Merger Unicorn Rawan Monopoli
loading...
A
A
A
JAKARTA- Merger atau penggabungan perusahaan berbasis aplikasi digital kategori unicorn dinilai rawan melakukan monopoli dalam kegiatan usaha. Untuk itu pemerintah perlu segera membuat aturan main yang adil, sehingga tidak merugikan merchant dan konsumen.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah khususnya KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) harus mencermati tren monopoli yang berujung pada kerugian merchant dan konsumen. Para pesaing akan berguguran dan pemain baru sulit masuk.
"Kemungkinan besar mereka jadi semena-mena menerapkan pungutan ke merchant atau konsumen. Dalam jangka pendek belum terlihat, tapi perilaku monopoli di industri apapun cenderung semena-mena," ujar Bhima di Jakarta, kemarin. (Baca juga:Terungkap! Persahabatan Bos Gojek & Tokopedia Jadi Alasan Merger)
Dia mengingatkan, khususnya dalam konteks bisnis digital ada risiko lebih besar bila para pemain yang monopoli modalnya dikuasai investor asing. "Ini akan lebih berbahaya karena bisa penetrasi produk impor. Ini sudah kejadian di marketplace. Jadi kepada KPPU tolong buat kajian yang serius untuk cegah praktik monopoli di bisnis digital," katanya.
Merger Gojek-Tokopedia
Di sisi lain, publik dikejutkan dengan rumor adanya rencana merger antara Gojek dengan Tokopedia. Gojek dan Tokopedia dikabarkan sedang dalam pembicaraan terkait kemungkinan melakukan merger. Jika benar, keputusan merger itu akan menggabungkan dua startup paling bernilai di Indonesia. Dua raksasa startup ini kabarnya telah menandatangani lembar persyaratan terperinci untuk melakukan uji tuntas bisnis masing-masing, demikian menurut laporan Bloomberg, kemarin.
Kedua belah pihak sedang melihat potensi sinergi dan ingin menutup kesepakatan secepat mungkin dalam beberapa bulan mendatang, kata sebuah sumber. Bergabungnya dua entitas ini diprediksi akan menciptakan valuasi gabungan keduanya menjadi USD18 miliar atau sekitar Rp250 triliun.
Bisnis keduanya akan sangat luas. Berkisar dari pemesanan kendaraan, pembayaran, hingga belanja dan pengiriman secara online. Gojek dan Tokopedia sendiri diisukan telah mempertimbangkan potensi merger sejak 2018. Tetapi diskusi dipercepat setelah pembicaraan kesepakatan antara Gojek dan Grab Holdings Inc menemui jalan buntu.
Dikonfirmasi mengenai isu merger Gojek-Tokopedia kedua manajemen enggan memberikan komentar. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap rumor dan spekulasi di pasar," jelas Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Senada dengan Gojek, pihak perwakilan Tokopedia juga mengatakan hal serupa. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap spekulasi dan rumor pasar," kata Perwakilan Tokopedia.
Kepala Bisnis Fintech Pasar Berkembang E&Y Varun Mittal menilai merger antara Gojek dan Tokopedia akan memperoleh manfaat yang besar di tengah pandemi virus korona. Lantaran permintaan pengiriman makanan dan pembayaran elektronik di tokoonlineyang tumbuh pesat di Indonesia.
"Ini akan mendorong pertumbuhan global serta perusahaan rintisan dengan pertumbuhan tinggi lain dari kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Pengamat ekonomi dari Indef Nailul Huda menilai untuk merger Gojek dan Tokopedia ada beberapa motif yang tidak lepas dari karakteristik utama perusahaan digital.Pertama, perusahaan digital mengedepankan efisiensi dalam operasional kegiatan bisnisnya. Kedua, perusahaan digital memperoleh pendanaan dengan cara yang relatif sama, misalkan pendanaan berseri. Ketiga, perusahaan digital cenderung memperbesar nilai valuasi perusahaan.
Dengan valuasi yang tinggi dan sistem operasional yang lebih efisien, pendanaan akan lebih mudah mengalir ke perusahaan digital tersebut. "Gojek dan Tokopedia akan bisa menghasilkan manfaat dari ketiga karakteristik tersebut," jelas Huda.
