Jadikan Pertanian Tulang Punggung Bangsa Sesungguhnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sektor pertanian terbukti menjadi tulang punggung bangsa ini. Di tengah kelesuan akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia, sektor tradisonal tersebut justru menunjukkan pertumbuhan yang positif. Peran pertanian tentu akan semakin besar, termasuk bisa menyejahterakan petani yang selama ini masih termarjinalkan, bila pemerintah serius memberikan dukungan.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sektor pertanian mengalami terus mengalami pertumbuhan. Dari sisi produk domestik bruto (PDB) , misalnya, pada 2020 ini, PDB sektor pertanian tumbuh 1,75% di saat PDB total nyungsep minus 2,07%.
Di balik fakta yang melegakan tersebut, ternyata perhatian pemerintah terbilang masih minim. Kondisi ini disampaikan anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin dan Mindo Sianipar. Keduanya mendorong pemerintah lebih serius mendukung pertanian melalui dukungan anggaran dan kebijakan yang pro-petani, hingga pertanian bisa benar-benar menjadi tulang punggung perekonomian negara agraris ini.
Dalam pandangan Akmal, misalnya, sejauh ini kebijakan anggaran pertanian sebelah mata karena eksekusi kebijakan tambahan anggaran sektor pertanian yang hanya sebesar Rp3 triliun, sedangkan suntikan modal PT Asuransi Jiwasraya yang sebesar Rp22 triliun. Dia menandaskan, bila pemimpin bangsa ini melihat sektir pertaniam sangat penting, maka sudah seharusnya politik anggaran dan kebijakan menunjukkan keberpihakannya.
"Namun, hal tersebut tidak berlaku fair pada kinerja di bidang pertanian. Sangat terlihat dalam berbagai kesempatan di berbagai forum kenegaraan yang minimnya perhatian pemerintah dibidang tersebut. Walaupun Kementan memang sangat baik menjaga pasokan logistik di masa pandemi ini,” ujar dia.
Selain masalah anggaran, Akmal menguraikan sejumlah persoalan yang selama ini membekap sektor pertanian. Misalnya dia menyebut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo masih menghadapi kendala manajemen internal yang masih berjalan sendiri-sendiri.
‘’Dalam beberapa kesempatan, kebijakan Kementan masih bersifat politis. Karena dia harus lebih memperkuat sinergit antara eselon 1 dengan stakeholder yang ada,’’ ungkapnya.
Dia juga melihat masalah kepastian harga di tingkat petani. Menurut dia, walau pemerintah sudah memberikan dana ke Perum Bulog untuk menjaga ketahanan pangan dan kepastian harga kepada petani, tetapi terkadang harga komoditas, seperti cabai, bawang, dan jagung masih di bawah harga pembelian pemerintah saat panen raya.
Selama ini, lanjut dia, produksi sektor pertanian melimpah dan banyak pada sentra-sentranya. Akan tetapi tidak ada yang membeli pada saat panen raya dalam serapan yang signifikan menghabiskan stok di petani.’’ Sehingga ini menjadi masalah dan permalasahan ini ada di kementan bukan di perdagangan,’’ tandasnya.
Akmal kemudian menggariskan, persoalan paling mendasar adalah pada mindset pemerintah yang belum sepenuhnya memahami realitas bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberlangsungan bangsa kita. ‘’Bila ini sudah dipahami, maka pemerintah tidak perlu ragu lagi untuk memberikan politik anggaran yang signifikan pada sektor pertanian ini,’’ kata dia.
Mindo Sianipar juga mengingatkan pemerintah sudah seharusnya melakukan langkah-langkah strategis untuk membangun sistem yang mendorong pengembangan pertanian secara berkelanjutan.Untuk mencapainya, pengembangan pertanian harus melibatkan adanya tiga komponen, petani, swasta/BUMN dan pemerintah.
"Petani sebagai pihak yang melakukan pengembangan usaha tani, swasta yang melakukan penyediaan sarana, pengolahan maupun pemasaran, sementara pemerintah bertugas membuat regulasi,’’ katanya.
Menurut dia, dalam banyak situasi pemerintah seringkali mengambil alih fungsi petani atau dunia usaha. Atau, bahan terkadang pemerintah hanya fokus pada petani atau swasta saja sehingga kebijakan tidak mengindahkan keberadaan komponen lain.
Semestinya, kata dia, ketiga komponen ini harus menjalankan fungsinya masing dan harus bersinergi melalui sistem yang dibangun oleh pemerintah.
