calon konsumen yang menanyakan keandalan dan keamanan baterai mobil listrik dalam kondisi banjir atau jika melalui jalanan yang bisa mengguncang cukup parah.
"Ketiga, dari sisi jarak tempuh mobil listrik itu sendiri masih banyak yang mempertanyakan. Padahal survei kami menunjukkan, sekitar 70% masyarakat pengguna kendaraan itu mengendarai mobilnya sekitar 50 km per hari. Sementara teknologi baterai mobil listrik rata-rata bisa menempuh sampai 320 km dalam sekali isi. Jadi dalam 5-6 hari baru perlu di charge lagi," jelasnya.
Keempat, Kementerian Perindustrian mewajibkan industri otomotif yang ingin memasarkan mobil listriknya di Indonesia untuk memiliki kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sampai 2023 sebesar 35%. Setelah itu, TKDN mobil listrik akan naik menjadi 40%.
"Terkait syarat tingkat TKDN tertentu itu, kami justru melihatnya dengan semakin banyak kendaraan listrik di jalan, maka bisa memberikan banyak opsi ke masyarakat karena akan ada banyak pilihan harga yang dipilih. Kalau bisa hal tersebut jadi perhatian pemerintah juga," tandasnya.
(akr)