Mengejar Realisasi Energi Baru dan Terbarukan

Kamis, 04 Februari 2021 - 06:18 WIB
loading...
A A A
Perlu Political Will
Pengamat energi Mamit Setiawan mengungkapkan, kontribusi EBT di Indonesia memang masih jauh dari target yang ditetapkan dalam RUEN. Kendati demikian, dia sudah melihat adanya beberapa kemajuan dalam pengembangan EBT. Dia pun berpendapat, sudah saatnya kebijakan pemerintah terkait EBT semakin digencarkan.

“Saya kira sudah saatnya bahwa pemerintah harus berfikir lebih maju lagi terkait pengembangan EBT ini. Karena beberapa tahun terakhir ini EBT masih dianggap seperti ‘anak tiri’. Di mana kita lihat banyak kebijakan strategis yang belum terlalu diatur oleh pemerintah selama ini,” kata Mamit yang juga Direktur Eksekutif Energy Watch ini.

Seiring berjalan waktu, Mamit melihat pemerintah sudah mulai sadar untuk mengurangi gas emisi kaca. Dilihat mulai adanya kesepakatan Presiden dan kebijakan yang disiapkan untuk mengembangkan kemajuan EBT.

“Seperti misalnya saya melihat dalam rangka peningkatan EBT, pemerintah sekarang sudah mengeluarkan beberapa peraturan baik itu keputusan menteri ESDM maupun sedang merancang aturan presiden terkait dengan tarif EBT yang sedang disiapkan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, salah satu bentuk keseriusan pemerintah adalah dengan mendorong Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan. Yaitu dengan mengadakan program untuk mengganti pembangkit yang menggunakan solar dengan pembangkit yang lebih ramah lingkungan seperti PLTS dan PLTU.

“Selain itu terkait dengan UU EBT, pemerintah juga cukup serius mempersiapkan karena memang sudah ada peningkatan skala prioritas terhadap EBT,” tegasnya.

Namun, Mamit pesimistis target 23% bauran EBT pada 2025 bisa tercapai. Pasalnya, program 35.000 MW yang sekarang berjalan sudah direvisi dalam RUPLT menjadi 30.000 MW di mana 90% adalah menggunakan batubara.

“Jadi untuk mengejar 23%dengan kondisi saat ini berat sekali, bahkan nggak mungkin. Kecuali ada langkah revolusioner, ada kebijakan progresif yang tiba-tiba bisa menaikkan EBT saat ini. Misal dengan pembangunan PLTS yang masif, atau PLTU yang sekarang udah lama operasi itu diganti dengan pembangkit memakai EBT, memakai biomas atau sumber energi lain,” tambahnya.

Masih minimnya bauran EBT di Indonesia juga tak lepas dari belum adanya payung hukum terkait energi terbarukan. Diketahui, DPR saat ini masih terus menggodok RUU EBT yang ditargetkan rampung di Oktober 2021.

“Yang menjadi kunci dalam mengembangkan EBT di Tanah Air adalah political will. Kalau bicara sumber daya, Indonesia tidak kalah. Kita memiliki sumber panas bumi nomor dua di dunia. Tinggal political will seperti apa yang diputuskan,” tegasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1078 seconds (0.1#10.140)