Kemenkeu Sebut Kenaikan Iuran BPJS Tidak Tekan Konsumsi Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona. Kenaikan itu mulai berlaku pada 1 Juli 2020. Kenaikan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini dikhawatirkan banyak masyarakat akan membebani mereka dan menekan konsumsi rumah tangga ditengah kemerosotan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Tetapi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tak akan signifikan menekan konsumsi masyarakat. Pasalnya, pemerintah tetap memberikan subsidi tarif pada peserta kelas III.
Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II kemungkinan tidak begitu signifikan (ke konsumsi rumah tangga).
"Sedangkan untuk kelas III yang jumlahnya paling besar masih tetap diberikan subsidi tarifnya oleh pemerintah di tahun ini," terang Askolani di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Dia melanjutkan selama masa pandemi Covid-19, pemerintah juga sudah banyak memberikan bantuan sosial (bansos) kepada hampir 60% masyarakat. Hal ini diharapkan akan meningkatkan konsumsi dan memacu pertumbuhan ekonomi.
"Dengan langkah-langkah penanganan kesehatan dan social safety net, serta dukungan pada dunia usaha dan UMKM, dapat memacu ekonomi kembali meningkat di kuartal III dan IV," jelasnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Keputusan tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, yang sekaligus merevisi Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran ini ditujukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta Mandiri (Pasal 34):
- Kelas I, dengan tarif lama sebesar Rp 80.000 akan tetap selama bulan April, Mei, dan Juni. Per Juli 2020, tarif naik menjadi Rp150.000. Sementara untuk bulan Februari dan Maret 2020, iuran memakai tarif baru yang dibatalkan, yaitu Rp160.000.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini dikhawatirkan banyak masyarakat akan membebani mereka dan menekan konsumsi rumah tangga ditengah kemerosotan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Tetapi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tak akan signifikan menekan konsumsi masyarakat. Pasalnya, pemerintah tetap memberikan subsidi tarif pada peserta kelas III.
Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II kemungkinan tidak begitu signifikan (ke konsumsi rumah tangga).
"Sedangkan untuk kelas III yang jumlahnya paling besar masih tetap diberikan subsidi tarifnya oleh pemerintah di tahun ini," terang Askolani di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Dia melanjutkan selama masa pandemi Covid-19, pemerintah juga sudah banyak memberikan bantuan sosial (bansos) kepada hampir 60% masyarakat. Hal ini diharapkan akan meningkatkan konsumsi dan memacu pertumbuhan ekonomi.
"Dengan langkah-langkah penanganan kesehatan dan social safety net, serta dukungan pada dunia usaha dan UMKM, dapat memacu ekonomi kembali meningkat di kuartal III dan IV," jelasnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Keputusan tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, yang sekaligus merevisi Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran ini ditujukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta Mandiri (Pasal 34):
- Kelas I, dengan tarif lama sebesar Rp 80.000 akan tetap selama bulan April, Mei, dan Juni. Per Juli 2020, tarif naik menjadi Rp150.000. Sementara untuk bulan Februari dan Maret 2020, iuran memakai tarif baru yang dibatalkan, yaitu Rp160.000.