Sebelum Berderma, Ini Tips agar Penerima Barang Tidak Kecewa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lebaran tinggal sepekan lagi. Hari-hari ini orang yang dianugerahi kelebihan rezeki sibuk menyiapkan dan membagikan paket berisi kue dan sembako ke kelompok kurang beruntung di lingkungannya.
Ini tentu layak diapresiasi, sebagai tanda bahwa kepedulian sosial di negara kita masih tinggi. Pantas jika Indonesia dinobatkan sebagai negeri paling dermawan sedunia menurut suvei CAF (Charities Aid Foundation) Giving Index 2018.
Namun kaum dermawan hendaknya berhati-hati dalam berbelanja material yang akan dibagikan. Apa lagi saat ini orang sedang senang-senangnya berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui platform dijital. Maklum, selain lebih praktis, cepat, juga mudah dan efisien.
Tanpa kehati-hatian, maksud hati membantu orang yang sedang kesusahan malah bisa menambah derita mereka. Data dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menunjukkan di situs-situs belanja daring masih ditemukan adanya penjualan barang/produk makanan dan minuman yang diduga telah kedaluarsa.
Biasanya itu dilakukan dengan modus melakukan pengemasan ulang atau mengganti tanggal kedaluarsa secara ilegal.
Sebelum berbelanja secara daring, ada baiknya Anda menyimak tips yang disampaikan oleh Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, melalui SINDOnews, Jumat (15/5) pekan lalu:
Pertama, pengguna marketplace hendaknya membeli sesuai dengan kebutuhan, jangan berdasarkan kemauan. Kalau tidak butuh, ya, tahan dulu untuk membeli. Ini akar dari masalah. “Jika sudah karena kemauan, ada penawaran harga miring langsung diambil, apalagi kalau bisa kredit. Padahal miring di sini mengandung resiko. Resiko paling mungkin adalah barangnya palsu atau asli tapi cacat, atau asli tapi bekas,” tuturnya.
Kedua. jika ada penawaran barang yang jauh lebih murah dari harga umum, lakukanlah pengecekan terhadap spesifikasi barang. “Karena bagaimanapun pengusaha tak mungkin jual rugi,” katanya.
Ketiga, apabila ada barang yang kemasannya tidak familiar, tidak pernah kita lihat, harus cek pembanding ke produsen yang memproduksi makanan tersebut. “Apa benar ada kemasan dan ukuran seperti itu. Jika tidak, kemungkinan itu barang palsu atau cacat reproduksi, bisa juga kedaluarsa,” tuturnya.
Keempat, untuk belanja produk elektronik ini, sebaiknya pembayaran dilakukan secara COD (cash on delivery). Bayar barang saat diantarkan ke alamat konsumen, sehingga bisa dicek dulu wujudnya dan kualitasnya.
Terakhir, untuk pemilik platform, konsumen harus diberi kebebasan memilih cara pembayaran. Karena sekarang ada platform yang tidak menerima lagi pembayaran melalui transfer, misalnya. Tapi harus membuka payment gateway rekanan mereka. Misalnya Dana, Ovo.
Cara ini, kata David, merugikan konsumen. “Karena kalau ada pembatalan, uang tidak dikembalikan ke rekening konsumen, tapi dikembalikan ke rekening milik marketplace. Kok konsumen diikat supaya membeli di marketplace itu,” tutur advokat spesialis perlindungan konsumen.
Sesungguhnya, seiring dengan Hari Konsumen Nasional yang jatuh pada tanggal 20 April silam, KKI telah melaporkan ketidakberesan ini ke Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga pada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
KKI telah melakukan investigasi terhadap laporan masyarakat sejak tanggal 5 September 2019 sampai dengan tanggal 1 April 2020 melalui 4 situs online ternama di Indonesia, yakni Tokopedia, Bukalapak, Facebook dan Shopee.
David memaparkan, hasil investigasinya mengungkap penjualan barang/produk di situs-situs online yang diduga palsu atau telah kadaluarsa yang dikemas ulang secara ilegal. Ini melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf a, c, g, i dan ayat 2, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tidak hanya melanggar ketentuan dalam Perlindungan Konsumen, melakukan pengemasan ulang produk yang tidak mendapatkan izin juga melanggar peraturan-peraturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, serta melanggar peraturan Badan Pengawasan Obat dan (BPOM) nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Investigasi dilakukan dengan cara membeli lebih dari 100 barang/produk yang dikemas ulang dari situs online. Mayoritas adalah makanan ringan yang dikonsumsi oleh anak-anak dan menemukan barang/produk tersebut di “palsukan” dengan cara pengemasan ulang (repack). “Hal ini berdampak buruk bagi kesehatan konsumen,” sahutnya.
