Impor Tinggi, Perajin Tempe-Tahu Minta Produksi Kedelai Lokal Digenjot

Kamis, 31 Desember 2020 - 18:07 WIB
loading...
Impor Tinggi, Perajin...
Gakoptindo meminta produksi kedelai dalam negeri digenjot demi mengurangi ketergantungan impor kedelai yang tinggi. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia ( Gakoptindo ) Aip Syarifuddin meminta produksi kedelai dalam negeri ditingkatkan, untuk mengurangi ketergantungan impor kedelai yang tinggi.

Pada tahun 2019, Indonesia mengimpor sekitar 2,7 juta ton dari total kebutuhan kedelai nasional yang sebesar 3 juta ton. Hanya sekitar 300.000 hingga 400.000 ton kedelai dalam negeri yang mampu diproduksi. Adapun impor kedelai berasal dari Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina.

(Baca Juga: Harga Kedelai Naik 50%, Perajin Tahu Tempe Ancam Mogok Produksi)

"Makanya impornya sangat tinggi agar supply dan demand kedelai saat ini tetap seimbang," ujarnya ketika dihubungi, Kamis (31/12/2020).

Menurut dia, sudah ada komitmen dari pemerintah terutama Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Dia berharap produksi kedelai lokal bisa meningkat sehingga menguntungkan jutaan petani Indonesia.

"Harga kedelai impor itu sekarang sekitar Rp9.000 per kilogram (kg). Jadi ini momentum untuk menanam kedelai lokal sehingga dengan kedelai lokal ditanam dan dibeli, petani lokal jadi lebih sejahtera," ungkapnya.

Menurut dia, kenaikan harga kedelai impor yang hampir 50% dalam beberapa bulan terakhir disebabkan meredanya perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). Saat ini ekonomi China sudah memasuki tahap pemulihan sehingga kembali memborong kedelai dari AS.

(Baca Juga: Mentan Syahrul Yasin Limpo Genjot Produksi Kedelai di Sulawesi Barat)

"China pembeli terbesar kedelai di dunia karena dia membeli dengan kualitas grade 1, grade 2, grade 3, grade 4. Jadi China pesan kedelai ke AS sekitar 90 juta ton lebih. Akibatnya stok kedelai jadi susah dan menipis. Jadi kenaikan harga kedelai ini bukan di Indonesia tetapi karena Indonesia mengikuti perdagangan internasional," jelasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1751 seconds (0.1#10.140)