Benarkah Digitalisasi UMKM Membawa Dampak Positif bagi Semua Kalangan?
loading...
A
A
A
Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi digital dan adopsi teknologi. Semakin banyak orang yang mulai menyadari pentingnya digitalisasi untuk bertahan dan tumbuh.
Dalam satu tahun terakhir ada banyak usaha yang dilakukan pemerintah dan sektor swasta untuk membantu Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) Indonesia masuk dalam digitalisasi.
Tetapi beberapa segmen komunitas mungkin berjuang lebih dari yang lain, dan cenderung terburu-buru menuju digitalisasi, serta menghadapi risiko tertinggal. Ini termasuk kaum lansia.
Kaum lansia sering dianggap sebagai kaum yang tidak produktif serta tidak melek teknologi. Padahal, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada 2018 jumlah lansia mencapai 24,48 juta jiwa. Digitalisasi yang digandang-gandang dapat meningkatkan produktivitas, seharusnya juga bersifat inklusif sehingga bisa mudah dipahami dan diikuti oleh semua orang, termasuk lansia.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para lansia adalah kurangnya keterampilan dalam mengakses teknologi digital. Selain platform teknologi, dukungan dari keluarga dan kalangan muda juga dibutuhkan agar para lansia dapat lebih produktif, dan benar-benar dapat merasakan manfaat dari teknologi.
Ada beberapa contoh cerita inspiratif dari para lansia yang berhasil mendobrak stigma bahwa teknologi hanya untuk kalangan mudah.
Salah satunya adalah Rosdiana Nainggolan (60 tahun), seorang pedagang sayur di Pasar Pringgan, Medan. Rosdiana sudah 30 tahun ia melewati pasang-surut berjualan di pasar tersebut. Usaha Rosdiana terkena dampak pandemi Covid-19 hingga mengalami penurunan penjualan sebesar 70 persen.
Rosdiana sadar bahwa dirinya harus memanfaatkan teknologi digital untuk dapat bertahan. Namun ia mengalami kesulitan karena tak tahu harus mulai dari mana. “Anak saya yang mendorong dan mengajari. Awal berjualan online, pastinya memiliki banyak tantangan karena belum terbiasa sehingga saya menyerahkan semuanya ke anak untuk mengelola. Namun, sejak melihat pesanan yang datang melalui online tambah banyak, memotivasi saya untuk belajar sendiri mengelola pesanan dari aplikasi. Saya minta diajari oleh anak saya dan ternyata mudah juga mengoperasikan platform ini. Sekarang saya sudah bisa terima dan layani sendiri pesanan online,” tuturnya.
Sejak memanfaatkan teknologi dari layanan pemesanan barang kebutuhan GrabMart, perempuan yang akrab disapa Bu Rosdiana juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi dua saudaranya yang kini membantunya berjualan. Mereka pun bisa hidup mandiri di usia tua.
Lain lagi kisah Puji Hartono yang pernah berprofesi sebagai pekerja kontraktor, tetapi menemui kegagalan dalam salah satu proyeknya sehingga meninggalkan utang ratusan juta.
Usia yang sudah senja membuat pria yang dikenal dengan nama Cak Toni ini kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Dia pun akhirnya berinisiatif untuk membuka bisnis kuliner kaki lima di wilayah Cirebon pada 2016. Dalam kurun waktu satu tahun lebih, dia sudah bisa membayar lunas semua utangnya dan menyewa tempat untuk melanjutkan usaha.
Rumah makan yang bernama Nasi Bakar Cak Toni ini pun semakin berkembang pesat sejak memanfaatkan teknologi dan mendigitalisasi usaha di 2019. Awalnya dia kesulitan untuk menggunakan aplikasi layanan GrabFood karena, mengakses smartphone saja sudah menjadi tantangan buatnya. Semangatnya untuk belajar sendiri dan tak malu bertanya kepada karyawan cara menggunakan smartphone dan layanan pemesanan makanan online GrabMerchant membantunya bisa melek teknologi hingga saat ini.