Modus yang digunakan antara lain adalah mengeluarkan produk dari kemasan asli dan memasukan kembali barang/produk tersebut menggunakan plastik bening dan ditandai dengan potongan kemasan bekas produk tersebut.
Modus lainnya mengganti tanggal kadaluarsa pada kemasan aslinya. “Beberapa barang yang dijual bahkan tidak mencantumkan kembali merek sebenarnya dari produk tersebut, namun hanya dicantumkan pada situs online-nya,” ujarnya.
Penjualan produk yang dikemas ulang secara ilegal tersebut juga tidak memenuhi standar higienis dan tidak memenuhi ketentuan label pangan olahan yang disyaratkan, karena tidak mencantumkan berat bersih produk, tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu, tidak mencantumkan komposisi, tidak mencantumkan tanggal pembuatan dan tidak mencantumkan alamat pelaku usaha.
Baik produk yang dikemas ulang dan produk yang sudah kadaluarsa kemudian diganti tanggalnya, yang dijual ke masyarakat dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, terutama anak-anak. "Pihak-pihak yang melakukan pelanggaran tersebut harus ditindak tegas oleh pihak yang berwenang," tegasnya.
KKI juga telah menyurati dan mengkonfirmasi produsen barang/produk yang di kemas ulang dan para produsen menyatakan tidak pernah mengemas ulang serta sudah memproduksi dengan standar yang ditentukan.
Dalam laporan tersebut, KKI telah meminta kepada Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga pada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia untuk menindaklanjuti temuan atas penjualan barang/produk palsu dan barang/produk illegal repack yang dipasarkan melalui situs online dan menghentikannya dari peredaran serta menindak tegas ‘master mind’ dan para oknum yang melakukan pengemasan ulang dan/atau mengganti tanggal kadaluwarsa produk tersebut.
“Kami menghimbau konsumen untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk makanan dan minuman melalui e-commerce atau platform agar terhindar dari bahaya konsumsi pangan yang tidak memenuhi standar serta menghimbau agar konsumen membeli barang/produk sesuai kemasan yang asli yang dibuat oleh produsen,” ujarnya.
Para pelaku bisnis daring sendiri sudah dipanggil oleh Dirjen perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Dalam kesempatan itu, Asosiasi E-Commerce indonesia (idEA) yang mewakili mereka diimbau untuk mematuhi praktik bisnis sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Ini tentu layak diapresiasi, sebagai tanda bahwa kepedulian sosial di negara kita masih tinggi. Pantas jika Indonesia dinobatkan sebagai negeri paling dermawan sedunia menurut suvei CAF (Charities Aid Foundation) Giving Index 2018.
Namun kaum dermawan hendaknya berhati-hati dalam berbelanja material yang akan dibagikan. Apa lagi saat ini orang sedang senang-senangnya berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui platform dijital. Maklum, selain lebih praktis, cepat, juga mudah dan efisien.
Tanpa kehati-hatian, maksud hati membantu orang yang sedang kesusahan malah bisa menambah derita mereka. Data dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menunjukkan di situs-situs belanja daring masih ditemukan adanya penjualan barang/produk makanan dan minuman yang diduga telah kedaluarsa.
Biasanya itu dilakukan dengan modus melakukan pengemasan ulang atau mengganti tanggal kedaluarsa secara ilegal.
Sebelum berbelanja secara daring, ada baiknya Anda menyimak tips yang disampaikan oleh Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, melalui SINDOnews, Jumat (15/5) pekan lalu:
Pertama, pengguna marketplace hendaknya membeli sesuai dengan kebutuhan, jangan berdasarkan kemauan. Kalau tidak butuh, ya, tahan dulu untuk membeli. Ini akar dari masalah. “Jika sudah karena kemauan, ada penawaran harga miring langsung diambil, apalagi kalau bisa kredit. Padahal miring di sini mengandung resiko. Resiko paling mungkin adalah barangnya palsu atau asli tapi cacat, atau asli tapi bekas,” tuturnya.
Kedua. jika ada penawaran barang yang jauh lebih murah dari harga umum, lakukanlah pengecekan terhadap spesifikasi barang. “Karena bagaimanapun pengusaha tak mungkin jual rugi,” katanya.
Ketiga, apabila ada barang yang kemasannya tidak familiar, tidak pernah kita lihat, harus cek pembanding ke produsen yang memproduksi makanan tersebut. “Apa benar ada kemasan dan ukuran seperti itu. Jika tidak, kemungkinan itu barang palsu atau cacat reproduksi, bisa juga kedaluarsa,” tuturnya.