Selain itu, lanjut dia, Gojek juga berencana mendirikan Bank Digital, maka bisa membuat pangsa pasar Bank Digital Gojek semakin besar. Bagi Tokopedia, rencana untuk IPO akan lebih mulus dan besar kemungkinan berhasil.
Menurut Nailul, keberadaan investor yang sama di Gojek dan Tokopedia akan memperkuat merger ini. Adanya merger akan lebih menguatkan posisi investor di kedua perusahaan yang merger. Kalau dilihat dari persaingan usaha, merger ini akan mengarahkan persaingan kepada duopoli di e-commerce dan menguatkan duopoli di ride-hailing atau ojek online.
Dalam jangka pendek, Nailul bilang, merger ini akan menguntungkan konsumen karena perang promo dan diskon akan terjadi. "Namun dalam jangka panjang akan merugikan karena persaingan sudah mengerucut pada dua perusahaan Shopee dan Tokopedia di e-commerce, dan Gojek dengan Grab di ride hailing," paparnya.
Pengamat teknologi digital Heru Sutadi juga menilai merger antara Gojek dan Tokopedia ini akan menjadi Super Apps. Namun dalam ekonomi tradisional ini juga disebut konglomerasi.
"Tentu harus jadi perhatian jika ada penguasaan bisnis dari hulu hingga ke hilir yang berdampak misal pada harga ke konsumen dan persaingan usaha tidak sehat," beber Heru.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengakui bila Gojek dan Tokopedia jelas sama-sama memiliki bidang usaha yang multisided market. Beberapa diantaranya berada dalam pasar yang relevan sama bidang utamanya yaitu market place.
"Lalu soal apakah ada praktik monopoli? Kami harus melakukan penilaian terlebih dahulu apakah konsentrasi pasar di sektor marketplace akan berpotensi dimonopoli," ujar Kodrat saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, walaupun untuk saat ini pihaknya belum mempunyai data hasil merger namun secara umum dia masih melihat pemain utamanya seperti Blibli, Shopee, Lazada, dan lainnya cukup kompetitif. "Mereka masih cukup punya posisi yang bersaing satu sama lainnya," lanjutnya.
Bahkan dia juga mengingatkan secara diplomatis bila tim di KPPU siap kapanpun memberikan konsultasi pra-merger bila dibutuhkan Gojek dan Tokopedia. "Tapi bila tidak ya kami tunggu notifikasi setelah merger terealisasi saja," jelasnya.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah khususnya KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) harus mencermati tren monopoli yang berujung pada kerugian merchant dan konsumen. Para pesaing akan berguguran dan pemain baru sulit masuk.
"Kemungkinan besar mereka jadi semena-mena menerapkan pungutan ke merchant atau konsumen. Dalam jangka pendek belum terlihat, tapi perilaku monopoli di industri apapun cenderung semena-mena," ujar Bhima di Jakarta, kemarin. (Baca juga:Terungkap! Persahabatan Bos Gojek & Tokopedia Jadi Alasan Merger)
Dia mengingatkan, khususnya dalam konteks bisnis digital ada risiko lebih besar bila para pemain yang monopoli modalnya dikuasai investor asing. "Ini akan lebih berbahaya karena bisa penetrasi produk impor. Ini sudah kejadian di marketplace. Jadi kepada KPPU tolong buat kajian yang serius untuk cegah praktik monopoli di bisnis digital," katanya.
Merger Gojek-Tokopedia
Di sisi lain, publik dikejutkan dengan rumor adanya rencana merger antara Gojek dengan Tokopedia. Gojek dan Tokopedia dikabarkan sedang dalam pembicaraan terkait kemungkinan melakukan merger. Jika benar, keputusan merger itu akan menggabungkan dua startup paling bernilai di Indonesia. Dua raksasa startup ini kabarnya telah menandatangani lembar persyaratan terperinci untuk melakukan uji tuntas bisnis masing-masing, demikian menurut laporan Bloomberg, kemarin.
Kedua belah pihak sedang melihat potensi sinergi dan ingin menutup kesepakatan secepat mungkin dalam beberapa bulan mendatang, kata sebuah sumber. Bergabungnya dua entitas ini diprediksi akan menciptakan valuasi gabungan keduanya menjadi USD18 miliar atau sekitar Rp250 triliun.