“Awalnya pasti susah. Buat kirim pesan di WhatsApp saja susah. Untungnya karyawan saya mau sabar membantu dan mengajari. Selain itu, saat mau mendaftar masuk ke GrabFood, ada banyak tutorial buat ngebantu. Salah satu kesulitan saya juga pada waktu itu adalah mempromosikan restoran saya ke masyarakat di Cirebon. Ternyata ada fitur pemasaran di dalam aplikasi GrabMerchant, dimana saya bisa buat iklan dengan cepat, mudah dan murah untuk mempromosikan bisnis saya,” tuturnya.
Selain bisnisnya maju, dia kini juga dapat membantu biaya pendidikan untuk anak karyawannya agar dapat melanjutkan sekolah.
Seringkali, penghasilan tambahan justru bisa menjadi penghasilan utama, seperti yang dialami oleh Nurul Alifah. Sejak 2000, usaha kost yang dijalankannya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. 2015, Nurul menyulap bagian bawah rumahnya untuk digunakan sebagai toko kelontong modern untuk mengisi waktu luangnya di masa tua.
Saat usahanya terdampak oleh pandemi, banyak penghuni kamar kost yang kembali ke rumahnya dengan berbagai macam alasan. Beruntung masih ada usaha warung yang untungnya sudah ia digitalisasi di tengah pandemi untuk mencari rezeki.
“Saya lihat kayaknya sekarang trennya bergerak ke arah digital ya. Pada Juni 2020 saya memutuskan bergabung menjadi mitra merchant GrabMart untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan bisa menjual lebih banyak barang. Sejak bisa berjualan secara online, saya tetap bisa membantu suami memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anak. Selain itu, saya juga bisa merenovasi toko menjadi lebih besar,” katanya.
Bu Nurul mengaku sangat terbantu dengan fitur dalam aplikasi GrabMerchant yang mudah digunakan dan ia bisa langsung membeli barang-barang yang habis di toko langsung dalam aplikasi.
Sementara itu di Makassar ada Herlina Paluga yang menghadapi kesulitan meraih pelanggan sehingga usaha kuliner yang dibangunnya sejak 2015 terancam bangkrut. Dia lalu memulai kembali usahanya dari rumah, tetapi belum mengenal istilah digitalisasi. Herlina baru mendaftarkan usaha Ayam Bakar & Lalapan EB menjadi mitra merchant GrabFood pada 2017.
Ia mengaku kala itu belum terlalu paham dengan konsep jualan kuliner secara online. Herlina sempat kebingungan menggunakan teknologi melalui aplikasi Grab. Namun, hal tersebut tidak membuatnya patah semangat karena dia memang berniat mengembangkan usahanya jadi lebih besar.
“Awalnya saya sempat bingung, tapi bukan masalah besar bagi saya. Kalau ada yang kurang paham, saya tanyakan ke anak bagaimana caranya. Akhirnya saya sekarang mengerti sendiri cara menggunakannya setelah sering dapat pesanan melalui online. Sejak bisa berjualan melalui online, pesanan saya menjadi banyak. Sekarang saya bisa mempekerjakan karyawan hingga 14 orang, setengah di antaranya merupakan single mother,“ tuturnya.
Herlina juga mengakui bahwa penjualan sempat menurun drastis di awal pandemi, tapi penjualan online membuatnya bisa tetap bertahan, sekaligus mempertahankan seluruh karyawannya, terutama mereka yang berjuang untuk anak-anaknya.
Neneng Goenadi, Country Managing Director Grab Indonesia menuturkan bahwa dukungan keluarga dan lingkungan memiliki peran penting bagi para lansia agar mereka bisa terus bersemangat dan belajar hal baru.
“Lingkungan merekalah yang mendorong dan mengajarkan para lansia ini tentang teknologi sehingga bisa #TerusUsaha meskipun di usia senja. Hal ini yang menginspirasi Grab untuk terus menciptakan solusi digitalisasi yang mudah digunakan oleh semua kalangan, agar misi GrabForGood untuk mendigitalisasi lebih banyak UMKM di Indonesia dapat tercapai,” ujarnya.
Selama pandemi, Grab telah menyambut lebih dari setengah juta UMKM baru dalam platformnya. Untuk memastikan para lansia memiliki keterampilan digital, Grab juga bekerja sama dengan Sahabat UMKM untuk menyelenggarakan program inkubasi UMKM #TerusUsaha Akselerator yang telah melatih ratusan UMKM tentang berbagai ilmu bisnis digital termasuk pajak, pemasaran, media sosial dan platform digital.
