DPR Tak Peka, Buruh Siapkan Demo Besar-Besaran Akhir April
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) mendesak DPR untuk segera menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law khususnya kluster Cipta Kerja di tengah darurat wabah virus corona (Covid-19). MPBI mengultimatum akan menggelar demonstrasi besar-besaran jika pembahasan tetap berlanjut di tengah suasana prihatin wabah ini.
MPBI merupakan gabungan tiga konfederasi buruh terbesar dengan jutaan anggota yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menegaskan kepada DPR, jika tuntutan ini diabaikan, ribuan buruh akan melakukan aksi demonstrasi di DPR pada 30 April 2020 mendatang. Ia menyebut aksi serupa juga akan digelar serentak di seluruh provinsi di Tanah Air.
"Kami sudah membuat surat resmi kepada presiden dan ketua DPR untuk menggelar aksi besar-besaran secara nasional. Ratusan ribu massa buruh akan turun berdemonstrasi. Sasarannya ke gedung DPR dan Kemenko Perekonomian," tegasnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Andi Gani mengaku tengah melakukan komunikasi intensif dengan kepolisian terkait perizinan aksi. Karena, adanya larangan mengumpulkan banyak orang disaat wabah corona turut menjadi pertimbangan.
"Sebagai wadah gerakan, MPBI harus segera menyatakan sikap dan mengambil langkah tegas untuk memilih jalan aksi. Masih ada ruang waktu untuk berdialog 7 hari sebelum tanggal 30 tidak ada respons," katanya.
Namun, lanjut Andi Gani, buruh juga sudah menyiapkan diri jika aksi ini jadi digelar. Misalnya penyemprotan disinfektan sebelum dan setelah aksi, membawa handsanitizer dan aturan jaga jarak.
Andi Gani menilai, DPR sejauh ini tak punya hati nurani dan empati terhadap jutaan buruh yang hingga hari ini tetap bekerja di pabrik meski ada imbauan pembatasan interaksi sosial dan fisik. Selain itu, para buruh juga terancam PHK di tengah pandemi corona. "Menjadi sangat aneh jika memaksakan kebijakan di saat situasi negara dalam keadaan darurat wabah corona. Ini kepentingan siapa sebenarnya?," ujarnya.
Dia meminta agar DPR lebih fokus membantu pemerintah dalam penanganan corona. Bukan malah ngebut secara membabi buta ingin segera menuntaskan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. "Fokuslah pada penanganan pandemi corona dan potensi buruh yang kehilangan pekerjaan," tegasnya.
Andi Gani juga meragukan penyajian data dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait buruh yang di PHK maupun dirumahkan akibat dampak corona. Berdasarkan data resmi buruh, jumlahnya pekerja formal berkisar antara 250-300 ribu yang sudah di-PHK resmi
"Yang dirumahkan, itu artinya tidak masuk lagi di pabrik tapi masih menerima upah berjumlah 1,3 juta. Itu data yang dimiliki serikat pekerja. Berbeda jauh dengan data yang dimiliki pemerintah," ungkapnya.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menilai, pemerintah dan DPR tidak peka dengan kesulitan rakyat. Apalagi ada banyak buruh yang kehilangan pekerjaannya karena krisis ekonomi akibat pandemi corona.
Elly meminta pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja distop. Karena, selama ini buruh telah menunda aksinya untuk menghormati kebijakan menjaga jarak untuk memutus mata rantai corona. "Buruh takut dengan corona. Tetapi buruh lebih takut dengan masa depannya yang tidak memiliki kepastian jika Omnibus Law disahkan," tegasnya.
Ditempat terpisah, Presiden KSPI Said Iqbal juga menegaskan, MPBI siap melakukan aksi pada tanggal 30 April nanti. Menurutnya, ada dua hal yang lebih penting didiskusikan di DPR ketimbang membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Pertama, DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus corona. Salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah physical distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya.