Dia melanjutkan, para petani membutuhkan benih, bimbingan teknis dan jaminan pasar dengan harga yang menarik. Semua kebutuhan tersebut sudah tentu membutuhkan dana. Pada kondisi ini pemerintah secara strategis bisa membuat kebijakan yang memungkinkan adanya kutipan sehingga pembiayaan pengembangan pertanian dimungkinkan tanpa harus bergantung pada APBN atau APBN.
‘’Nah dana ini dapat disisihkan dari keuntungan swasta/BUMN yang kemudian digunakan untuk pengembanga usaha tani. Misalnya pendapatan dari impor petanian, penjualan benih, sarana, perdagangan domestik. Lalu dana ini disalurkan dengan mekanisme yang transparan,” tegasnya.
Lebih jauh dia menandaskan pemerintah tidak bisa semena-mena melakukan kutipan atau iuran tanpa menciptakan kondisi usaha yang kondusif dan memberikan keuntungan bagi dunia usaha. Menurutnya, pemerintah dalam hal ini wajib memberikan insentif terhadap dunia usaha berupa kelonggaran pajak, suku bunga Bank yang lebih ringan serta berbagai regulasi yang memberikan insentif bagi swasta.
"Sehingga berkontribusi pada peningkatkan daya saing yang memberikan keuntungan perusahaan yang dapat disisihkan untuk pembiayaan pengembangan pertanian,’’ ujar politisi PDIP ini.
Pemerintah, lanjutnya, juga dapat mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan bermitra dengan petani, sehingga ada pembinaan terhadap petani dapat berlangsung secara berkelanjutan. Menurut dia, peran pemerintah melalui APBN fokus pada hal-hal yang tidak mungkin disediakan oleh dunia usaha seperti menjaga keamanan, perbaikan sarana, irigasi, pengembangan kelembagaan serta peningkatkan kapasitas SDM petani. Melalui pengembangan sistem maka pengembangan pertanian tidak lagi bergantung pada APBN.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementrian Pertanian dan Kehutanan (Kementan) Kuntoro Boga Andri menegaskan, peningkatan daya beli petani menjadi fokus program kementan dalam mendorong perbaikan taraf hidup dari para petani. Program difokuskan pada peningkatan produksi berbasis pertanian maju, mandiri, dan modern, serta diikuti dengan kualitas pangan berdaya saing ekspor.
"Fungsi Kementan menjaga katahanan pangan nasional dalam kondisi aman dan terkendali, terutama saat pandemi Covid-19 saat ini. Kedepannya yang sedang kita targetkan adalah meningkatkan kesejahteraan petani sebagai agenda yang paling utama," ujarnya.
Dia lantas menuturkan, program kerja Kementan tahun ini menyasar pada peningkatan ketahanan pangan dan nilai tambah ekspor. Ini dilakukan dengan meningkatkan produktivitas pertanian, di mana daerah yang mengalami defisit akan diberi perhatian yang lebih.
Langkah tersebut dinilai akan memberikan peningkatan pada kesejahteraan petani. Terlebih pada peningkatan nilai tukar petani (NTP) di awal tahun menjadi modal awal untuk mengawali kinerja sektor pertanian. Terlebih tahun ini masih dihadapi dengan pandemi.
Menurtnya, Kementan terus menjalankan berbagai program dan mengawal para petani di lapangan guna mengurangi kesenjangan antara harga di tingkat petani dan konsumen. Pemerintah selalu berupaya dalam pengendalian harga di tingkat petani maupun tingkat konsumen pun telah berdampak pada peningkatan daya beli petani.
"Di satu sisi, petani untung karena produk yang mereka hasilkan dibeli dengan harga tinggi. Mereka pun bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok dengan harga terjangkau," tambah Kuntoro.
Mengenai permasalahan mengenai harga pupuk yang mahal dan sulit dijangkau, Kuntoro menjelaskan, sebagai regulator, pemerintah sudah melakukan intervensi melalui harga-harga pupuk di level petani, sehingga tidak lagi memberatkan para petani.
Adapun food estate menjadi salah satu program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekita untuk menciptakan ketahanan pangan jangka panjang. Ia menambahkan, food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang di dalamnya mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan di satu kawasan secara terintegrasi. Jadi bisa dikatakan food estate sebagai kawasan lumbung pangan.
"Pengembangan food estate sudah berlangsung sejak 2020, yaitu menyasar provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara. Lahan terbesar yang akan dibangun sebagai kawasan food estate adalah provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 30.000 hektar. Selain itu, provinsi Sumatera Utara juga akan dibangun kawasan food estate yang difokuskan untuk komuditas hortikultura," ucapnya.
