Curhat Peternak Ayam Rakyat Nasional, Dua Tahun Rugi Rp5,4 Triliun
loading...
A
A
A
Menurut Hermawanto, jatuhnya harga unggas live bird akibat over supply, ditambah tingginya harga sarana produksi peternakan (sapronak) sangat merusak usaha peternak dan mengakibatkan timbulnya kerugian secara terus menerus dan berkepanjangan.
(Baca juga:Pemprov Jatim Optimalkan Komoditas Peternakan)
“Bahkan tercatat kerugian yang dialami peternak mandiri yang hanya memiliki 20% kontribusi produksi perunggasan nasional sekitar Rp5,4 triliun sepanjang 2019 dan 2020,” jelas Hermawanto.
Diakui Hermawanto, baru-baru ini Kementan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan berupaya menjaga supply and demand DOC FS ayam ras pedaging dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Ditjen PKH No.08068/PK.230/F/03/2021 tentang Pengaturan dan Pengendalian Produksi anak ayam (DOC) FS, pada 8 Maret 2021 lalu. SE yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/PK.230/09/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
(Baca juga:Kinerja Ekonomi Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan Tumbuh Positif)
Meski demikian, faktanya Kementan belum melakukan stabilisasi perunggasan secara maksimal berkaitan dengan suplai LB, pakan, dan DOC dengan didukung data yang valid dengan pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang mengabaikan kebijakan pemerintah sesuai kewenangannya. Kementan harus mengganti seluruh kerugian yang selama ini dialami peternak ayam rakyat sepanjang dua tahun terakhir.
“Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, Pemerintah berkewajiban untuk menghentikan kerugian yang terus terjadi pada peternak mandiri Cq. Sdr. Alvino Antonio dengan melakukan tindakan sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan mengganti kerugian peternak rakyat sejumlah Rp5,4 triliun,” imbuh Hermawanto.
(Baca juga:Industri Peternakan Masih Terkendala Rantai Pasok Produk Pertanian)
Alvino menambahkan, dirinya merintis usahanya di bidang peternakan atau budidaya ayam broiler yang sejak 2013 dengan menjalankan prinsip kerja sama usaha dengan perusahaan kemitraan. Pada 2016 sampai dengan pertengahan 2018, usahanya berkembang cukup baik dan meraih hasil usaha yang memuaskan.
Namun, di akhir 2018 usahanya mengalami gejolak yang sangat serius karena ketidakstabilan harga jual LB dan harga pakan ternak yang sangat tinggi. “Jadi tidak akan sebanding dengan harga jualnya. Saya terus menerus merugi dan utang terus menumpuk. Kalau ekosistemnya seperti ini, berapa pun modal usaha kami (peternak ayam rakyat) pasti rugi,” pungkas Alvino yang berharap pemerintah benar-benar dan melakukan intervensi melindungi peternak ayam rakyat.
(Baca juga:Pemprov Jatim Optimalkan Komoditas Peternakan)
“Bahkan tercatat kerugian yang dialami peternak mandiri yang hanya memiliki 20% kontribusi produksi perunggasan nasional sekitar Rp5,4 triliun sepanjang 2019 dan 2020,” jelas Hermawanto.
Diakui Hermawanto, baru-baru ini Kementan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan berupaya menjaga supply and demand DOC FS ayam ras pedaging dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Ditjen PKH No.08068/PK.230/F/03/2021 tentang Pengaturan dan Pengendalian Produksi anak ayam (DOC) FS, pada 8 Maret 2021 lalu. SE yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/PK.230/09/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
(Baca juga:Kinerja Ekonomi Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan Tumbuh Positif)
Meski demikian, faktanya Kementan belum melakukan stabilisasi perunggasan secara maksimal berkaitan dengan suplai LB, pakan, dan DOC dengan didukung data yang valid dengan pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang mengabaikan kebijakan pemerintah sesuai kewenangannya. Kementan harus mengganti seluruh kerugian yang selama ini dialami peternak ayam rakyat sepanjang dua tahun terakhir.
“Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, Pemerintah berkewajiban untuk menghentikan kerugian yang terus terjadi pada peternak mandiri Cq. Sdr. Alvino Antonio dengan melakukan tindakan sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan mengganti kerugian peternak rakyat sejumlah Rp5,4 triliun,” imbuh Hermawanto.
(Baca juga:Industri Peternakan Masih Terkendala Rantai Pasok Produk Pertanian)
Alvino menambahkan, dirinya merintis usahanya di bidang peternakan atau budidaya ayam broiler yang sejak 2013 dengan menjalankan prinsip kerja sama usaha dengan perusahaan kemitraan. Pada 2016 sampai dengan pertengahan 2018, usahanya berkembang cukup baik dan meraih hasil usaha yang memuaskan.
Namun, di akhir 2018 usahanya mengalami gejolak yang sangat serius karena ketidakstabilan harga jual LB dan harga pakan ternak yang sangat tinggi. “Jadi tidak akan sebanding dengan harga jualnya. Saya terus menerus merugi dan utang terus menumpuk. Kalau ekosistemnya seperti ini, berapa pun modal usaha kami (peternak ayam rakyat) pasti rugi,” pungkas Alvino yang berharap pemerintah benar-benar dan melakukan intervensi melindungi peternak ayam rakyat.