BPJPH Kebut Aturan Self Declare Halal untuk Usaha Mikro dan Kecil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) hingga saat ini masih membahas tata cara self declare (deklarasi mandiri) sertifikat halal untuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Diharapkan aturan ini segera rampung dalam waktu dekat ini.
“Soal self declare dari pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) UMK ini sedang kami bahas standarnya,” kata Plt Kepala BPJPH Mastuki kepada KORAN SINDO, Minggu (21/3/2021).
(Baca juga:Wapres Minta One Stop Service Halal, Plt Kepala BPJPH: Kita Akan Proaktif)
Menurut Mastuki, sejatinya deklarasi mandiri ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Di mana dalam PP tersebut ada beberapa syarat UMK dapat mengajukan self declare.
Syarat tersebut antara lain adanya pernyataan pelaku usaha berupa akad/ikrar, pendampingan proses produk halal (PPH) oleh ormas/lembaga keagamaan/perguruan tinggi. Selain itu, kata Mastuki, produknya tak berisiko dan sederhana.
(Baca juga:Pecat Kepala BPJPH Sukoso, Gus Yaqut Diapresiasi)
“Inilah yang sedang kami detilkan agar memudahkan UMK dalam mengajukan self declare,” kata mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag) ini.
Diketahui, PP No 39/2021 ini merupakan peraturan turunan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu isi PP ini mengatur soal deklarasi halal bagi pelaku UMK. Dengan adanya PP tersebut, pelaku UMK harus menyampaikan pernyataan terkait kehalalan produknya kepada BPJPH.
(Baca juga:BPJPH: Sertifikasi Halal Vaksin Sinovac Wujud Kepatuhan terhadap UU)
Aturan tersebut sedikit lebih longgar dibandingkan UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Dalam PP No 39/2021 ini BPJPH diamanatkan sebagai lembaga yang berwenang menetapkan standar halal bagi produk UMK. Standar halal tersebut akan jadi acuan pelaksanaanself declare.
(Baca juga:Sertifikat Halal Vaksin COVID-19, BPJPH Tunggu Ketetapan Final Fatwa MUI)
Hal lain yang diatur dalam PP No 39/2021 ini adalah UMK dapat kemudahan berupa layanan gratis (tidak dikenakan biaya) saat pengajuan sertifikasi halal. “Inipun sedang kami bahas secara maraton dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mudah-mudahan dalam waktu dekat clear masalahnya,” kata Mastuki.
Selama ini biaya untuk mendapatkan sertifikat halal untuk produk UMK sekitar Rp2,5 hingga Rp3,5 juta. Perbedaan biaya ini tergantung dari jenis produk, varian produk, dan titik kritisnya.
(Baca juga:BPJPH: Bertambahnya LPH Akan Perkuat Jaminan Produk Halal di Indonesia)
Pemerintah pusat maupun daerah sejak 2019 sudah memfasilitasi bagi UMK yang mengajukan sertifikasi halal. “Tiap tahun lebih 6.000 UMK yang mengajukan sertifikasi halal,” ujar Mastuki.
BPJPH merupakan penyelenggara sertifikasi halal (SH) di Indonesia. Hal ini berdasarkan UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan PP 31 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
(Baca juga:BPJPH: Fatwa Penetapan Kehalalan Produk Kewenangan MUI)
Namun dalam pelaksanaan sertifikasi halal tersebut, BPJPH bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saat ini baru ada tiga LPH yakni Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Sucofindo, dan Surveyor Indonesia.
LPH bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian produk, sementara itu Komisi Fatwa MUI bertugas menetapkan kehalalan produk. “Jadi MUI bukan lagi (sebagai) lembaga, (tapi) sebagai pelaksana sertifikasi halal. Melalui UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kewenangan MUI adalah menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa,” tegas Mastuki.
“Soal self declare dari pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) UMK ini sedang kami bahas standarnya,” kata Plt Kepala BPJPH Mastuki kepada KORAN SINDO, Minggu (21/3/2021).
(Baca juga:Wapres Minta One Stop Service Halal, Plt Kepala BPJPH: Kita Akan Proaktif)
Menurut Mastuki, sejatinya deklarasi mandiri ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Di mana dalam PP tersebut ada beberapa syarat UMK dapat mengajukan self declare.
Syarat tersebut antara lain adanya pernyataan pelaku usaha berupa akad/ikrar, pendampingan proses produk halal (PPH) oleh ormas/lembaga keagamaan/perguruan tinggi. Selain itu, kata Mastuki, produknya tak berisiko dan sederhana.
(Baca juga:Pecat Kepala BPJPH Sukoso, Gus Yaqut Diapresiasi)
“Inilah yang sedang kami detilkan agar memudahkan UMK dalam mengajukan self declare,” kata mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag) ini.
Diketahui, PP No 39/2021 ini merupakan peraturan turunan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu isi PP ini mengatur soal deklarasi halal bagi pelaku UMK. Dengan adanya PP tersebut, pelaku UMK harus menyampaikan pernyataan terkait kehalalan produknya kepada BPJPH.
(Baca juga:BPJPH: Sertifikasi Halal Vaksin Sinovac Wujud Kepatuhan terhadap UU)
Aturan tersebut sedikit lebih longgar dibandingkan UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Dalam PP No 39/2021 ini BPJPH diamanatkan sebagai lembaga yang berwenang menetapkan standar halal bagi produk UMK. Standar halal tersebut akan jadi acuan pelaksanaanself declare.
(Baca juga:Sertifikat Halal Vaksin COVID-19, BPJPH Tunggu Ketetapan Final Fatwa MUI)
Hal lain yang diatur dalam PP No 39/2021 ini adalah UMK dapat kemudahan berupa layanan gratis (tidak dikenakan biaya) saat pengajuan sertifikasi halal. “Inipun sedang kami bahas secara maraton dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mudah-mudahan dalam waktu dekat clear masalahnya,” kata Mastuki.
Selama ini biaya untuk mendapatkan sertifikat halal untuk produk UMK sekitar Rp2,5 hingga Rp3,5 juta. Perbedaan biaya ini tergantung dari jenis produk, varian produk, dan titik kritisnya.
(Baca juga:BPJPH: Bertambahnya LPH Akan Perkuat Jaminan Produk Halal di Indonesia)
Pemerintah pusat maupun daerah sejak 2019 sudah memfasilitasi bagi UMK yang mengajukan sertifikasi halal. “Tiap tahun lebih 6.000 UMK yang mengajukan sertifikasi halal,” ujar Mastuki.
BPJPH merupakan penyelenggara sertifikasi halal (SH) di Indonesia. Hal ini berdasarkan UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan PP 31 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
(Baca juga:BPJPH: Fatwa Penetapan Kehalalan Produk Kewenangan MUI)
Namun dalam pelaksanaan sertifikasi halal tersebut, BPJPH bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saat ini baru ada tiga LPH yakni Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Sucofindo, dan Surveyor Indonesia.
LPH bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian produk, sementara itu Komisi Fatwa MUI bertugas menetapkan kehalalan produk. “Jadi MUI bukan lagi (sebagai) lembaga, (tapi) sebagai pelaksana sertifikasi halal. Melalui UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kewenangan MUI adalah menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa,” tegas Mastuki.
(dar)