Pembangunan food estate sebagai kawasan lumbung pangan, diharapkan mampu memberikan solusi atas permasalahan ketergantungan petani terhadap alam. Pemanfaatan teknologi yang tepat guna dapat membantu petani lebih banyak mengoptimalkan lahan sawahnya.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sektor pertanian mengalami terus mengalami pertumbuhan. Dari sisi produk domestik bruto (PDB) , misalnya, pada 2020 ini, PDB sektor pertanian tumbuh 1,75% di saat PDB total nyungsep minus 2,07%.
Di balik fakta yang melegakan tersebut, ternyata perhatian pemerintah terbilang masih minim. Kondisi ini disampaikan anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin dan Mindo Sianipar. Keduanya mendorong pemerintah lebih serius mendukung pertanian melalui dukungan anggaran dan kebijakan yang pro-petani, hingga pertanian bisa benar-benar menjadi tulang punggung perekonomian negara agraris ini.
Dalam pandangan Akmal, misalnya, sejauh ini kebijakan anggaran pertanian sebelah mata karena eksekusi kebijakan tambahan anggaran sektor pertanian yang hanya sebesar Rp3 triliun, sedangkan suntikan modal PT Asuransi Jiwasraya yang sebesar Rp22 triliun. Dia menandaskan, bila pemimpin bangsa ini melihat sektir pertaniam sangat penting, maka sudah seharusnya politik anggaran dan kebijakan menunjukkan keberpihakannya.
"Namun, hal tersebut tidak berlaku fair pada kinerja di bidang pertanian. Sangat terlihat dalam berbagai kesempatan di berbagai forum kenegaraan yang minimnya perhatian pemerintah dibidang tersebut. Walaupun Kementan memang sangat baik menjaga pasokan logistik di masa pandemi ini,” ujar dia.
Selain masalah anggaran, Akmal menguraikan sejumlah persoalan yang selama ini membekap sektor pertanian. Misalnya dia menyebut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo masih menghadapi kendala manajemen internal yang masih berjalan sendiri-sendiri.
‘’Dalam beberapa kesempatan, kebijakan Kementan masih bersifat politis. Karena dia harus lebih memperkuat sinergit antara eselon 1 dengan stakeholder yang ada,’’ ungkapnya.
Dia juga melihat masalah kepastian harga di tingkat petani. Menurut dia, walau pemerintah sudah memberikan dana ke Perum Bulog untuk menjaga ketahanan pangan dan kepastian harga kepada petani, tetapi terkadang harga komoditas, seperti cabai, bawang, dan jagung masih di bawah harga pembelian pemerintah saat panen raya.
Selama ini, lanjut dia, produksi sektor pertanian melimpah dan banyak pada sentra-sentranya. Akan tetapi tidak ada yang membeli pada saat panen raya dalam serapan yang signifikan menghabiskan stok di petani.’’ Sehingga ini menjadi masalah dan permalasahan ini ada di kementan bukan di perdagangan,’’ tandasnya.
Akmal kemudian menggariskan, persoalan paling mendasar adalah pada mindset pemerintah yang belum sepenuhnya memahami realitas bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberlangsungan bangsa kita. ‘’Bila ini sudah dipahami, maka pemerintah tidak perlu ragu lagi untuk memberikan politik anggaran yang signifikan pada sektor pertanian ini,’’ kata dia.
Mindo Sianipar juga mengingatkan pemerintah sudah seharusnya melakukan langkah-langkah strategis untuk membangun sistem yang mendorong pengembangan pertanian secara berkelanjutan.Untuk mencapainya, pengembangan pertanian harus melibatkan adanya tiga komponen, petani, swasta/BUMN dan pemerintah.
"Petani sebagai pihak yang melakukan pengembangan usaha tani, swasta yang melakukan penyediaan sarana, pengolahan maupun pemasaran, sementara pemerintah bertugas membuat regulasi,’’ katanya.
Menurut dia, dalam banyak situasi pemerintah seringkali mengambil alih fungsi petani atau dunia usaha. Atau, bahan terkadang pemerintah hanya fokus pada petani atau swasta saja sehingga kebijakan tidak mengindahkan keberadaan komponen lain.
Semestinya, kata dia, ketiga komponen ini harus menjalankan fungsinya masing dan harus bersinergi melalui sistem yang dibangun oleh pemerintah.
Dia melanjutkan, para petani membutuhkan benih, bimbingan teknis dan jaminan pasar dengan harga yang menarik. Semua kebutuhan tersebut sudah tentu membutuhkan dana. Pada kondisi ini pemerintah secara strategis bisa membuat kebijakan yang memungkinkan adanya kutipan sehingga pembiayaan pengembangan pertanian dimungkinkan tanpa harus bergantung pada APBN atau APBN.
