Ada Utang Jatuh Tempo di Balik Kenaikan Iuran BPJS, Buruh Siapkan Gugatan

Jum'at, 15 Mei 2020 - 08:10 WIB
loading...
A A A
Anggota Komite III Evi Zainal Abidin menambahkan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan juga kemampuan masyarakat. Pihaknya sangat memahami kondisi keuangan negara yang saat ini mengalami defisit karena penanganan Covid-19. Namun, tidak seharusnya negara yang berkewajiban memberi jaminan kesehatan kepada rakyatnya, justru ngeyel menaikkan iuran BPJS pada saat kondisi rakyat sedang terpuruk.

Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PAN Yandri Susanto menyesalkan kebijakan Presiden yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan saat masyarakat tengah tertekan karena pandemi Covid-19. Karena itu, dia mendesak pemerintah untuk membatalkan kebijakan itu karena akan semakin meruntuhkan antibodi masyarakat di tengah berbagai terpaan persoalan akibat pandemi yang berkepanjangan. “Ini sungguh mengagetkan kita semua dan kita minta pemerintah membatalkan keputusan itu. Karena hari ini rakyat sedang kesusahan luar biasa,” kata Yandri.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Irwan mengungkapkan, kenaikan iuran BPJS berpotensi menghilangkan hak rakyat atas jaminan kesehatan karena tidak mampu membayar di tengah kondisi pandemi Covid-19. “Keputusan Presiden Jokowi itu telah mengabaikan hak konstitusional rakyat, di mana saat rakyat tengah terjepit akibat menurunnya pendapatan, kemudian dibebankan dengan naiknya iuran BPJS,” kata Irwan.

Utang Jatuh Tempo Rp4,4 Triliun

Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat BPJS Kesehatan memiliki utang jatuh tempo mencapai Rp4,443 triliun per 13 Mei 2020. Jumlah tersebut merupakan nilai yang harus dibayarkan kepada rumah sakit dari total klaim yang mencapai Rp6,212 triliun.

Lalu utang klaim yang belum jatuh tempo mencapai Rp1,031 triliun. Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Pengeluaran Negara Kunta Dasa mengatakan, tercatat sampai dengan 13 Mei 2020 masih mempunyai utang klaim yang jatuh tempo kepada rumah sakit sekitar Rp4,4 triliun.

Dari jumlah itu, BPJS Kesehatan tercatat sudah menyelesaikan pembayaran dengan total Rp192,539 triliun. Namun, angka ini adalah akumulasi sejak 2018. Dia merinci klaim BPJS, di antaranya untuk outstanding klaim mencapai Rp6,21 triliun, merupakan klaim yang masih dalam proses verifikasi.

Klaim yang belum jatuh tempo sebesar Rp1,03 triliun, sudah jatuh tempo Rp4,44 triliun, dan klaim yang sudah dibayar sejak 2018 totalnya Rp192,5 triliun. "Dampak putusan MA dengan dibatalkannya Pasal 24, kondisi keuangan DJS kesehatan tahun 2020 diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp6,9 triliun, termasuk menampung carry over defisit tahun 2019 sekitar Rp15,5 triliun," papar Kunta.

Menurut dia, besarnya angka tunggakan itu disebabkan oleh putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran dalam Pasal 34 Perpres No 75/2019. Dengan demikian, BPJS Kesehatan perlu segera memperbaiki situasi ini dan mengatasi defisitnya. (Baca juga: Voucher Makan hingga Diskon Pesawat Cara Menkeu Pulihkan Ekonomi)

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, iuran JKN-KIS peserta PBPU dan BP/Mandiri untuk Januari, Februari, dan Maret 2020, mengikuti Perpres No 75/2019, yaitu Rp160.000 untuk kelas I, Rp110.000 untuk kelas II, Rp42.000 untuk kelas III.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1812 seconds (0.1#10.140)