Mandatori B30 Sukses, Menko Airlangga Ajak Malaysia Menjaga Harga Sawit Stabil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, Indonesia berhasil dalam melaksanakan Mandatori B30 atau memasukkan 30 persen crude palm oil ke bahan bakar jenis solar menjadi biodisel . Program ini sudah dimulai Indonesia pada awal tahun 2020 lalu.
Hal ini disampaikan oleh Menko Airlangga pada Pertemuan Tingkat Menteri Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) 2021 yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, 26 Februari 2021.
Menko Airlangga mengatakan, bahwa melalui kebijakan Mandatori B30 , Indonesia berhasil menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia juga mengajak Pemerintah Malaysia agar tetap menjaga keseimbangan ini, agar harga sawit di pasar dunia tetap menguntungkan.
”Berkat harga yang relatif stabil, kebijakan ini juga turut membantu kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia,” ujar Menko Airlangga.
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menerangkan bahwa pemanfaatan lahan untuk sawit lebih efektif jika dibandingkan dengan tanaman minyak nabati lainnya. “Secara keseluruhan, minyak sawit memasok 31 persen kebutuhan minyak nabati dunia dengan total penggunaan lahan yang hanya 5 persen,” ucap Menko Airlangga.
Berdasarkan data tahun 2019 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa setiap produksi 1 ton minyak nabati, untuk bunga matahari diperlukan lahan seluas 1,43 hektare. Sementara untuk memproduksi volume yang sama dari tanaman kedelai dibutuhkan lahan 2 hektare. Sedangkan untuk kelapa sawit hanya dibutuhkan lahan seluas 0,26 hektare.
Oleh karena itu, Menteri Airlangga mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia mengajak Pemerintah Malaysia untuk bersinergi membangun kesamaan pandangan dan kebijakan, dalam menghadapi diskriminasi atau kampanye negatif mengenai kelapa sawit.
“Kedua negara harus bekerjasama secara optimal untuk meningkatkan penerimaan produk sawit di pasar dunia. Sehingga pengembangan produk hilir sawit menjadi pilihan dengan memperhatikan peningkatan nilai tambah produk,” ujar Menko Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi pembentukan Scientific Committee (Komite Sains) di bawah CPOPC. Adapun pembentuk Komite Sains ditujukan untuk menjawab kampanye negatif di berbagai negara terkait produk kelapa sawit melalui fakta atau narasi berbasis sains atau kajian ilmiah.
Sebagai informasi, dalam pertemuan tersebut turut hadir Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Mohd Khairuddin Aman Razali, Menteri Pertanian dan Pengembangan Desa Kolombia, Rodolfo Enrique Zea Navarro, Menteri Pangan dan Pertanian Ghana Owusu Afriyie Akoto, Menteri Pertanian Honduras Mauricio Guevara Pinto dan Menteri Pertanian Papua New Guinea John Simon.
Hal ini disampaikan oleh Menko Airlangga pada Pertemuan Tingkat Menteri Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) 2021 yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, 26 Februari 2021.
Menko Airlangga mengatakan, bahwa melalui kebijakan Mandatori B30 , Indonesia berhasil menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia juga mengajak Pemerintah Malaysia agar tetap menjaga keseimbangan ini, agar harga sawit di pasar dunia tetap menguntungkan.
”Berkat harga yang relatif stabil, kebijakan ini juga turut membantu kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia,” ujar Menko Airlangga.
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menerangkan bahwa pemanfaatan lahan untuk sawit lebih efektif jika dibandingkan dengan tanaman minyak nabati lainnya. “Secara keseluruhan, minyak sawit memasok 31 persen kebutuhan minyak nabati dunia dengan total penggunaan lahan yang hanya 5 persen,” ucap Menko Airlangga.
Berdasarkan data tahun 2019 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa setiap produksi 1 ton minyak nabati, untuk bunga matahari diperlukan lahan seluas 1,43 hektare. Sementara untuk memproduksi volume yang sama dari tanaman kedelai dibutuhkan lahan 2 hektare. Sedangkan untuk kelapa sawit hanya dibutuhkan lahan seluas 0,26 hektare.
Oleh karena itu, Menteri Airlangga mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia mengajak Pemerintah Malaysia untuk bersinergi membangun kesamaan pandangan dan kebijakan, dalam menghadapi diskriminasi atau kampanye negatif mengenai kelapa sawit.
“Kedua negara harus bekerjasama secara optimal untuk meningkatkan penerimaan produk sawit di pasar dunia. Sehingga pengembangan produk hilir sawit menjadi pilihan dengan memperhatikan peningkatan nilai tambah produk,” ujar Menko Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi pembentukan Scientific Committee (Komite Sains) di bawah CPOPC. Adapun pembentuk Komite Sains ditujukan untuk menjawab kampanye negatif di berbagai negara terkait produk kelapa sawit melalui fakta atau narasi berbasis sains atau kajian ilmiah.
Sebagai informasi, dalam pertemuan tersebut turut hadir Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Mohd Khairuddin Aman Razali, Menteri Pertanian dan Pengembangan Desa Kolombia, Rodolfo Enrique Zea Navarro, Menteri Pangan dan Pertanian Ghana Owusu Afriyie Akoto, Menteri Pertanian Honduras Mauricio Guevara Pinto dan Menteri Pertanian Papua New Guinea John Simon.
(akr)