‘’Nah dana ini dapat disisihkan dari keuntungan swasta/BUMN yang kemudian digunakan untuk pengembanga usaha tani. Misalnya pendapatan dari impor petanian, penjualan benih, sarana, perdagangan domestik. Lalu dana ini disalurkan dengan mekanisme yang transparan,” tegasnya.
Lebih jauh dia menandaskan pemerintah tidak bisa semena-mena melakukan kutipan atau iuran tanpa menciptakan kondisi usaha yang kondusif dan memberikan keuntungan bagi dunia usaha. Menurutnya, pemerintah dalam hal ini wajib memberikan insentif terhadap dunia usaha berupa kelonggaran pajak, suku bunga Bank yang lebih ringan serta berbagai regulasi yang memberikan insentif bagi swasta.
"Sehingga berkontribusi pada peningkatkan daya saing yang memberikan keuntungan perusahaan yang dapat disisihkan untuk pembiayaan pengembangan pertanian,’’ ujar politisi PDIP ini.
Pemerintah, lanjutnya, juga dapat mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan bermitra dengan petani, sehingga ada pembinaan terhadap petani dapat berlangsung secara berkelanjutan. Menurut dia, peran pemerintah melalui APBN fokus pada hal-hal yang tidak mungkin disediakan oleh dunia usaha seperti menjaga keamanan, perbaikan sarana, irigasi, pengembangan kelembagaan serta peningkatkan kapasitas SDM petani. Melalui pengembangan sistem maka pengembangan pertanian tidak lagi bergantung pada APBN.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementrian Pertanian dan Kehutanan (Kementan) Kuntoro Boga Andri menegaskan, peningkatan daya beli petani menjadi fokus program kementan dalam mendorong perbaikan taraf hidup dari para petani. Program difokuskan pada peningkatan produksi berbasis pertanian maju, mandiri, dan modern, serta diikuti dengan kualitas pangan berdaya saing ekspor.
"Fungsi Kementan menjaga katahanan pangan nasional dalam kondisi aman dan terkendali, terutama saat pandemi Covid-19 saat ini. Kedepannya yang sedang kita targetkan adalah meningkatkan kesejahteraan petani sebagai agenda yang paling utama," ujarnya.
Dia lantas menuturkan, program kerja Kementan tahun ini menyasar pada peningkatan ketahanan pangan dan nilai tambah ekspor. Ini dilakukan dengan meningkatkan produktivitas pertanian, di mana daerah yang mengalami defisit akan diberi perhatian yang lebih.
Langkah tersebut dinilai akan memberikan peningkatan pada kesejahteraan petani. Terlebih pada peningkatan nilai tukar petani (NTP) di awal tahun menjadi modal awal untuk mengawali kinerja sektor pertanian. Terlebih tahun ini masih dihadapi dengan pandemi.
Menurtnya, Kementan terus menjalankan berbagai program dan mengawal para petani di lapangan guna mengurangi kesenjangan antara harga di tingkat petani dan konsumen. Pemerintah selalu berupaya dalam pengendalian harga di tingkat petani maupun tingkat konsumen pun telah berdampak pada peningkatan daya beli petani.
"Di satu sisi, petani untung karena produk yang mereka hasilkan dibeli dengan harga tinggi. Mereka pun bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok dengan harga terjangkau," tambah Kuntoro.
Mengenai permasalahan mengenai harga pupuk yang mahal dan sulit dijangkau, Kuntoro menjelaskan, sebagai regulator, pemerintah sudah melakukan intervensi melalui harga-harga pupuk di level petani, sehingga tidak lagi memberatkan para petani.
Adapun food estate menjadi salah satu program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekita untuk menciptakan ketahanan pangan jangka panjang. Ia menambahkan, food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang di dalamnya mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan di satu kawasan secara terintegrasi. Jadi bisa dikatakan food estate sebagai kawasan lumbung pangan.
"Pengembangan food estate sudah berlangsung sejak 2020, yaitu menyasar provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara. Lahan terbesar yang akan dibangun sebagai kawasan food estate adalah provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 30.000 hektar. Selain itu, provinsi Sumatera Utara juga akan dibangun kawasan food estate yang difokuskan untuk komuditas hortikultura," ucapnya.
Pembangunan food estate sebagai kawasan lumbung pangan, diharapkan mampu memberikan solusi atas permasalahan ketergantungan petani terhadap alam. Pemanfaatan teknologi yang tepat guna dapat membantu petani lebih banyak mengoptimalkan lahan sawahnya.
(ynt)