89 Masukan dari Berbagai Klaster Industri Diserap Tim UU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja terus menyerap berbagai masukan dari masyarakat dalam upaya menyusun peraturan turunan UU Cipta Kerja. Hingga Jumat (18/12), Tim Serap Aspirasi tercatat sudah menerima 89 aspirasi dari berbagai klaster dan sektor industri . Selain itu, forum-forum diskusi yang digelar Tim Serap Aspirasi bekerja sama dengan berbagai lembaga sudah melibatkan 62 komunitas.
"Kami akan merumuskannya dan memilah karena dan beberapa substansi tidak masuk dalam wilayah UU Cipta Kerja," kata Ketua Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Franky Sibarani dalam keterangan tertulisnya seusai berdiskusi dengan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Jakarta.
(Baca Juga: UU Cipta Kerja Jadi Magnet Amazon dan Tesla Masuk Sektor Ekonomi Digital )
Dia menambahkan, aspirasi yang disampaikan kepada tim sangat dibutuhkan sebagai masukan dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja. menurutnya, aspirasi dan masukan dari media sangat dibutuhkan tidak hanya saat penyusunan peraturan pelaksanaan, namun juga ke depannya saat implementasi kebijakannya.
"Adapun aspirasi yang tidak masuk kerangka regulasi UU Cipta Kerja, nantinya akan difasilitasi dalam pertemuan dengan otoritas yang paling terkait. Pokoknya kami akomodasi semuanya," kata Franky.
Franky menegaskan, pihaknya akan terus mengintensifkan penyerapan aspirasi dan masukan yang disampaikan masyarakat sebagai bahan rekomendasi peraturan turunan UU Cipta Kerja. Bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya bisa dilakukan melalui berbagai kanal mulai dari online form yang dapat diakses di bit.ly/tsakirimaspirasi, melalui email, atau surat.
Sekadar diketahui, UU Cipta Kerja telah disahkan pada 5 Oktober 2020 oleh DPR dan diundangkan pada 2 November 2020. Peraturan turunan yang tengah disusun mencakup 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Sementara itu, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengatakan, peta bisnis media dewasa ini berubah drastis seiring perkembangan teknologi internet. Di masa lalu media bisa mengendalikan kegiatan dan bisnisnya dari hulu ke hilir, dari produksi konten sampai distribusinya.
Adapun saat ini, kata dia, distribusi konten yang diproduksi media juga dilakukan platform-platform online yang kebanyakan dikuasai pemain global yang memiliki kekuatan kapital lebih kuat. Alhasil media-media di tanah air yang memproduksi konten mendapat kompetitor baru dari pemain global besar.
Masalahnya, ujar dia, persaingan menjadi tidak seimbang karena ada perbedaan kebijakan yang mengikat media-media dan platform digital. Dari sisi perpajakan saja misalnya, perusahaan media dikenai pajak sementara platform-platform digital global belum dikenakan pajak penghasilan.
"Kami akan merumuskannya dan memilah karena dan beberapa substansi tidak masuk dalam wilayah UU Cipta Kerja," kata Ketua Tim Serap Aspirasi UU Cipta Kerja Franky Sibarani dalam keterangan tertulisnya seusai berdiskusi dengan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Jakarta.
(Baca Juga: UU Cipta Kerja Jadi Magnet Amazon dan Tesla Masuk Sektor Ekonomi Digital )
Dia menambahkan, aspirasi yang disampaikan kepada tim sangat dibutuhkan sebagai masukan dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja. menurutnya, aspirasi dan masukan dari media sangat dibutuhkan tidak hanya saat penyusunan peraturan pelaksanaan, namun juga ke depannya saat implementasi kebijakannya.
"Adapun aspirasi yang tidak masuk kerangka regulasi UU Cipta Kerja, nantinya akan difasilitasi dalam pertemuan dengan otoritas yang paling terkait. Pokoknya kami akomodasi semuanya," kata Franky.
Franky menegaskan, pihaknya akan terus mengintensifkan penyerapan aspirasi dan masukan yang disampaikan masyarakat sebagai bahan rekomendasi peraturan turunan UU Cipta Kerja. Bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya bisa dilakukan melalui berbagai kanal mulai dari online form yang dapat diakses di bit.ly/tsakirimaspirasi, melalui email, atau surat.
Sekadar diketahui, UU Cipta Kerja telah disahkan pada 5 Oktober 2020 oleh DPR dan diundangkan pada 2 November 2020. Peraturan turunan yang tengah disusun mencakup 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Sementara itu, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengatakan, peta bisnis media dewasa ini berubah drastis seiring perkembangan teknologi internet. Di masa lalu media bisa mengendalikan kegiatan dan bisnisnya dari hulu ke hilir, dari produksi konten sampai distribusinya.
Adapun saat ini, kata dia, distribusi konten yang diproduksi media juga dilakukan platform-platform online yang kebanyakan dikuasai pemain global yang memiliki kekuatan kapital lebih kuat. Alhasil media-media di tanah air yang memproduksi konten mendapat kompetitor baru dari pemain global besar.
Masalahnya, ujar dia, persaingan menjadi tidak seimbang karena ada perbedaan kebijakan yang mengikat media-media dan platform digital. Dari sisi perpajakan saja misalnya, perusahaan media dikenai pajak sementara platform-platform digital global belum dikenakan pajak penghasilan.