Keempat, untuk belanja produk elektronik ini, sebaiknya pembayaran dilakukan secara COD (cash on delivery). Bayar barang saat diantarkan ke alamat konsumen, sehingga bisa dicek dulu wujudnya dan kualitasnya.
Terakhir, untuk pemilik platform, konsumen harus diberi kebebasan memilih cara pembayaran. Karena sekarang ada platform yang tidak menerima lagi pembayaran melalui transfer, misalnya. Tapi harus membuka payment gateway rekanan mereka. Misalnya Dana, Ovo.
Cara ini, kata David, merugikan konsumen. “Karena kalau ada pembatalan, uang tidak dikembalikan ke rekening konsumen, tapi dikembalikan ke rekening milik marketplace. Kok konsumen diikat supaya membeli di marketplace itu,” tutur advokat spesialis perlindungan konsumen.
Sesungguhnya, seiring dengan Hari Konsumen Nasional yang jatuh pada tanggal 20 April silam, KKI telah melaporkan ketidakberesan ini ke Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga pada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
KKI telah melakukan investigasi terhadap laporan masyarakat sejak tanggal 5 September 2019 sampai dengan tanggal 1 April 2020 melalui 4 situs online ternama di Indonesia, yakni Tokopedia, Bukalapak, Facebook dan Shopee.
David memaparkan, hasil investigasinya mengungkap penjualan barang/produk di situs-situs online yang diduga palsu atau telah kadaluarsa yang dikemas ulang secara ilegal. Ini melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf a, c, g, i dan ayat 2, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tidak hanya melanggar ketentuan dalam Perlindungan Konsumen, melakukan pengemasan ulang produk yang tidak mendapatkan izin juga melanggar peraturan-peraturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, serta melanggar peraturan Badan Pengawasan Obat dan (BPOM) nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Investigasi dilakukan dengan cara membeli lebih dari 100 barang/produk yang dikemas ulang dari situs online. Mayoritas adalah makanan ringan yang dikonsumsi oleh anak-anak dan menemukan barang/produk tersebut di “palsukan” dengan cara pengemasan ulang (repack). “Hal ini berdampak buruk bagi kesehatan konsumen,” sahutnya.
Modus yang digunakan antara lain adalah mengeluarkan produk dari kemasan asli dan memasukan kembali barang/produk tersebut menggunakan plastik bening dan ditandai dengan potongan kemasan bekas produk tersebut.
Modus lainnya mengganti tanggal kadaluarsa pada kemasan aslinya. “Beberapa barang yang dijual bahkan tidak mencantumkan kembali merek sebenarnya dari produk tersebut, namun hanya dicantumkan pada situs online-nya,” ujarnya.
Penjualan produk yang dikemas ulang secara ilegal tersebut juga tidak memenuhi standar higienis dan tidak memenuhi ketentuan label pangan olahan yang disyaratkan, karena tidak mencantumkan berat bersih produk, tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu, tidak mencantumkan komposisi, tidak mencantumkan tanggal pembuatan dan tidak mencantumkan alamat pelaku usaha.
Baik produk yang dikemas ulang dan produk yang sudah kadaluarsa kemudian diganti tanggalnya, yang dijual ke masyarakat dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, terutama anak-anak. "Pihak-pihak yang melakukan pelanggaran tersebut harus ditindak tegas oleh pihak yang berwenang," tegasnya.
KKI juga telah menyurati dan mengkonfirmasi produsen barang/produk yang di kemas ulang dan para produsen menyatakan tidak pernah mengemas ulang serta sudah memproduksi dengan standar yang ditentukan.
Dalam laporan tersebut, KKI telah meminta kepada Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga pada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia untuk menindaklanjuti temuan atas penjualan barang/produk palsu dan barang/produk illegal repack yang dipasarkan melalui situs online dan menghentikannya dari peredaran serta menindak tegas ‘master mind’ dan para oknum yang melakukan pengemasan ulang dan/atau mengganti tanggal kadaluwarsa produk tersebut.
“Kami menghimbau konsumen untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk makanan dan minuman melalui e-commerce atau platform agar terhindar dari bahaya konsumsi pangan yang tidak memenuhi standar serta menghimbau agar konsumen membeli barang/produk sesuai kemasan yang asli yang dibuat oleh produsen,” ujarnya.
Para pelaku bisnis daring sendiri sudah dipanggil oleh Dirjen perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Dalam kesempatan itu, Asosiasi E-Commerce indonesia (idEA) yang mewakili mereka diimbau untuk mematuhi praktik bisnis sesuai perundang-undangan yang berlaku.
(rza)