Bolehkah Bensiun Premium Dihapus dari NKRI? Cek Faktanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik soal penghapusan bensin premium terus bergulir di masyarakat. Pasalnya premium dianggap sudah tidak ramah lingkungan dan memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.
Sebab itu, sebaiknya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite, di mana masuk kategori BBM ron rendah, secara bertahap perlu dihilangkan dan dialihkan ke BBM dengan oktan tinggi seperti Pertamax Cs.
Pengapusan premium dianjurkan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/2017. Dimana untuk konsumsi bahan bakar sudah harus
memberlakukan BBM oktan tinggi sesuai standar Euro-4, yang dimulai per September 2018.
"Perlu menghapuskan Premium secara bertahap. Apalagi pemerintah sudah meratifikasi kesepakatan Euro-4 untuk mengurangi pencemaran," kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (7/3/2021).
Menurut dia BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar international, sehingga tidak ada harga referensi yang bisa memicu praktek mark-up harga. Pemerintah, kata dia, seharusnya sudah bisa menghadirkan BBM yang tingkat kualitasnya bagus bagi lingkungan. Karena, kata dia, BBM oktan rendah merupakan BBM yang gas buang dari knalpot dengan emisi tinggi, tidak ramah lingkungan, sehingga membahayakan kesehatan masyarakat.
"Jenis BBM beroctan rendah termasuk BBM Premium (RON-88) dan Petalite (Ron-90) BBM octan tinggi, sesuai dengan standard EURO-4, termasuk Pertamax (RON-92), Pertamax Plus (RON-95), dan Pertamax Turbo (RON-98)," beber dia.
Meski begitu, kata dia, migrasi konsumen Premium dan Pertalite ke Pertamax dari sisi harga bisa saja memberatkan konsumen. Tetapi, peralihan itu harus tetap dilakukan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Karena itu, perlu disiapkan skema agar masyarakat bisa merasakan BBM berkualitas dengan lebih terjangkau.
"Penetapan BBM jenis Premium di bawah harga keekonomian. Kalau terjadi hal semacam ini maka ada subsidi yang dialihkan oleh PT Pertamina. Itu selama bertahun-tahun menjadi beban bagi PT Pertamina," tuturnya.
Belum lagi, kata Fahmy, meskipun sudah disubsidi oleh pemerintah dengan stok yang banyak, Premium ini seringkali mengalami kelangkaan. Sehingga, Fahmi merasa itu akan membebani Pertamina.
Sebab itu, sebaiknya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite, di mana masuk kategori BBM ron rendah, secara bertahap perlu dihilangkan dan dialihkan ke BBM dengan oktan tinggi seperti Pertamax Cs.
Pengapusan premium dianjurkan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/2017. Dimana untuk konsumsi bahan bakar sudah harus
memberlakukan BBM oktan tinggi sesuai standar Euro-4, yang dimulai per September 2018.
"Perlu menghapuskan Premium secara bertahap. Apalagi pemerintah sudah meratifikasi kesepakatan Euro-4 untuk mengurangi pencemaran," kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (7/3/2021).
Menurut dia BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar international, sehingga tidak ada harga referensi yang bisa memicu praktek mark-up harga. Pemerintah, kata dia, seharusnya sudah bisa menghadirkan BBM yang tingkat kualitasnya bagus bagi lingkungan. Karena, kata dia, BBM oktan rendah merupakan BBM yang gas buang dari knalpot dengan emisi tinggi, tidak ramah lingkungan, sehingga membahayakan kesehatan masyarakat.
"Jenis BBM beroctan rendah termasuk BBM Premium (RON-88) dan Petalite (Ron-90) BBM octan tinggi, sesuai dengan standard EURO-4, termasuk Pertamax (RON-92), Pertamax Plus (RON-95), dan Pertamax Turbo (RON-98)," beber dia.
Meski begitu, kata dia, migrasi konsumen Premium dan Pertalite ke Pertamax dari sisi harga bisa saja memberatkan konsumen. Tetapi, peralihan itu harus tetap dilakukan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Karena itu, perlu disiapkan skema agar masyarakat bisa merasakan BBM berkualitas dengan lebih terjangkau.
"Penetapan BBM jenis Premium di bawah harga keekonomian. Kalau terjadi hal semacam ini maka ada subsidi yang dialihkan oleh PT Pertamina. Itu selama bertahun-tahun menjadi beban bagi PT Pertamina," tuturnya.
Belum lagi, kata Fahmy, meskipun sudah disubsidi oleh pemerintah dengan stok yang banyak, Premium ini seringkali mengalami kelangkaan. Sehingga, Fahmi merasa itu akan membebani Pertamina.