Terungkap! Sabun hingga Mie Instan Buatan RI Paling Diburu di Afrika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Afrika merupakan pasar potensial bagi produk-produk Indonesia. Bahkan, Afrika menjadi tujuan strategis bisnis (outward investment) Indonesia karena potensi pasarnya yang sangat besar. Saat ini negara-negara Afrika telah menyepakati Perjanjian Perdagangan Bebas Benua Afrika atau The African Continental Free Trade Agreement (AfCFTA) .
Duta Besar Indonesia untuk Ethiopia, Djibouti dan Uni Afrika Al Busyra Basnur menyebut, blok perjanjian perdagangan bebas tersebut sebagai sebuah kesepakatan besar setelah World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia. Perjanjian perdagangan tersebut mulai berlaku efektif pada awal 2021.
Di mana, blok perdagangan bebas itu dinilai akan membawa Afrika semakin maju dan berkembang secara ekonomi. dengan begitu, keberadaan AfCFTA dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis Indonesia. "Ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia terutama oleh pengusaha untuk memasuki pasar Afrika. Tidak hanya untuk berdagang tapi juga untuk berinvestasi," ujar Busyra Basnur di acara temu vrtual membahas Potensi Kerja Sama Ekonomi RI-Afrika, Jumat (11/12/2020).
Peluang Indonesia untuk bermain di pasar Afrika dinilai sangat memungkinkan. Hal itu dilakukan dengan memperluas produk-produk lokal dalam negeri dan memasifkan berinvestasi di benua hitam tersebut. Saat ini, sejumlah produk dalam negeri yang yang paling diburu di Afrika antara lain sabun kemudian menyusul mie instan, obat-obatan, kendaraan motor, kertas, garmen, minyak goreng, elektronik, dan produk lainnya.
Mengenai investasi Indonesia, tercatat ada 30 perusahaan yang berinvestasi di Afrika,15 diantaranya di Nigeria. Sementara dua terbesar ada di Ethiopia, di mana, ada 5 perusahaan yang berinvestasi, sementara sisanya tersebar di berbagai negara seperti Kenya, Gabon, Mozambik Aljazair, dan negara lainnya.
Bahkan, pada 2019 nilai perdagangan Indonesia dengan Afrika mencapai 4,36 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Surplus untuk Indonesia sebesar 658,6 juta dolar AS. "Perusahaan yang berinvestasi di Indonesia diperkirakan akan semakin meningkat dikarenakan pasar dan prospek ekonomi semakin baik. Perwakilan Indonesia di Afrika semakin bekerja keras untuk melakukan diplomasi ekonomi setelah diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi," katanya.
Sebab lain Indonesia berpeluang besar masuk di pasar Afrika karena hubungan kedua negara itu sendiri. Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik dengan negara-negara di benua Afrika. Misalnya, penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pertama kali pada April 1955.
Dalam konferensi tersebut, ada enam negara Afrika termasuk Ethiopia, hadir dalam konferensi tersebut. Padahal pada waktu itu, Indonesia dan Ethiopia belum memiliki hubungan diplomatik. Hubungan diplomatik kedua negara baru dimulai setelah konferensi Asia Afrika pada tahun 1961.
Tak sampai di situ, pada 2018 Indonesia menyelenggarakan dan juga menjadi tuan rumah Indonesia Africa Forum. Pemerintah juga menggelar Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) pada Agustus 2019 lalu. Indonesia Africa forum menghasilkan kesepakatan bisnis sebesar 586,56 juta dolar AS.
Sementara IAID menghasilkan kesepakatan bisnis sebesar 822 juta dolar AS. Kedua pertemuan penting tersebut, tentu mengeksplorasi kerja sama di bidang ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara Afrika.
"Kerja sama ekonomi Indonesia dan Afrika belum merefleksikan potensi yang sesungguhnya dari kedua negara tersebut. Masih sangat banyak dan besar peluang dan potensi yang belum di gali. Karena itu, kerja sama antara kedua negara diharapkan potensi kerja sama Indonesia Afrika terus dikembangkan untuk kemajuan kedua negara," ujar dia.
Berdasarkan data African Development Bank, secara umum pertumbuhan ekonomi di benua hitam tercatat positif dan bergerak maju. Pada 2019, secara rata-rata, ekonomi Afrika tumbuh 3,4 persen, namun pada 2020 mengalami penurunan karena pandemi Covid-19.
Di tahun lalu, negara-negara Afrika masuk dalam 10 negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia. Di mana, ekonomi Rwanda tumbuh mencapai 8,7 persen, Ethiopia 7,4 persen, Pantai Gading tumbuh 7,4 persen, Gana tumbuh 7,1 persen, serta negara lain yang ekonomi tumbuh di kisaran 7 persen.
Dia mengatakan, banyak orang sering menilai seluruh kawasan negara-negara di Afrika hampir sama, baik kondisi politik, kemajuan ekonomi, serta perkembangan sosial dan budaya. Padahal tidak lah selalu demikian. Kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya negara-negara di kawasan Timur Afrika berbeda dengan Afrika bagian Tengah dan Afrika bagian Barat, demikian juga halnya Afrika bagian Selatan dan Utara. Ada kesamaan dan perbedaan.