Mari mulai perjalanan digitalisasi bisnis Anda di www.grabforgood.id
Dalam satu tahun terakhir ada banyak usaha yang dilakukan pemerintah dan sektor swasta untuk membantu Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) Indonesia masuk dalam digitalisasi.
Tetapi beberapa segmen komunitas mungkin berjuang lebih dari yang lain, dan cenderung terburu-buru menuju digitalisasi, serta menghadapi risiko tertinggal. Ini termasuk kaum lansia.
Kaum lansia sering dianggap sebagai kaum yang tidak produktif serta tidak melek teknologi. Padahal, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada 2018 jumlah lansia mencapai 24,48 juta jiwa. Digitalisasi yang digandang-gandang dapat meningkatkan produktivitas, seharusnya juga bersifat inklusif sehingga bisa mudah dipahami dan diikuti oleh semua orang, termasuk lansia.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para lansia adalah kurangnya keterampilan dalam mengakses teknologi digital. Selain platform teknologi, dukungan dari keluarga dan kalangan muda juga dibutuhkan agar para lansia dapat lebih produktif, dan benar-benar dapat merasakan manfaat dari teknologi.
Ada beberapa contoh cerita inspiratif dari para lansia yang berhasil mendobrak stigma bahwa teknologi hanya untuk kalangan mudah.
Salah satunya adalah Rosdiana Nainggolan (60 tahun), seorang pedagang sayur di Pasar Pringgan, Medan. Rosdiana sudah 30 tahun ia melewati pasang-surut berjualan di pasar tersebut. Usaha Rosdiana terkena dampak pandemi Covid-19 hingga mengalami penurunan penjualan sebesar 70 persen.
Rosdiana sadar bahwa dirinya harus memanfaatkan teknologi digital untuk dapat bertahan. Namun ia mengalami kesulitan karena tak tahu harus mulai dari mana. “Anak saya yang mendorong dan mengajari. Awal berjualan online, pastinya memiliki banyak tantangan karena belum terbiasa sehingga saya menyerahkan semuanya ke anak untuk mengelola. Namun, sejak melihat pesanan yang datang melalui online tambah banyak, memotivasi saya untuk belajar sendiri mengelola pesanan dari aplikasi. Saya minta diajari oleh anak saya dan ternyata mudah juga mengoperasikan platform ini. Sekarang saya sudah bisa terima dan layani sendiri pesanan online,” tuturnya.
Sejak memanfaatkan teknologi dari layanan pemesanan barang kebutuhan GrabMart, perempuan yang akrab disapa Bu Rosdiana juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi dua saudaranya yang kini membantunya berjualan. Mereka pun bisa hidup mandiri di usia tua.
Lain lagi kisah Puji Hartono yang pernah berprofesi sebagai pekerja kontraktor, tetapi menemui kegagalan dalam salah satu proyeknya sehingga meninggalkan utang ratusan juta.
Usia yang sudah senja membuat pria yang dikenal dengan nama Cak Toni ini kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Dia pun akhirnya berinisiatif untuk membuka bisnis kuliner kaki lima di wilayah Cirebon pada 2016. Dalam kurun waktu satu tahun lebih, dia sudah bisa membayar lunas semua utangnya dan menyewa tempat untuk melanjutkan usaha.
Rumah makan yang bernama Nasi Bakar Cak Toni ini pun semakin berkembang pesat sejak memanfaatkan teknologi dan mendigitalisasi usaha di 2019. Awalnya dia kesulitan untuk menggunakan aplikasi layanan GrabFood karena, mengakses smartphone saja sudah menjadi tantangan buatnya. Semangatnya untuk belajar sendiri dan tak malu bertanya kepada karyawan cara menggunakan smartphone dan layanan pemesanan makanan online GrabMerchant membantunya bisa melek teknologi hingga saat ini.
“Awalnya pasti susah. Buat kirim pesan di WhatsApp saja susah. Untungnya karyawan saya mau sabar membantu dan mengajari. Selain itu, saat mau mendaftar masuk ke GrabFood, ada banyak tutorial buat ngebantu. Salah satu kesulitan saya juga pada waktu itu adalah mempromosikan restoran saya ke masyarakat di Cirebon. Ternyata ada fitur pemasaran di dalam aplikasi GrabMerchant, dimana saya bisa buat iklan dengan cepat, mudah dan murah untuk mempromosikan bisnis saya,” tuturnya.
