Perbankan Ditabrak Pandemi, Saham Himbara Masih Layak Dikoleksi

Kamis, 04 Februari 2021 - 18:31 WIB
loading...
Perbankan Ditabrak Pandemi, Saham Himbara Masih Layak Dikoleksi
Sejak wabah Covid-19 masuk ke Nusantara pada Maret 2020, industri perbankan sulit untuk menggenjot kinerjanya. Alhasil, di tahun lalu, kinerja sejumlah bank mencetak rapor merah. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Belum berakhirnya wabah pandemi Covid-19 membuat sejumlah industri di sektor jasa keuangan di Tanah Air terpuruk. Tak terkecuali industri perbankan. Sejak wabah Covid-19 masuk ke Nusantara pada Maret 2020, industri perbankan sulit untuk menggenjot kinerjanya. Alhasil, di tahun lalu, kinerja sejumlah bank mencetak rapor merah.

Kondisi itu tercermin dalam laporan keuangan tahunan yang dirilis sejumlah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) . Di antaranya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri).

Pada tahun 2020, laba bersih ketiga bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tersebut, merosot dibandingkan tahun sebelumnya. Anjloknya laba bersih ketiga bank BUMN itu dipicu membengkaknya biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi.

Kepala Riset Samuel Sekuritas, Suria Dharma mengatakan, melonjaknya biaya provisi disebabkan adanya upaya dari bank untuk mengantisipasi munculnya kredit macet karena tekanan pandemi. "Bank-bank BUMN membentuk provisi untuk mengantisipasi kredit macet. Ini yang membuat laba bersih mereka turun di 2020," ujar Suria.



Perbankan, lanjut Suria, memang tidak salah untuk meningkatkan CKPN. Sebab risiko kredit di sepanjang tahun lalu memang cukup tinggi. Banyak debitur bank, terutama para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kesulitan membayar cicilan kredit lantaran bisnisnya terkena imbas pandemi Covid-19.

Meskipun, program restrukturisasi kredit telah digulirkan oleh bank. OJK mencatat, sejak diluncurkan pada 16 Maret 2020 hingga akhir Desember 2020, program restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai nilai Rp971 triliun.

Program restrukturisasi ini diberikan kepada 7,6 juta debitur atau sekitar 18% dari total kredit perbankan. Sejalan dengan besarnya nilai kredit yang direstrukturisasi, kata Suria, maka laba bersih bank-bank BUMN pun ikut tergerus.

Contohnya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang di tahun lalu laba bersihnya jatuh cukup dalam menjadi Rp3,28 triliun, turun 78,7% dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp15,38 triliun. Begitu pula dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).

Pada tahun lalu, laba bersih bank wong cilik ini terkikis hampir separuhnya, yakni 45,8% menjadi Rp 18,66 triliun dibandingkan 2019 sebesar Rp 34,41 triliun. Penurunan laba bersih juga dialami PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri).

Baca juga: Gaet Milenial, BSI Bakal Terapkan Konsep Bank Digital
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4132 seconds (0.1#10.140)