Pakar-Pakar IPB Blejeti Dampak Buruk Program Food Estate
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kajian Madani menunjukkan bahwa program food estate yang sedang dijalankan pemerintah berpotensi memperburuk krisis iklim . Pasalnya akan ada perubahan kawasan hutan menjadi lahan pertanian.
Direktur Eksekutif Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP), IPB University , Prof. Dr. Rizaldi Boer, menyatakan, jika temuan Madani terkait food estate itu terjadi, maka 2,1 juta hektare hutan alam terancam untuk dikonversi, dan sebagian besar (89%) ada di Papua. ( Baca juga:Gawat! Ada Potensi Food Estate Jadi Dalih Pembalakan Hutan dengan Nilai Ratusan Triliun )
Dengan kemudahan yang begitu banyak diberikan untuk food estate, tidak salah untuk mengatakan bahwa program itu menyediakan karpet merah eksploitasi sumber daya alam dan tentu food estate adalah ancaman.
“NDC Sektor kehutanan itu bebannya sampai 17% dan hanya bisa dicapai oleh penurunan deforestasi yang signifikan dan pemulihan gambut. Oleh karena itu, tanpa ada upaya untuk meninjau kembali wilayah target pengembangan food estate, maka program itu benar merupakan ancaman," ujar Rizaldi di Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Dalam pencapaian target NDC (Nationally Determined Contribution atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional), diharapkan wilayah yang masih berhutan alam harus dipertahankan, termasuk mempertahankan hutan alam yang berada di dalam hutan tanaman industri (HTI) dan hak guna usaha (HGU).
"Meskipun dengan mempertahankannya, belum tentu juga dapat mencapai target NDC secara keseluruhan,” katanya.
Rizaldi juga menambahkan, saat ini masih banyak terdapat lahan tidur dan tidak produktif dengan total luas 30 juta hektare, terdiri dari APL seluas 11 juta hektare dan kawasan hutan seluas 19 juta hektare yang dapat dimaksimalkan pemanfaatannya, sehingga program food estate tidak menyasar hutan alam yang tersisa saat ini.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa menjelaskan bahwa program food estate tidak menjawab persoalan pangan. Malahan, dampaknya akan semakin buruk jika dilakukan dengan mengalihfungsikan hutan alam.
“Sejarah implementasi food estate di Tanah Air terbilang buruk. Kegagalan dari food estate yang pernah dijalankan pemerintah adalah karena mengingkari kaidah akademis," ucap Andreas. ( Baca juga: Begini Do'a dan Zikir Ketika I’tidal Sesuai Sunah Nabi )
Kaidah akademis yang perlu menjadi perhatian, di antaranya kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan infrastruktur, kelayakan teknologi, dan kelayakan sosial dan ekonomi. Tata kelola air menjadi kunci utama dari pengembangan lahan pertanian.
"Hal ini termasuk ke dalam kelayakan infrastruktur yang berbiaya tinggi. Empat pilar tersebut harus dijamin dapat terpenuhi. Jika tidak maka akan gagal food estate tersebut,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP), IPB University , Prof. Dr. Rizaldi Boer, menyatakan, jika temuan Madani terkait food estate itu terjadi, maka 2,1 juta hektare hutan alam terancam untuk dikonversi, dan sebagian besar (89%) ada di Papua. ( Baca juga:Gawat! Ada Potensi Food Estate Jadi Dalih Pembalakan Hutan dengan Nilai Ratusan Triliun )
Dengan kemudahan yang begitu banyak diberikan untuk food estate, tidak salah untuk mengatakan bahwa program itu menyediakan karpet merah eksploitasi sumber daya alam dan tentu food estate adalah ancaman.
“NDC Sektor kehutanan itu bebannya sampai 17% dan hanya bisa dicapai oleh penurunan deforestasi yang signifikan dan pemulihan gambut. Oleh karena itu, tanpa ada upaya untuk meninjau kembali wilayah target pengembangan food estate, maka program itu benar merupakan ancaman," ujar Rizaldi di Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Dalam pencapaian target NDC (Nationally Determined Contribution atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional), diharapkan wilayah yang masih berhutan alam harus dipertahankan, termasuk mempertahankan hutan alam yang berada di dalam hutan tanaman industri (HTI) dan hak guna usaha (HGU).
"Meskipun dengan mempertahankannya, belum tentu juga dapat mencapai target NDC secara keseluruhan,” katanya.
Rizaldi juga menambahkan, saat ini masih banyak terdapat lahan tidur dan tidak produktif dengan total luas 30 juta hektare, terdiri dari APL seluas 11 juta hektare dan kawasan hutan seluas 19 juta hektare yang dapat dimaksimalkan pemanfaatannya, sehingga program food estate tidak menyasar hutan alam yang tersisa saat ini.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa menjelaskan bahwa program food estate tidak menjawab persoalan pangan. Malahan, dampaknya akan semakin buruk jika dilakukan dengan mengalihfungsikan hutan alam.
“Sejarah implementasi food estate di Tanah Air terbilang buruk. Kegagalan dari food estate yang pernah dijalankan pemerintah adalah karena mengingkari kaidah akademis," ucap Andreas. ( Baca juga: Begini Do'a dan Zikir Ketika I’tidal Sesuai Sunah Nabi )
Kaidah akademis yang perlu menjadi perhatian, di antaranya kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan infrastruktur, kelayakan teknologi, dan kelayakan sosial dan ekonomi. Tata kelola air menjadi kunci utama dari pengembangan lahan pertanian.
"Hal ini termasuk ke dalam kelayakan infrastruktur yang berbiaya tinggi. Empat pilar tersebut harus dijamin dapat terpenuhi. Jika tidak maka akan gagal food estate tersebut,” pungkasnya.
(uka)