Jaga Inflasi dan Rupiah, BI Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,50% setelah memangkas suku bunga sebesar 25 bps bulan lalu. Secara kumulatif sejak tahun 2020 telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 bps.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan suku bunga acuan BI di level 3,5% saat ini masih konsisten untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah mempertimbangkan volatilitas rupiah yang terindikasi dari rata-rata one-month implied volatility yang meningkat menjadi 8,1% sepanjang bulan Maret dari dari Februari 2020.
"Ini yang tercatat di kisaran 7,8%, yang selanjutnya mendorong pelemahan rupiah sebesar 2,3% secara rata-rata pada bulan Maret dibandingkan bulan sebelumnya. Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh tren," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Lalu, ada peningkatan yield UST tersebut didorong oleh ekspektasi kenaikan inflasi AS dalam jangka pendek sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi AS yang didukung oleh rilis data ekonomi AS yang menunjukkan tren yang terus membaik. Tren kenaikan yield UST telah mendorong kenaikan yield obligasi global termasuk mendorong kenaikan yield SUN 10 tahun yang saat ini berada di level 6,77%, meningkat 16 bps dibandingkan akhir Februari atau meningkat 88 bps dibandingkan akhir tahun 2020.
" Kenaikan yield SUN tersebut disertai dengan penurunan kepemilikan asing terhadap SBN sebesar USD1,24 miliar pada bulan Maret ini atau kepemilikan asing terhadap SBN telah turun sekitar USD1,53 miliar. Keputusan RDG BI pada bulan ini akan sangat dipengaruhi oleh hasil keputusan Fed dalam FOMC bulan ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan tetap rendah dan akan tetap melanjutkan program pembelian obligaai pemerintah AS," katanya.
Selain itu Fed menyampaikan proyeksi ekonomi AS hingga 2023 yang mengindikasikan bahwa indikator nflasi AS diperkirakan meningkat menjadi 2,4% pada tahun ini namun cenderung melandai menjadi 2,0-2,1% hingga 2022-2023, yang mengindikasikan kenaikan inflasi AS bersifat sementara.
Oleh sebab itu, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya mengantisipasi arah suku bunga Fed yang selanjutnya akan mendorong daya tarik aset keuangan rupiah sedemikian sehingga akan mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.
"Dengan upaya mendorong terciptanya stabilitas rupiah serta masih berlanjutnya transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial BI yang direspon juga oleh tren penurunan suku bunga perbankan diharapkan akan tetap mendukung pemulihan ekonomi domestik dalam jangka pendek ini," tandasnya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan suku bunga acuan BI di level 3,5% saat ini masih konsisten untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah mempertimbangkan volatilitas rupiah yang terindikasi dari rata-rata one-month implied volatility yang meningkat menjadi 8,1% sepanjang bulan Maret dari dari Februari 2020.
"Ini yang tercatat di kisaran 7,8%, yang selanjutnya mendorong pelemahan rupiah sebesar 2,3% secara rata-rata pada bulan Maret dibandingkan bulan sebelumnya. Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh tren," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Lalu, ada peningkatan yield UST tersebut didorong oleh ekspektasi kenaikan inflasi AS dalam jangka pendek sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi AS yang didukung oleh rilis data ekonomi AS yang menunjukkan tren yang terus membaik. Tren kenaikan yield UST telah mendorong kenaikan yield obligasi global termasuk mendorong kenaikan yield SUN 10 tahun yang saat ini berada di level 6,77%, meningkat 16 bps dibandingkan akhir Februari atau meningkat 88 bps dibandingkan akhir tahun 2020.
" Kenaikan yield SUN tersebut disertai dengan penurunan kepemilikan asing terhadap SBN sebesar USD1,24 miliar pada bulan Maret ini atau kepemilikan asing terhadap SBN telah turun sekitar USD1,53 miliar. Keputusan RDG BI pada bulan ini akan sangat dipengaruhi oleh hasil keputusan Fed dalam FOMC bulan ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan tetap rendah dan akan tetap melanjutkan program pembelian obligaai pemerintah AS," katanya.
Selain itu Fed menyampaikan proyeksi ekonomi AS hingga 2023 yang mengindikasikan bahwa indikator nflasi AS diperkirakan meningkat menjadi 2,4% pada tahun ini namun cenderung melandai menjadi 2,0-2,1% hingga 2022-2023, yang mengindikasikan kenaikan inflasi AS bersifat sementara.
Oleh sebab itu, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya mengantisipasi arah suku bunga Fed yang selanjutnya akan mendorong daya tarik aset keuangan rupiah sedemikian sehingga akan mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.
"Dengan upaya mendorong terciptanya stabilitas rupiah serta masih berlanjutnya transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial BI yang direspon juga oleh tren penurunan suku bunga perbankan diharapkan akan tetap mendukung pemulihan ekonomi domestik dalam jangka pendek ini," tandasnya.
(fai)