Wow! Harga Rokok di Indonesia Lebih Mahal dari Malaysia dan Filipina
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan tarif cukai rokok naik sebesar 12,5% mulai awal Februari 2021. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Haryanto mengatakan, harga rokok Indonesia sudah lebih mahal dari Malaysia dan Filipina.
"Kalau kita kita lihat harga rokok kita dengan cukai kita naikan sudah lebih mahal dari Malaysia dan Filipina," ujar Nirwala dalam diskusi 'Kenaikan Cukai Hasil Tembakau: Solusi atau Simalakama?' secara virtual, Rabu (23/12/2020).
(Baca Juga: Biarin Aja Harga Rokok Naik, Agar Jangan Lari dari Kenyataan di Saat Krisis )
Lanjutnya, ada empat pilar kebijakan cukai tersebut di antaranya pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal. Pada pilar pertama kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) ditujukan untuk pengendalian konsumsi.
Fungsi cukai sebagai pengendali konsumsi sudah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. "Apalagi saat ini menurut Nirwala prevalensi perokok anak berusia 10-18 tahun mencapai 9,1%," katanya.
Lalu, pilar kedua yaitu soal optimalisasi penerimaan negara. Menurut Nirwala dari tahun ke tahun, target penerimaan cukai terutama CHT selalu meningkat. “Itu salah satu pilar yang juga diperhitungkan dalam menerapkan CHT,” ujarnya.
(Baca Juga: Geger Harga Rokok Mau Naik Lagi, Begini Reaksi Lucu Ibu-ibu )
Pilar ketiga yaitu keberlangsungan tenaga kerja yang termasuk industri suplai chain dari industri CHT mulai dari hasil hulu, pekerja, pertanian tembakau hingga dan pekerja yang terlibat langsung di industri tembakau.
Serta, pilar terakhir yaitu berkaitan dengan peredaran rokok ilegal. Hal ini yang menjadi kekhawatiran pemerintah sebab setiap kali ada kenaikan cukai rokok, maka akan menimbulkan potensi meningkatnya peredaran rokok ilegal.
“Kalau harga naik sementara kebutuhan jalan terus, otomatis perokok itu tidak lagi perhitungkan itu rokok legal atau tidak yang penting bisa merokok,” tandasnya.
"Kalau kita kita lihat harga rokok kita dengan cukai kita naikan sudah lebih mahal dari Malaysia dan Filipina," ujar Nirwala dalam diskusi 'Kenaikan Cukai Hasil Tembakau: Solusi atau Simalakama?' secara virtual, Rabu (23/12/2020).
(Baca Juga: Biarin Aja Harga Rokok Naik, Agar Jangan Lari dari Kenyataan di Saat Krisis )
Lanjutnya, ada empat pilar kebijakan cukai tersebut di antaranya pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal. Pada pilar pertama kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) ditujukan untuk pengendalian konsumsi.
Fungsi cukai sebagai pengendali konsumsi sudah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. "Apalagi saat ini menurut Nirwala prevalensi perokok anak berusia 10-18 tahun mencapai 9,1%," katanya.
Lalu, pilar kedua yaitu soal optimalisasi penerimaan negara. Menurut Nirwala dari tahun ke tahun, target penerimaan cukai terutama CHT selalu meningkat. “Itu salah satu pilar yang juga diperhitungkan dalam menerapkan CHT,” ujarnya.
(Baca Juga: Geger Harga Rokok Mau Naik Lagi, Begini Reaksi Lucu Ibu-ibu )
Pilar ketiga yaitu keberlangsungan tenaga kerja yang termasuk industri suplai chain dari industri CHT mulai dari hasil hulu, pekerja, pertanian tembakau hingga dan pekerja yang terlibat langsung di industri tembakau.
Serta, pilar terakhir yaitu berkaitan dengan peredaran rokok ilegal. Hal ini yang menjadi kekhawatiran pemerintah sebab setiap kali ada kenaikan cukai rokok, maka akan menimbulkan potensi meningkatnya peredaran rokok ilegal.
“Kalau harga naik sementara kebutuhan jalan terus, otomatis perokok itu tidak lagi perhitungkan itu rokok legal atau tidak yang penting bisa merokok,” tandasnya.
(akr)