Bisnis keduanya akan sangat luas. Berkisar dari pemesanan kendaraan, pembayaran, hingga belanja dan pengiriman secara online. Gojek dan Tokopedia sendiri diisukan telah mempertimbangkan potensi merger sejak 2018. Tetapi diskusi dipercepat setelah pembicaraan kesepakatan antara Gojek dan Grab Holdings Inc menemui jalan buntu.
Dikonfirmasi mengenai isu merger Gojek-Tokopedia kedua manajemen enggan memberikan komentar. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap rumor dan spekulasi di pasar," jelas Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Senada dengan Gojek, pihak perwakilan Tokopedia juga mengatakan hal serupa. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap spekulasi dan rumor pasar," kata Perwakilan Tokopedia.
Kepala Bisnis Fintech Pasar Berkembang E&Y Varun Mittal menilai merger antara Gojek dan Tokopedia akan memperoleh manfaat yang besar di tengah pandemi virus korona. Lantaran permintaan pengiriman makanan dan pembayaran elektronik di tokoonlineyang tumbuh pesat di Indonesia.
"Ini akan mendorong pertumbuhan global serta perusahaan rintisan dengan pertumbuhan tinggi lain dari kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Pengamat ekonomi dari Indef Nailul Huda menilai untuk merger Gojek dan Tokopedia ada beberapa motif yang tidak lepas dari karakteristik utama perusahaan digital.Pertama, perusahaan digital mengedepankan efisiensi dalam operasional kegiatan bisnisnya. Kedua, perusahaan digital memperoleh pendanaan dengan cara yang relatif sama, misalkan pendanaan berseri. Ketiga, perusahaan digital cenderung memperbesar nilai valuasi perusahaan.
Dengan valuasi yang tinggi dan sistem operasional yang lebih efisien, pendanaan akan lebih mudah mengalir ke perusahaan digital tersebut. "Gojek dan Tokopedia akan bisa menghasilkan manfaat dari ketiga karakteristik tersebut," jelas Huda.
Selain itu, lanjut dia, Gojek juga berencana mendirikan Bank Digital, maka bisa membuat pangsa pasar Bank Digital Gojek semakin besar. Bagi Tokopedia, rencana untuk IPO akan lebih mulus dan besar kemungkinan berhasil.
Menurut Nailul, keberadaan investor yang sama di Gojek dan Tokopedia akan memperkuat merger ini. Adanya merger akan lebih menguatkan posisi investor di kedua perusahaan yang merger. Kalau dilihat dari persaingan usaha, merger ini akan mengarahkan persaingan kepada duopoli di e-commerce dan menguatkan duopoli di ride-hailing atau ojek online.
Dalam jangka pendek, Nailul bilang, merger ini akan menguntungkan konsumen karena perang promo dan diskon akan terjadi. "Namun dalam jangka panjang akan merugikan karena persaingan sudah mengerucut pada dua perusahaan Shopee dan Tokopedia di e-commerce, dan Gojek dengan Grab di ride hailing," paparnya.
Pengamat teknologi digital Heru Sutadi juga menilai merger antara Gojek dan Tokopedia ini akan menjadi Super Apps. Namun dalam ekonomi tradisional ini juga disebut konglomerasi.
"Tentu harus jadi perhatian jika ada penguasaan bisnis dari hulu hingga ke hilir yang berdampak misal pada harga ke konsumen dan persaingan usaha tidak sehat," beber Heru.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengakui bila Gojek dan Tokopedia jelas sama-sama memiliki bidang usaha yang multisided market. Beberapa diantaranya berada dalam pasar yang relevan sama bidang utamanya yaitu market place.
"Lalu soal apakah ada praktik monopoli? Kami harus melakukan penilaian terlebih dahulu apakah konsentrasi pasar di sektor marketplace akan berpotensi dimonopoli," ujar Kodrat saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, walaupun untuk saat ini pihaknya belum mempunyai data hasil merger namun secara umum dia masih melihat pemain utamanya seperti Blibli, Shopee, Lazada, dan lainnya cukup kompetitif. "Mereka masih cukup punya posisi yang bersaing satu sama lainnya," lanjutnya.
Bahkan dia juga mengingatkan secara diplomatis bila tim di KPPU siap kapanpun memberikan konsultasi pra-merger bila dibutuhkan Gojek dan Tokopedia. "Tapi bila tidak ya kami tunggu notifikasi setelah merger terealisasi saja," jelasnya.
(bai)