Cetak Uang Demi Atasi Krisis, Ini Untung-Ruginya Kata Ekonom

Kamis, 14 Mei 2020 - 15:28 WIB
loading...
A A A
Karena, kata dia, beberapa penelitian menunjukkan, hubungan negatif antara penambahan jumlah uang beredar terhadap inflasi. Inflasi yang terjadi di Indonesia juga lebih sering disumbangkan faktor misalnya kelangkaan bahan pangan dibandingkan kenaikan jumlah uang beredar. "Jangan dilupakan juga disaat pandemi seperti sekarang inflasi kecenderungannya rendah karena daya beli melemah," tambahnya.

(Baca Juga: Gubernur BI Tolak Cetak Uang Rp4.000 Triliun Demi Tangani Covid-19)

Indonesia memang pernah mengadopsi kebijakan ini sebelumnya di periode Orde Lama, dimana saat itu BI belum seindependen sekarang, dituntut untuk mendukung program prioritas politik pemerintah.

"Sayangnya saat itu kebutuhan pembiayaan pembangunan begitu besar dan BI terus melakukan kebijakan pencetakan uang. Karena kebijakan ini, ditambah alur distribusi barang yang tersendat dan kondisi politik yang tidak mendukung, akhirnya bermuara terhadap hiperinflasi (atau tingkat inflasi yang mencapai 100% atau lebih)," jelas Yusuf.

Namun, dia menambahkan, jika ditarik ke konteks saat ini kondisi Indonesia sudah jauh berbeda. Untuk beberapa pos insentif, kondisi saat ini memang berbeda dengan tahun 1998. "Waktu itu ada Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) namun lebih ke bantuan likuditas bank tertentu. Sedangkan sekarang cakupannya luas bisa untuk bansos, kartu pra-kerja, dan yang lainnya," tandasnya.

Amerika Serikat merupakan negara yang sering melakukan kebijakan pencetakan uang di saat krisis. Kebijakan AS sering dikenal dengan Quantitative Easing (QE). "Salah satu kebijakan QE AS yang paling terkenal yaitu ketika krisis keuangan 2008, untuk melakukan recovery ekonomi menambah jumlah uang beredar hingga USD4 triliun, meskipun demikian kebijakan QE ini tidak serta merta kemudian ekonomi AS menjadi pulih dalam waktu cepat. Saat itu dibutuhkan waktu dua tahun untuk kembali menormalkan pertumbuhan ekonomi AS," pungkas Yusuf.
(fai)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1151 seconds (0.1#10.140)