DPR Akan Koordinasi dengan BPOM Sikapi Masalah BPA

Senin, 05 April 2021 - 23:56 WIB
loading...
DPR Akan Koordinasi...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Maraknya air minum dalam kemasan yang masih mengandung BPA atau bisphenol A , yakni zat tambahan kimia untuk pembuatan kemasan plastik berbahan PVC (kode3) dan PC (kode 7) pastinya membuat resah masyarakat.

BPA memiliki senyawa racun yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan manusia jika digunakan secara terus-menerus. Memang ada toleransi bagi usia dewasa, tapi bagi bayi, balita dan janin tentu tak ada toleransi. Merekalah kelompok usia rentan yang harus dilindungi.

Sejak Senin 15 Maret 2021 lalu, BPOM melalui Direktur Registrasi Pangan Olahan Anisyah S.Si, Apt. MP mengeluarkan pengumuman dengan nomor : HM 01.52.521.03.21.91 tentang Pencantuman Jenis Kemasan Plastik pada E- Registration. Hal ini menyangkut diperlukannya pendataan terkait jenis kemasan plastik pada saat registrasi pangan olahan agar pendaftar dapat memastikan input jenis kemasan plastik.

Ke depan diharapkan BPOM memberi label pada kemasan plastik yang mengandung BPA agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita, dan janin pada ibu hamil. ( Baca juga:Persiapan Ramadan, Mentan Optimalkan Stok Daging Domestik )

Sebab, ada bayi dan balita Indonesia pada saat ini yang kesehatanya terancam, terlebih mereka tidak mengetahui bahwa air dalam kemasan botol plastik yang biasa mereka minum, atau air galon ternyata merupakan bom waktu yang bisa merusak organ tubuh.

Berdasarkan penelitian, dan sejumlah sumber yang dihimpun, bisphenol A yang terkandung di dalam plastik berbahaya bagi bayi karena dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan risiko kanker di kemudian hari. Penggunaan plastik BPA juga dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS) persalinan premature.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen mengatakan pandangannya terkait air dalam kemasan yang berpotensi menggangu kesehatan. Menurutnya, pada saat ini Komisi IX DPR RI sedang mengkaji bersama beberapa pakar dan berkoordinasi dengan BPOM.

“Intinya, kami akan menganalisa detail, serta mengadvokasi kebijakan untuk kebaikan warga. Bahwa bahaya BPA yang terdapat dalam galon, ataupun bahaya lain dalam konteks air kemasan, sedang kami kaji semua hingga nanti akan dikoordinasikan menjadi rumusan kebijakan. Intinya, kami tidak ingin ada bahaya dalam sirkulasi air, sekaligus juga penting menjaga kesehatan warga lewat apa yang kita konsumsi bersama,” ujarnya di Jakarta, Senin (5/4/2021).

Nabil juga mengatakan, bahwa dalam waktu dekat pihaknya, yakni DPR RI, akan koordinasi dengan BPOM , “Akan kami lakukan, ada beberapa catatan penting terkait dengan perizinan sekaligus juga mekanisme lain yang terkait. Kami dukung agar BPOM menjalankan regulasi yang tepat,” bebernya.

Dia akan mendorong BPOM bertindak cepat dan tepat. Tentu, harus sesuai prosedur hukum, serta koordinasi dengan pihak terkait. "Kami juga akan mendengar dari pihak produsen, untuk mengevaluasi kelayakan dan sistem produksi,” katanya. ( Baca juga:Jualan Togel di WC Umum, Pria Ini Tak Berkutik Diringkus Anggota Polresta Manado )

Sementara itu pemerhati permasalahan sosial kemasyarakatan, doktor sosiologi UI, Imron Rosadi mengatakan, sebenarnya fenomena yang dikhawatirkan itu sudah ada sejak lama. Itu terjadi tanpa pengawasan institusi yang punya otoritas , BPOM dan lemahnya kontrol sosial masyarakat karena motif-motif ekonomi, background pengetahuan yang awam, dan pola hidup sehat yang masih belum membudaya.

“Ini sebenarnya langkah terlambat dan akan temui jalan berliku dan tipu-tipu, karena labelisasi bisa diakali dan dibeli, bisa dimodifikasi dengan teknologi canggih. Yang terpenting itu bikin awardness campaign di tingkat lokal, bentuk kader-kader seperti model jumantik yang disupervisi dengan pendampingan dan dukungan capacity building dari pemerintah,” ujarnya.

Di saat yang sama Imron juga mengatakan bahwa DPR RI harus tampil sebagai lembaga pengawas kinerja BPOM, melalui kader dan simpatisan di level bawah melakukan pengawasan ketat berbasis komunitas. “Segera ajukan hak bertanya atau hak penyelidikan sebelum segalanya terlanjur dan merugikan masyarakat,” tegasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1093 seconds (0.1#10.140)