Selain bisnisnya maju, dia kini juga dapat membantu biaya pendidikan untuk anak karyawannya agar dapat melanjutkan sekolah.
Seringkali, penghasilan tambahan justru bisa menjadi penghasilan utama, seperti yang dialami oleh Nurul Alifah. Sejak 2000, usaha kost yang dijalankannya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. 2015, Nurul menyulap bagian bawah rumahnya untuk digunakan sebagai toko kelontong modern untuk mengisi waktu luangnya di masa tua.
Saat usahanya terdampak oleh pandemi, banyak penghuni kamar kost yang kembali ke rumahnya dengan berbagai macam alasan. Beruntung masih ada usaha warung yang untungnya sudah ia digitalisasi di tengah pandemi untuk mencari rezeki.
“Saya lihat kayaknya sekarang trennya bergerak ke arah digital ya. Pada Juni 2020 saya memutuskan bergabung menjadi mitra merchant GrabMart untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan bisa menjual lebih banyak barang. Sejak bisa berjualan secara online, saya tetap bisa membantu suami memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anak. Selain itu, saya juga bisa merenovasi toko menjadi lebih besar,” katanya.
Bu Nurul mengaku sangat terbantu dengan fitur dalam aplikasi GrabMerchant yang mudah digunakan dan ia bisa langsung membeli barang-barang yang habis di toko langsung dalam aplikasi.
Sementara itu di Makassar ada Herlina Paluga yang menghadapi kesulitan meraih pelanggan sehingga usaha kuliner yang dibangunnya sejak 2015 terancam bangkrut. Dia lalu memulai kembali usahanya dari rumah, tetapi belum mengenal istilah digitalisasi. Herlina baru mendaftarkan usaha Ayam Bakar & Lalapan EB menjadi mitra merchant GrabFood pada 2017.
Ia mengaku kala itu belum terlalu paham dengan konsep jualan kuliner secara online. Herlina sempat kebingungan menggunakan teknologi melalui aplikasi Grab. Namun, hal tersebut tidak membuatnya patah semangat karena dia memang berniat mengembangkan usahanya jadi lebih besar.
“Awalnya saya sempat bingung, tapi bukan masalah besar bagi saya. Kalau ada yang kurang paham, saya tanyakan ke anak bagaimana caranya. Akhirnya saya sekarang mengerti sendiri cara menggunakannya setelah sering dapat pesanan melalui online. Sejak bisa berjualan melalui online, pesanan saya menjadi banyak. Sekarang saya bisa mempekerjakan karyawan hingga 14 orang, setengah di antaranya merupakan single mother,“ tuturnya.
Herlina juga mengakui bahwa penjualan sempat menurun drastis di awal pandemi, tapi penjualan online membuatnya bisa tetap bertahan, sekaligus mempertahankan seluruh karyawannya, terutama mereka yang berjuang untuk anak-anaknya.
Neneng Goenadi, Country Managing Director Grab Indonesia menuturkan bahwa dukungan keluarga dan lingkungan memiliki peran penting bagi para lansia agar mereka bisa terus bersemangat dan belajar hal baru.
“Lingkungan merekalah yang mendorong dan mengajarkan para lansia ini tentang teknologi sehingga bisa #TerusUsaha meskipun di usia senja. Hal ini yang menginspirasi Grab untuk terus menciptakan solusi digitalisasi yang mudah digunakan oleh semua kalangan, agar misi GrabForGood untuk mendigitalisasi lebih banyak UMKM di Indonesia dapat tercapai,” ujarnya.
Selama pandemi, Grab telah menyambut lebih dari setengah juta UMKM baru dalam platformnya. Untuk memastikan para lansia memiliki keterampilan digital, Grab juga bekerja sama dengan Sahabat UMKM untuk menyelenggarakan program inkubasi UMKM #TerusUsaha Akselerator yang telah melatih ratusan UMKM tentang berbagai ilmu bisnis digital termasuk pajak, pemasaran, media sosial dan platform digital.
Mari mulai perjalanan digitalisasi bisnis Anda di www.grabforgood.id
(ars)