Duta Besar Indonesia untuk Ethiopia, Djibouti dan Uni Afrika Al Busyra Basnur menyebut, blok perjanjian perdagangan bebas tersebut sebagai sebuah kesepakatan besar setelah World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia. Perjanjian perdagangan tersebut mulai berlaku efektif pada awal 2021.
Di mana, blok perdagangan bebas itu dinilai akan membawa Afrika semakin maju dan berkembang secara ekonomi. dengan begitu, keberadaan AfCFTA dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis Indonesia. "Ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia terutama oleh pengusaha untuk memasuki pasar Afrika. Tidak hanya untuk berdagang tapi juga untuk berinvestasi," ujar Busyra Basnur di acara temu vrtual membahas Potensi Kerja Sama Ekonomi RI-Afrika, Jumat (11/12/2020).
Peluang Indonesia untuk bermain di pasar Afrika dinilai sangat memungkinkan. Hal itu dilakukan dengan memperluas produk-produk lokal dalam negeri dan memasifkan berinvestasi di benua hitam tersebut. Saat ini, sejumlah produk dalam negeri yang yang paling diburu di Afrika antara lain sabun kemudian menyusul mie instan, obat-obatan, kendaraan motor, kertas, garmen, minyak goreng, elektronik, dan produk lainnya.
Mengenai investasi Indonesia, tercatat ada 30 perusahaan yang berinvestasi di Afrika,15 diantaranya di Nigeria. Sementara dua terbesar ada di Ethiopia, di mana, ada 5 perusahaan yang berinvestasi, sementara sisanya tersebar di berbagai negara seperti Kenya, Gabon, Mozambik Aljazair, dan negara lainnya.
Bahkan, pada 2019 nilai perdagangan Indonesia dengan Afrika mencapai 4,36 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Surplus untuk Indonesia sebesar 658,6 juta dolar AS. "Perusahaan yang berinvestasi di Indonesia diperkirakan akan semakin meningkat dikarenakan pasar dan prospek ekonomi semakin baik. Perwakilan Indonesia di Afrika semakin bekerja keras untuk melakukan diplomasi ekonomi setelah diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi," katanya.
Sebab lain Indonesia berpeluang besar masuk di pasar Afrika karena hubungan kedua negara itu sendiri. Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik dengan negara-negara di benua Afrika. Misalnya, penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pertama kali pada April 1955.
Dalam konferensi tersebut, ada enam negara Afrika termasuk Ethiopia, hadir dalam konferensi tersebut. Padahal pada waktu itu, Indonesia dan Ethiopia belum memiliki hubungan diplomatik. Hubungan diplomatik kedua negara baru dimulai setelah konferensi Asia Afrika pada tahun 1961.
Tak sampai di situ, pada 2018 Indonesia menyelenggarakan dan juga menjadi tuan rumah Indonesia Africa Forum. Pemerintah juga menggelar Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) pada Agustus 2019 lalu. Indonesia Africa forum menghasilkan kesepakatan bisnis sebesar 586,56 juta dolar AS.
Sementara IAID menghasilkan kesepakatan bisnis sebesar 822 juta dolar AS. Kedua pertemuan penting tersebut, tentu mengeksplorasi kerja sama di bidang ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara Afrika.
"Kerja sama ekonomi Indonesia dan Afrika belum merefleksikan potensi yang sesungguhnya dari kedua negara tersebut. Masih sangat banyak dan besar peluang dan potensi yang belum di gali. Karena itu, kerja sama antara kedua negara diharapkan potensi kerja sama Indonesia Afrika terus dikembangkan untuk kemajuan kedua negara," ujar dia.
Berdasarkan data African Development Bank, secara umum pertumbuhan ekonomi di benua hitam tercatat positif dan bergerak maju. Pada 2019, secara rata-rata, ekonomi Afrika tumbuh 3,4 persen, namun pada 2020 mengalami penurunan karena pandemi Covid-19.
Di tahun lalu, negara-negara Afrika masuk dalam 10 negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia. Di mana, ekonomi Rwanda tumbuh mencapai 8,7 persen, Ethiopia 7,4 persen, Pantai Gading tumbuh 7,4 persen, Gana tumbuh 7,1 persen, serta negara lain yang ekonomi tumbuh di kisaran 7 persen.
Dia mengatakan, banyak orang sering menilai seluruh kawasan negara-negara di Afrika hampir sama, baik kondisi politik, kemajuan ekonomi, serta perkembangan sosial dan budaya. Padahal tidak lah selalu demikian. Kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya negara-negara di kawasan Timur Afrika berbeda dengan Afrika bagian Tengah dan Afrika bagian Barat, demikian juga halnya Afrika bagian Selatan dan Utara. Ada kesamaan dan perbedaan.
(nng)