Kedua, DPR sebaiknya fokus memberikan masukan terhadap Pemerintah dengan melakukan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap ancaman PHK terhadap puluhan hingga ratusan buruh.
MPBI merupakan gabungan tiga konfederasi buruh terbesar dengan jutaan anggota yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menegaskan kepada DPR, jika tuntutan ini diabaikan, ribuan buruh akan melakukan aksi demonstrasi di DPR pada 30 April 2020 mendatang. Ia menyebut aksi serupa juga akan digelar serentak di seluruh provinsi di Tanah Air.
"Kami sudah membuat surat resmi kepada presiden dan ketua DPR untuk menggelar aksi besar-besaran secara nasional. Ratusan ribu massa buruh akan turun berdemonstrasi. Sasarannya ke gedung DPR dan Kemenko Perekonomian," tegasnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Andi Gani mengaku tengah melakukan komunikasi intensif dengan kepolisian terkait perizinan aksi. Karena, adanya larangan mengumpulkan banyak orang disaat wabah corona turut menjadi pertimbangan.
"Sebagai wadah gerakan, MPBI harus segera menyatakan sikap dan mengambil langkah tegas untuk memilih jalan aksi. Masih ada ruang waktu untuk berdialog 7 hari sebelum tanggal 30 tidak ada respons," katanya.
Namun, lanjut Andi Gani, buruh juga sudah menyiapkan diri jika aksi ini jadi digelar. Misalnya penyemprotan disinfektan sebelum dan setelah aksi, membawa handsanitizer dan aturan jaga jarak.
Andi Gani menilai, DPR sejauh ini tak punya hati nurani dan empati terhadap jutaan buruh yang hingga hari ini tetap bekerja di pabrik meski ada imbauan pembatasan interaksi sosial dan fisik. Selain itu, para buruh juga terancam PHK di tengah pandemi corona. "Menjadi sangat aneh jika memaksakan kebijakan di saat situasi negara dalam keadaan darurat wabah corona. Ini kepentingan siapa sebenarnya?," ujarnya.
Dia meminta agar DPR lebih fokus membantu pemerintah dalam penanganan corona. Bukan malah ngebut secara membabi buta ingin segera menuntaskan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. "Fokuslah pada penanganan pandemi corona dan potensi buruh yang kehilangan pekerjaan," tegasnya.
Andi Gani juga meragukan penyajian data dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait buruh yang di PHK maupun dirumahkan akibat dampak corona. Berdasarkan data resmi buruh, jumlahnya pekerja formal berkisar antara 250-300 ribu yang sudah di-PHK resmi
"Yang dirumahkan, itu artinya tidak masuk lagi di pabrik tapi masih menerima upah berjumlah 1,3 juta. Itu data yang dimiliki serikat pekerja. Berbeda jauh dengan data yang dimiliki pemerintah," ungkapnya.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menilai, pemerintah dan DPR tidak peka dengan kesulitan rakyat. Apalagi ada banyak buruh yang kehilangan pekerjaannya karena krisis ekonomi akibat pandemi corona.
Elly meminta pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja distop. Karena, selama ini buruh telah menunda aksinya untuk menghormati kebijakan menjaga jarak untuk memutus mata rantai corona. "Buruh takut dengan corona. Tetapi buruh lebih takut dengan masa depannya yang tidak memiliki kepastian jika Omnibus Law disahkan," tegasnya.
Ditempat terpisah, Presiden KSPI Said Iqbal juga menegaskan, MPBI siap melakukan aksi pada tanggal 30 April nanti. Menurutnya, ada dua hal yang lebih penting didiskusikan di DPR ketimbang membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Pertama, DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus corona. Salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah physical distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya.
Kedua, DPR sebaiknya fokus memberikan masukan terhadap Pemerintah dengan melakukan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap ancaman PHK terhadap puluhan hingga ratusan buruh.
(fai)