Gawat! Ada Potensi Food Estate Jadi Dalih Pembalakan Hutan dengan Nilai Ratusan Triliun

Rabu, 03 Maret 2021 - 16:58 WIB
loading...
Gawat! Ada Potensi Food Estate Jadi Dalih Pembalakan Hutan dengan Nilai Ratusan Triliun
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pogram food estate yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah dapat memperburuk krisis iklim dengan meningkatkan risiko deforestasi, pengeringan gambut, serta kebakaran hutan dan lahan sehingga program ini berisiko dan kontraproduktif dengan tujuan menyelesaikan masalah pangan.

"Apalagi jika melihat dari area of interest (AoI) di empat provinsi, lebih dari 1,5 juta hektare AoI food estate merupakan hutan alam dan hampir 40% AoI food estate tersebar di fungsi ekosistem gambut yang jika dibuka dapat melepaskan karbon dalam jumlah besar dan menghambat ketercapaian komitmen iklim Indonesia, khususnya di sektor kehutanan," ujar Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan Anggalia Putri di Jakarta, Rabu(3/3/2021). ( Baca juga:Tren Kasus Covid-19 Bali Menurun, Sandiaga Uno Yakinkan Travel Bubble Siap Dibuka )

Kajian Madani menemukan hutan alam seluas lebih dari 1,57 juta hektare di dalam daerah alokasi AoI food estate di empat provinsi, berpotensi terancam oleh pengembangan food estate, dan terluas berada di Provinsi Papua. Hampir 41% atau 642.319 hektare dari luas tersebut merupakan hutan alam primer, sementara itu gambut yang bertutupan hutan alam mencapai 730 ribu hektare (51,4%) yang secara tegas keduanya dicantumkan di RPJMN 2020-2024 sebagai development constraint yang harus dijaga.

“Apabila seluruh koridor daerah alokasi tersebut dikonversi menjadi area food rstate, potensi hutan alam yang hilang hampir setara dengan tiga kali luas Pulau Bali. Estimasi nilai rupiah dari potensi kayu bulat pada hutan alam di area alokasi (AOI) food estate sangat tinggi, mencapai lebih dari Rp209 triliun dan hampir setara dengan 9,3% pendapatan negara dari APBN 2020 atau 57% penerimaan negara bukan pajak di 2020 sehingga sangat besar kemungkinan bahwa food estate dijadikan dalih untuk mengeruk keuntungan besar-besaran dari pembalakan hutan alam Indonesia,” jelas GIS Specialist Madani Fadli A. Naufal. ( Baca juga:Menangis Dengar Adzan di Sel, Bos Perusahaan Pelaku Pelecehan Seksual Putuskan Mualaf )

Anggalia menambahkan bahwa AOI food estate juga banyak tumpang tindih dengan wilayah adat, area yang dialokasikan untuk reforma agraria (TORA), dan juga area yang dialokasikan untuk perhutanan sosial.

"Tanpa ada pengakuan dan perlindungan legal-formal, tumpang tindih ini berpotensi menimbulkan konflik dan memarjinalkan masyarakat adat lebih jauh lagi,” ucapnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1609 seconds (0.1#10.140)